Kongres Kedua Partai Banteng di Takhta Rezim
Sanur, CNN Indonesia — Ruang Poncowati Hotel Patra Jasa, Semarang, 27 Maret-1 April 2000, menjadi saksi terselenggaranya Kongres I PDI Perjuangan. Itulah kongres perdana partai tersebut setelah dua tahun sebelumnya resmi mengubah nama dari PDI yang bersimbol kepala banteng menjadi PDI Perjuangan dengan lambang kepala banteng moncong putih.
Penggantian nama, lambang, dan penetapan Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum PDI Perjuangan di Kongres V PDI di Bali, Oktober 1998, menjadi kemenangan besar partai ini setelah sejak 1993 ‘diacak-acak’ rezim Orde Baru.
Aroma kemenangan itu masih terasa pada Kongres I PDI Perjuangan di Semarang setelah pada pemilu setahun sebelumnya, 1999, PDI Perjuangan sukses menjadi pemuncak perolehan suara. Partai itu meraup 33,74 persen suara, membuatnya menempatkan 153 wakil di DPR.
Meski demikian, kemenangan PDI Perjuangan kala itu tak lengkap. Sang banteng terluka. ‘Noda’ tercipta di Sidang Umum MPR 1999 saat partai itu gagal menempatkan Megawati sebagai Presiden RI karena kalah 60 suara dari Abdurrahman Wahid.
Toh demikian, kongres perdana PDI Perjuangan di salah satu kandang utama mereka, Jawa Tengah, tak lepas dari euforia sebagai partai penguasa. Setelah Alexander Litaay menjadi Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan di masa transisi, Soetjipto Soedjono terpilih memegang jabatan itu sebagai ‘tangan kanan’ Megawati di Kongres Semarang.
Sayangnya ‘banteng moncong putih’ lantas terjerembab. PDI Perjuangan kehilangan kekuasaan pada Pemilu 2004 dan 2009. Sejak itu, tak banyak yang berubah dari partai itu. Dua kongres PDI Perjuangan berlangsung di Sanur, Bali, mengukuhkan Megawati Soekarnoputri sebagai ketua umum, dengan Pramono Anung dan Tjahjo Kumolo berturut-turut sebagai orang nomor dua di lingkar tertinggi kekuasaan partai.
Kini, 9-12 April 2015, Kongres IV PDI Perjuangan kembali berlangsung –juga di Grand Inna Beach, Sanur, Bali. Di hotel yang dua kamarnya tak pernah dibuka untuk umum itu –kamar 327 untuk Bung Karno dan kamar 2401 untuk penguasa Laut Selatan Nyi Roro Kidul– PDI Perjuangan kembali menggelar hajatan besar sebagai partai penguasa setelah 15 tahun harus ‘melepas’ tahta.
Kemenangan 18,95 persen suara yang dihasilkan dari 23.681.471 pemilih pada Pemilu 2015, ditambah keberhasilan Joko Widodo memenangkan kontestasi Pemilu Presiden, membuat pendukung banteng merasa layak berpesta akbar. Spanduk-spanduk ucapan selamat berkongres terentang dari Bandara Ngurah Rai, Pelabuhan Gilimanuk, hingga lokasi perhelatan di Denpasar Selatan.
Hanya satu yang terasa kurang dari berbagai spanduk dan baliho itu: betapa jarang wajah Joko Widodo terlihat di sana. Alih-alih rupa Jokowi, gambar Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh dan Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Rusdi Kirana justru bertebaran di mana-mana.
Figur kader PDI Perjuangan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan wakilnya Heru Sudjatmoko bahkan berdiri kokoh di baliho perempatan Simpang Siur. Sebetulnya, di pintu lobi utama hotel terselip gambar Joko Widodo di salah satu karangan bunga.
Namun setelah dicermati, bunga ucapan berkongres itu datang dari Seknas Pendukung Jokowi.
Ketua Dewan Pimpinan Pusat PDI Perjuangan Andreas Hugo Pareira yang juga anggota panitia pengarah kongres menyatakan partainya akan merespons survei atas turunnya popularitas Presiden Joko Widodo. “PDI Perjuangan selaku partai pemerintah akan memperbaiki komunikasi dengan Presiden secara efektif dan efisien,” kata Andreas kepada CNN Indonesia TV.
Terkait isu regenerasi kepemimpinan partai, politisi asal Flores, Nusa Tenggara Timur, itu menolak perdebatan apakah PDI Perjuangan harus selalu dipegang oleh mereka yang berasal dari trah Soekarno atau tidak. “Itu bukan hal yang harus dipertentangkan. PDI Perjuangan justru melihat trah Soekarno sebagai aset yang tak dimiliki partai lain. Tinggal bagaimana mengembangkannya dalam kepemimpinan aktual partai,” kata dia.
Mufakat, solid, pelesir
Dalam pidato 12 menit saat pagelaran budaya dan jamuan makan malam menjelang Kongres, Rabu (8/4), Megawati menuntut soliditas partainya. Mega menegaskan, PDI Perjuangan merupakan partai yang membawa ideologi kerakyatan: semua diputuskan dari bawah ke atas, dan bukan sebaliknya.
“Anda hadir di Kongres bukan semata sebagai peserta, tapi sebagai utusan, dengan membawa mandat yang telah diputuskan secara musyawarah dan mufakat dari tingkat anak ranting, ranting, cabang, hingga provinsi,” ujar Mega.
Mega lantas menantang partainya, PDI Perjuangan, yang dengan segala suka-dukanya teruji memiliki akar rumput kuat. “Saya mendengar rumor bahwa PDI Perjuangan tak sehebat yang digambarkan. Mari, buktikan soliditas itu dengan cara dan budaya bangsa Indonesia,” kata dia.
Yang dimaksud Mega sebagai budaya bangsa yakni gotong royong serta pengambilan keputusan berdasarkan musyawarah dan mufakat. “Bukan sedikit-sedikit harus voting, karena sesungguhnya voting itu merupakan budaya Barat,” kata Mega.
Ia juga menyinggung beberapa peserta yang baru pertama kali menghadiri Kongres PDIP. Mega berharap, “Kongresnya cepat selesai, yang baru pertama datang ke Bali bisa menikmati pulau yang indah ini.”
Para peserta menyimak pidato sang ketua umum sembari bersantap malam sate ayam, sop rumput laut, tipat Bali, dan kerupuk. Di panggung, bergantian tampil sajian paduan suara dari Kupang, persembahan Ketua Dewan Pimpinan Daerah PDI Perjuangan NTT Frans Lebu Raya serta tarian dari Institut Seni Indonesia Denpasar pimpinan rektor I Gede Arya Sugiartha.
Lebih dari 2.000 peserta yang hadir di Kongres berasal dari 514 Dewan Pimpinan Cabang dan 34 DPD yang masing-masing mengirim tiga orang utusan yakni ketua, sekretaris, dan bendahara, ditambah anggota pengurus DPP, DPR serta peninjau. Di luar yang ‘resmi’ itu, ribuan simpatisan hadir sebagai penggembira kongres berbiaya sedikitnya Rp7,3 miliar itu
Akankah kongres pertama PDI Perjuangan yang digelar setelah berpulangnya Taufiq Kiemas ini benar-benar berlangsung mulus tanpa dinamika berarti? Megawati menguji pendukungnya, karena menurut dia mata seluruh penjuru rakyat Indonesia kini tertuju ke Bali untuk menanti apa saja hasil kongres yang menurut Mega, “Menjadi tonggak keseluruhan perjuangan partai.”
Tayang di http://www.cnnindonesia.com/politik/20150409072757-32-45296/kongres-kedua-partai-banteng-di-takhta-rezim/