Totalitas Liputan, Tak Hanya Satu Sudut Pandang

Dalam liputan konser BTS kali ini, mereka tak hanya mengejar narasumber dan footage di Serpong, tapi hingga ke Bandara Soekarno Hatta.

Seperti beberapa kelompok lain, Gracesillya Febriyani, Ika Rodhiah, Riska Andriani, Loretta Novelia dan Sheren Oliviani meliput konser BTS yang punya di kekuatan ‘Army’ alias para penggemar fanatiknya untuk Ujian Akhir Semester Jurnalistik Televisi Universitas Multimedia Nusantara.  Bedanya, project mereka lebih komprehensif, lengkap. Tak hanya liputan di venue, tapi juga di hari minus acara, saat histeria kedatangan sang artis di airport. Ini menunjukkan keseriusan dan totalitas mereka.

Presenter Loretta, maupun reporter Ika di Cengkareng dan Riska di Serpong sudah menunjukkan kerja bagus nan penuh percaya diri. Dengan beberapa kali usaha –ditunjukkan dengan ‘bloopers’ yang menjelaskan koleksi kesalahan kecil- mereka tampil bak jurnalis dan anchor profesional.

Disain tata letak (appereance) di layar sudah cukup bagus, cuma akan lebih oke kalau diiringi penempelan Character Generator (CG) yang lebih konsisten. Tanpa adanya grafis, footage dari youtube menghasilkan kekuatan tersendiri pada paket pengantar live. Sayang memang, reporter live di lokasinya hanya satu orang.

Lima srikandi pantang menyerah

Gracesillya, videografer di dua lokasi mengungkapkan, kendala liputan di bandara yakni pengendalian kamera yang konsisten. Lokasi terlalu ramai dan berdesak desakan. Penggunaan tripod juga tidak cukup sehingga harus naik keatas kursi dan menaikan sendiri tripod tersebut. Jadi, saat berada di bandara pengambilan footage seperti menggunakan go pro dengan SLR. “Saat pengambilan ptc di bandara saya kesulitan saat menentukan lokasi. Karena, banyak orang berlalu lalang dan menutupi jalan mereka untuk mencari angle yang baik,” paparnya.

Sementara, kendala saat berada di ICE, BSD City adalah cuaca yang sangat panas sehingga gambar yang di dapat terlalu silau. “Kami perempuan berlima harus saling membantu satu sama lain dalam kelompok jika ada kesusahan, karena tidak ada laki-laki sama sekali dalam kelompok kami,” terangnya.

Ika, reporter di bandara, menjelaskan, untuk PTC kendalanya terlalu banyak gangguan suara di bandara sehingga membuatnya harus membesarkan volume saat menyampaikan PTC. “Kami juga menggunakan mic, namun mic terlalu banyak menangkap suara, bukan hanya suara saya tapi, suara yang lainnya juga ikut terekam,” kenangnya. Mereka pun meminimalir gangguan suara itu dengan menggunakan hp, kami merekam suara dengan mic dan hp, lalu memilih rekaman suara mana yang tidak terlalu noise.

Riska, reporter live di Serpong mengungkapkan kesulitannya mencari narasumber di Serpong. “Para ARMY rata-rata tidak mau kami wawancara karena mereka sibuk mengantre dan malu,” katanya.

Presenter studio dan voice over, Loretta menekankan pentingnya suara clear saat taping studio. “Kami harus menunggu agar suara-suara dari luar berhenti agar tidak masuk ke video, itulah yang memperlambat proses pengambilan gambar kami. Selain itu untuk cahaya kami sempat mengalami kendala karena terlalu gelap,” urainya

Sheren, videografer dan penulis naskah, menceritakan susahnya liputan dengan efektif di tengah kerumunan massa. “Para fans datang dengan cara berdorongan sehingga saya dan timterdorong hingga kami menaiki kursi,” kisahnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published.