Kali ini portal KSP menampilkan profil satu lagi Staf Khusus Kepala Staf Kepresidenan yakni Chrisma Aryani Albandjar.
Sarjana Hubungan Internasional FISIP Universitas Airlangga ini menggenggam pengalaman bertahun-tahun di sektor privat, khususnya dalam bidang jurnalistik, media, kebijakan publik dan hubungan masyarakat. Di sektor publik, sebelumnya, Chrisma pernah menjadi Staf Ahli Komisi I DPR RI.
Pemilik gelar Magister Manajemen dari Prasetiya Mulya Business School dan Masters of Arts bidang Radio dan Televisi saat menerima beasiswa Fulbright di San Francisco State University ini mengaku tak masalah bekerja di sektor swasta maupun pemerintah.
“Di setiap tempat berkarya, saya harus memahami peran terlebih dahulu, karena saya mengerti swasta dan pemerintah itu berbeda,” ungkap mantan jurnalis dan broadcaster televisi ini.
Chrisma menegaskan, ia percaya bahwa pemimpin memiliki peran besar pada perubahan, yang didasari pada visi misi dan niat pemimpin tersebut. Demikian pula dengan Presiden Jokowi. Menurut Chrisma, Presiden Jokowi bermaksud mengubah negara ini, melompat menjadi negara maju karena beliau percaya bahwa Indonesia memiliki kemampuan untuk itu, namun membutuhkan pola berpikir yang tepat dan orang yang bekerja dengan benar. Karena itulah maka Presiden memperkuat infrastruktur fisik dan non fisik.
“Saya sepakat dengan apa yang dicita-citakan Presiden dan saya paham maksudnya. Karenanya, saya mau bekerja bersama-sama beliau dan membantu Presiden berdasarkan kemampuan, keahlian dan pengalaman saya untuk mencapai tujuannya,” kata perempuan kelahiran 16 Januari yang pernah menjadi Direktur di beberapa perusahaan multinasional ini.
Keberadaan Kantor Staf Presiden relatif baru. Bagaimana konsep ideal lembaga ini?
Ideal adalah sebuah keadaan sesuai dengan kebutuhan yang membuat lembaga itu menjadi lebih efektif dan efisien dalam bekerja dan mencapai tujuan. Dalam konteks ini, mungkin setiap negara berbeda-beda. Di Indonesia, KSP adalah kantor yang berada di belakang Presiden dengan tugas melayani Presiden dalam mewujudkan janji-janji kampanye dan program prioritas Presiden. Kita harus memastikan apa yang dicita-citakan Presiden dapat tercapai dengan baik.
Fungsi-fungsi KSP adalah menjadi mata dan telinga Presiden, karena input dan feedback dari masyarakat merupakan bagian penting dalam pembuatan keputusan dan pemecahan masalah. Selain itu, KSP juga berperan dalam pemecahan masalah, dan membuka sumbatan (debottlenecking). Fungsi lain, KSP sebagai think tankpresiden harus mampu membantu Presiden dalam mewadahi, menerjemahkan dan menyalurkan pemikiran-pemikiran Presiden.
Presiden kita memiliki gaya berbeda dibandingkan para pendahulunya. Seperti apa Anda melihat figur kepemimpinan Presiden Jokowi?
Presiden kita adalah presiden yang percaya pada kekuatan bekerja dan harus ada hasilnya. Jadi bukan hanya wacana. Wacana tanpa kerja tidak akan membuahkan hasil. Contoh adalah keluhan listrik yang sudah bertahun-tahun, dan ternyata selama 71 tahun Indonesia merdeka, listrik kita hanya 52 ribu megawatt se-Indonesia. Apa yang telah dilakukan pemerintah kita selama ini? Presiden ingin menambah pasokan listrik setidaknya 50% dari yang dibangun selama 71 tahun itu hanya dalam 5 tahun pemerintahannya. Begitu juga dengan infrastruktur dasar kita lainnya seperti jalan, transportasi dan sebagainya.
Masalah-masalah yang ada tidak bisa hanya dibicarakan, tapi dikerjakan dan diselesaikan. Ibaratnya, kita jangan seperti lari di treadmill, larinya iya, keluar tenaga dan berkeringat, makan waktu lama, kenyataannya tidak ke mana-mana. Kita tak boleh seperti lari di treadmill, tapi harus lari beneran, dan orang melihat perubahan dan hasil pekerjaan kita.
Kelebihan dari Presiden Jokowi adalah Presiden ini bekerja dan ia mau orang-orangnya bekerja juga, bersama-sama dengannya. Yang kedua, ia paham betul karakteristik orang Indonesia. Misalnya, orang Indonesia perlu diperhatikan jika bekerja, dipahami kebutuhannya, didengarkan, dan diperlihatkan hasilnya jika kita bekerja benar. Karena itu, kita sering melihat Presiden ke lapangan, melihat hasilnya, bertanya “Kamu bekerja sudah sampai mana. Apa masalahnya.. Kalau begini bagaimana…”
Jadi harus ada tujuan yang ingin dicapai. Dalam bekerja ini, hanya ada satu visi, yaitu visi Presiden sebagaiCommander In Chief. Presiden memanfaatkan sistem dalam bekerja karena negara tidak bisa bekerja secara ad hoc.Negara harus bekerja berdasarkan sistem.
Saat ini Presiden dinilai berhasil melakukan konsolidasi politik, baik dalam lembaga politik seperti parlemen, TNI, kepolisian, dan lain-lain. Anda melihat hal ini sebagai sebuah keuntungan?
Kalau mau bekerja yang memiliki dampak, maka harus dikerjakan bersama-sama, bergotong-royong. Kalau diumpamakan lomba panjat pohon pinang, dulu orang-orang berusaha saling menjatuhkan agar lawan tidak sampai puncak sehingga tidak mendapat hadiah. Nah, kalau sekarang, justru terbalik, orang-orang berusaha saling menopang satu sama lain agar pohonnya dapat dipanjat, dan hadiah bisa didapat secara bersama-sama. Hal ini lebih menguntungkan karena semua akan merasakan hasilnya.
Akhir-akhir ini kinerja pemerintah seperti ‘terganggu’ masalah pemangkasan anggaran. Bagaimana kita harus bijak melihat hal penghematan budget ini?
Kita melihatnya sederhana saja. Ada perkiraan, perencanaan, dan pelaksanaan. Jika perkiraan tidak sesuai dengan perencanaan, dan yang direncanakan tidak sama dengan yang dilaksanakan, maka harus ada yang diperbaiki. Pada dasarnya kita harus melakukan tuning. Mobil aja harus di tune-up, main gitar aja harus di-stem. Kita bekerja dengan para ahli, dan mereka mengerti bagian mana yang harus diprioritaskan terlebih dahulu, mana yang menghasilkanimpact lebih besar. Semua orang derap langkahnya harus sama. Kalau ada satu yang derap langkahnya lebih cepat atau lebih lambat dari yang lain, maka yang lain harus saling menyesuaikan. Kita ini kan bermain bersama, ala total football, bukan main sendiri-sendiri. Itulah pentingnya kenapa harus hanya satu visi, visi Presiden.
Oktober 2016 kita memasuki dua tahun pemerintahan Presiden Jokowi. Sejauh mana Anda melihat, pemerintahan ini telah memelihara ekspektasi masyarakat dalam dua tahun ini?
Masyarakat yang menilai dan merasakan, sehingga penting untuk kita kembali mendengar bagaimana masyarakat melihat kinerja kita selama ini. Kita bekerja seperti shockbreaker, penumpangnya adalah masyarakat. Bagaimanapun kerasnya jalan, banyaknya lubang di depan, kita harus berusaha membuat penumpang merasa nyaman, kita ingin mencapai tujuan dengan selamat. Kalau bannya nggak bergerak bareng, mesinnya nggak sama kuat, sopirnya tidak tahu jalan, maka sulit mencapai tujuan.
Dalam analogi itu, pemerintah menentukan kita mau ke tujuan mana. Penumpang tahu kita semua ke arah mana. Pengemudinya sudah tahu jalan ke sana. Tapi, apakah nanti jalannya bagus atau rusak, kita (penyelenggara negara) ini jadi shockbreaker-nya. Pasti ada upaya ekstra keras dari sopir agar penumpang bisa tetap nyaman lewat jalan yang rusak. Nah, jalan yang rusak ini tidak kita biarkan. Harus kita perbaiki, agar penumpang dan sopir berikutnya bisa sama-sama menikmati nyamannya perjalanan.
Bagaimana pandangan Anda terhadap kerja dan pencitraan Presiden dalam menjalankan masa pemerintahannya?
Kita tidak bekerja demi pencitraan. Pencitraan sangat tergantung dengan kebenaran. It will go as far as the truth. Pada waktunya citra akan terbuka berdasarkan kebenaran yang terkandung di dalamnya. Saat ini Presiden bekerja, masyarakat menilai, dan kita bekerja untuk masyarakat. Kita tidak bekerja untuk citra. Kita mendapat amanah dari masyarakat untuk memimpin selama lima tahun, maka harus kita lakukan dengan sebaik-baiknya.
Yang paling dipegang orang dalam hidup ini adalah ‘trust’, kepercayaan. Jadi bagaimana Presiden menjaga kepercayaan itu? Dengan bekerja dan memenuhi janji. Apakah janji itu akan terpenuhi seluruhnya? Ya kita berusaha keras mewujudkan semua. Nah, ternyata di lapangan ada gap, tugas kita mengatasi kesenjangan itu. Maka, kita bekerja bersama-sama, termasuk dengan sektor swasta. Pemerintah tidak bisa bekerja sendirian.
Komunikasi-komunikasi yang dilakukan Presiden sering dianggap sebagai pencitraan. Padahal, yang dilakukan memang apa adanya, ya memang seperti itu. Kita harus menunjukkan tata cara berpikir dan perspektif yang baru. Kita memang bekerja untuk bangsa ini dan untuk masyarakat negara ini, tidak ada tujuan lain, kok. Tujuan kita sama: agar masyarakat sejahtera, bisa hidup nyaman, bisa bekerja dengan aman, bisa menyekolahkan anaknya, keluarganya bisa makan, bisa pensiun dengan tenang, masa tua tidak susah. Karena itulah, perlunya negara hadir.
Seperti ditayanglan di http://ksp.go.id/chrisma-albandjar-kita-bekerja-total-football/