Liputan latihan timnas U-22 di Karawaci garapan kelompok ini menghadirkan keunggulan tersendiri karena menampilkan ‘atmo’ alias ‘natural sound’ teriakan-teriakan asisten pelatih Luis Milla.
Mengerjakan Ujian Tengah Semester mata kuliah Jurnalistik Televisi Universitas Multimedia Nusantara, Farrell Yendi, Joseph Christhoper, Joshua Christian, Kevin Lilian, dan Sigit Triantoro mengambil sisi ‘hard news’ dan detail materi latihan tim nasional U-22 di Sekolah Pelita Harapan, Karawaci.
Dalam paket jadi berdurasi 2 menit 38 detik ini, kekurangan mereka tak beda dengan kelompok sebelumnya, yakni minim (bisa dibilang tidak ada) CG/character generator yang muncul di layar. Bahkan, saat soundbyte asisten pelatih Bayu Putra ditampilkan dalam jumpa pers pun, tak ada CG nama tampil menjelaskan siapa narasumber berbicara. Padahal, ini sisi plus yang mereka hadirkan, yakni mencari materi liputan tak hanya di lapangan latihan, namun mengejar hingga konferensi pers di Hotel Yasmin, Tangerang.
Catatan keunggulan khusus tim ini yakni saat mereka ‘menjembrengkan’ natural sound alias atmosphere lebih dari 20 detik asisten pelatih Milla memberi instruksi. Rolling atmo pelatih fisik Miguel Gandia ini memberi nuansa khas, “You inside.. pressing.. change…”
Sayang, memang kelebihan ini tak disertai CG yang seharusnya muncul menjelaskan visual di layar. CG bisa muncul misalnya, ‘Asisten Pelatih Jelaskan Pola Transisi Pemain’, ‘Miguel Gandia Bersemangat Tularkan Ilmunya’, ‘Keseimbangan Menyerang dan Bertahan Jadi Fokus Sesi Latihan’, dan banyak variasi lain.
Testimoni peliput
Lima anggota tim ini datang ke Karawaci berbekal 2 buah kamera Canon 700 d lensa 18-135mm, 1 lensa tele 50-200 mm, dan 2 buah tripod. Tentu ditambah telepon seluler sebagai back-up perekam audio saat Sigit take sesi on-cam.
Sebelum turun ke lapangan, mereka melakukan observasi dan mencari data sebanyak mungkin agar mendapatkan angle yang sesuai pada saat eksekusi. “Pada akhirnya kami memilih fokus pada angle permainan cepat yang diterapkan oleh Luis Milla pada para pemain,” kata Joseph.
Joseph berperan sebagai penulis naskah paket. “Terus terang, saya baru pertama kali menulis naskah jadi harus merlukan koordinasi lebih banyak dengan anggota kelompok yang lain terutama dengan editor,” kisahnya.
Sigit selaku reporter standupper menjelaskan, ini pengalaman baru turun lapangan bersama rekan satu tim. “Untuk pertama kalinya saya turun ke lapangan untuk meliput berita seputar olahraga, yang mana sebenarnya bukanlah minat saya,” ungkapnya. Dari situ ia belajar untuk bisa menguasai tema yang ditentukan, dan berusaha untuk menjadi jurnalis yang serba bisa dalam segala tema berita.
Dua juru kamera pun punya kenangan unik. Farell senang karena bisa mendapatkan footage yang dekat sekali dengan para pemain dan staf pelatih sehingga terlihat lebih eksklusif. “Namun, menjadi catatan tersendiri karena kami lupa membawa memori card lebih sehingga tidak bisa banyak ‘belanja’ gambar,” tuturnya.
Kevin juga puas karena ia banyak belanja gambar dari tiap-tiap pemai, baik dalam latihan, saat istirahat (tapi mana, tak ditampilkan visualnya?), maupun setelah latihan berlangsung. “Tapi, kami lupa membawa alat tambahan seperti monopod, yang mutlak diperlukan agar video lebih stabil,” katanya.
Joshua selaku penyunting visual menjadi aktor yang berperan penting menata gambar dan suara. “Saya merasa tugas sebagai editor tidak terlalu berat karena kami sebelum hari H kumpul dan ketemu bareng untuk membicarakan, menyeleksi, memilah dan memilih footage mana yang akan kelompok kami ambil,” urainya.
Namun, ada kekurangan saat menampilkan footage natural sound intruksi Miguel Gandia yang sedikit kecil suaranya. “Akhirnya, bisa teratasi dengan menaikkan suaranya namun menjadi agak pecah,” jelas Joshua memberikan ‘tips and trick’.