Membangun Asa dari Rusunawa

Dari rumah susun lima lantai yang semula gulita tak terpakai, semangat hidup para korban bencana mulai disusun.

rusun2GARUT– Satu unit rumah susun itu berukuran tak lebih dari 21 meter persegi. Standarnya petakan di rusun, terdiri dari satu ruang keluarga, satu ruang tidur, satu dapur serta satu kamar mandi. Sangat sederhana, tapi di rumah susun sederhana sewa (rusunawa) di ruas jalan Garut-Bayongbong kilometer 5 inilah, para korban musibah banjir bandang mulai meretas harapan.

“Kami bersyukur ada di sini. Tempat tinggal nyaman, bantuan pun mencukupi,” kata Eni Handayani. Lima anggota keluarga dekatnya menjadi korban luapan Sungai Cimanuk, 20 September 2016. Setelah jenazah nenek dan dua adiknya ditemukan, sulung dari sebelas bersaudara ini terus menanti kabar sang ibu, Sri Listiawati, 44 tahun, serta adiknya yang lain, Tania Hoki, 10 tahun, yang masih dinyatakan hilang.

Di malam bencana itu datang, Eni berada di Cileungsi, Bogor, tempatnya tinggal sebagai buruh sebuah pabrik lampu. “Kak Eni, lekas pulang, tolong ibu,” kabar dari adiknya melalui telepon seluler membuat perempuan 24 tahun ini panik. Menyewa mobil bersama kerabatnya yang lain, Eni bergegas menuju kampung halaman. “Saya tak menyangka banjirnya sebesar itu,” kenangnya. Rumah keluarga yang sudah ditempati puluhan tahun di Lapangan Paris, daerah bantaran Sungai Cimanuk, hancur tersapu air bah.

Sempat mengungsi semalam di tempat kerabat, keluarga ini kemudian dipindah ke Rusunawa Workshop PU yang terletak di Desa Mangkurakyat, Kecamatan Cilawu. Rumah susun lima lantai berkapasitas 98 unit milik Kementerian Pekerjaan Umum ini sebenarnya sudah lama rampung, tinggal menunggu proses serah terima dari kementerian ke pemerintah Kabupaten Garut. Belum lagi penyerahan ke pemkab, pendaftaran, serta seleksi calon penerima unitnya dilakukan, datanglah bencana banjir bandang yang menelan 34 korban jiwa. Pemerintah kabupaten bergerak cepat, menempatkan sebagian pengungsi ke rusunawa, serta mengaktifkan instalasi pendukung yang belum berfungsi.

“Awalnya, kondisi rusun ini menyeramkan. Bak rumah hantu. Tapi, begitu pemerintah memutuskan rusun digunakan untuk menampung para pengungsi, saat itu juga listrik, air serta fasilitas lain langsung menyala,” ungkap Camat Cilawu, Ahmad Mawardi.

rusunawa1Selama masa tanggap darurat bencana, solidaritas warga Desa Mangkurakyat terlihat nyata. Mereka membuka tangan lebar-lebar menyambut hangat 371 pengungsi yang kini tinggal di rumah susun. Di salah satu sudut rusun, sebuah dapur umum dibuka sejak fajar hingga petang hari. Pengelolanya, para relawan dipimpin ibu-ibu Musyawarah Pimpinan Kecamatan (Muspika). Tanpa canggung, isteri Camat, Danramil, dan Kapolsek Cilawu mengelola bantuan beras dan sayur-mayur menjadi makanan sehat untuk disajikan kepada para pengungsi.

Bantuan menumpuk di lantai dasar rumah susun. Dari baju layak pakai, kompor gas dan tabung, hingga alat penanak nasi. “Kami kumpulkan dulu jumlah bantuan yang kami terima, terutama kalau jumlahnya belum sesuai dengan jumlah rumah tangga di sini. Jika sudah sesuai, baru kami bagikan melalui perwakilan warga,” kata Mawardi.

Namun, ia tak melarang jika ada donatur yang ingin memberikan uang tunai langsung kepada korban bencana. “Kami tinggal panggil saja perwakilan penghuni rusun untuk langsung menerima bantuan. Nanti mereka sendiri yang membagi dengan penghuni yang lain,” ungkapnya. Khusus untuk bantuan uang tunai, Mawardi sebenarnya mengarahkan para penyumbang agar menyalurkan melalui rekening resmi Posko Pengungsian Bencana Banjir Garut di nomor rekening BRI 0025010013465264.

Mawardi memaparkan, salah satu tugas berat Muspika Cilawu selaku pengelola Posko Rusunawa yakni mengubah kebiasaan korban bencana. “Dulu mereka tinggal di bantaran kali, dengan kebiasaan dan gaya hidup kurang sehat. Kini, mereka hidup bersama di rumah susun, yang harus bersosialisasi dan bertenggang rasa dengan warga lain,” ungkapnya.

Belum jelas sampai kapan korban bencana banjir ini akan tinggal di rusunawa. Namun, Bupati Garut Rudy Gunawan sudah memastikan korban bencana banjir yang kini tinggal di rusunawa dibebaskan dari biaya apapun selama satu tahun ke depan.

Yang bisa dilakukan saat ini adalah membangun harapan dan semangat hidup para pengungsi. Mereka yang telah kehilangan korban jiwa maupun kerugian material akibat bencana air bah. “Kami senang melihat mereka tersenyum gembira, karena merasa diperlakukan sebagai manusia di sini,” kata Suliani Mawardi, isteri Camat Cilawu yang memimpin pengelolaan dapur umum di rusunawa.

Dari petak-petak di rusunawa yang semula terbengkalai, asa untuk kembali bangkit mulai disusun. Dan di atas semuanya, rasa kemanusiaan menjadi yang paling utama. Seperti bunyi ungkapan di salah satu spanduk ormas pemberi bantuan bagi korban bencana yang terpasang di tembok rusun, ‘Ngajaga Lembur, Akur Jeng Bela ka Dulur, Panceg na Galur’. Mereka bertekad bersama untuk teguh dalam pendirian, berada di garis depan dalam menjaga kampung, persaudaraan, dan lingkungan.

Seperti ditayangkan di http://ksp.go.id/membangun-asa-dari-rusunawa/

Leave a Reply

Your email address will not be published.