Wiranto – Hary Tanoe di ambang perceraian. Musnahlah kenangan kebersamaan ‘Mewujudkan Mimpi Indonesia’.
Menyaksikan video liputan kampanye Indriyana Milantika ini seperti memutar waktu, mengenang kebersamaan Wiranto dan Hary Tanoesoedibjo, pasca Hary keluar dari Partai Nasdem hingga jelang pemilu legislatif lalu. Mereka begitu intim. Bahkan, Hary Tanoe pun membuatkan program bertajuk ‘Mewujudkan Mimpi Indonesia’ yang berisi kisah-kisah ‘undercover’ Wiranto dalam menyamar untuk –ceritanya- memahami penderitaan rakyat.
Tapi, kebersamaan dan kemesraan itu tinggal sejarah. Hari Tanoe sebentar lagi akan melepas status sebagai kader Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), terkait keputusannya mendukung Prabowo-Hatta Rajasa. Hary Tanoe tak mengikuti keputusan politik Hanura yang memilih merapat ke Jokowi-Jusuf Kalla, dalam sebuah koalisi di mana terdapat pula Partai Nasdem di dalamnya.
Itulah politik. Tak ada yang abadi, kecuali kepentingan. Bahkan Wiranto pun mengaku amat kaget saat mendapat kabar Hari Tanoe “menikung” ke Gerindra, dan memilih resign dari Hanura. “Ada mekanisme partai yang harus dilakukan oleh Hary Tanoe, tetapi semuanya menunggu klarifikasi dari yang bersangkutan,” kata Wiranto seperti dikutip Kompas.com
Kesetaraan narasumber dan reporter
Secara umum, liputan Indriyana sudah keren. Gambar tajam, suara jelas, dan juga belanjaan visual memadai. Kekurangan karya ini, dalam pasca produksi taka da Chargen (CG), apalagi wajah yang diwawancarai kurang akrab dengan publik, yakni Benny Prananto, salah seorang bendahara Partai Hanura. Juga saat menampilkan lagu sebagai penutup karya. Baiknya ditulis judul dan sourcenya, seperti Mars Hanura, courtesy (atas perkenan): Youtube.
Persoalan lain, dalam berbahasa di Indonesia. Pertama, jurnalisme menganut asas kesetaraan atau posisi sejajar antara narasumber dan reporter. Reporter tak perlu menyebut kata “bapak” dalam kalimat “Tepat di belakang saya bapak Wiranto sedang melakukan orasi di Stadion Gelora Bung Karno…” saat menyebut nama Ketua Umum Hanura itu. Termasuk pula saat mengulang kesalahan itu dalam kalimat, “Tepat di samping saya sudah ada Bapak Benny Prananto. Iya, bapak, kenapa bapak memilih Partai Hanura?” Template sekali ya awalannya, tepat di belakang saya, tepat di samping saya. Selain itu, tak dijelaskan siapa Benny Prananto. Meski ia sudah memakai seragam partai, tapi pemirsa perlu tahu apa jabatan dia sebenarnya.
Kedua, belajarlah menggunakan bahasa Indonesia dengan benar, termasuk dalam menggunakan kata bermakna jamak. “Kini Indonesia melakukan banyak kesalahan, apalagi para pejabat-pejabat melakukan korupsi. Namun, Bapak Wiranto menjanjikan akan memberantas korupsi dengan menghukum berat para koruptor-koruptor di Indonesia,” kata Indri. Para sudah berarti jamak, jadi tak perlu lagi diikuti kata benda yang diulang.
Selebihnya, two thumbs up untuk keberanian dan percaya diri Indri melakukan liputan di dalam stadion (tak hanya di luar seperti yang lain) serta mengambil ‘tokoh partai’ sebagai narasumber, sehingga menghasilkan liputan berdurasi 3 menit 5 detik.