Jepang Cahaya Asia melawan Permainan Kartel Kolombia

“Bila Pulau Jawa tinggal selebar danau kelor, maka akan ada wiring kuning dedege cebol kepalang (jago kate berbulu kuning) yang menguasai tanah Jawa selama seumur jagung.”

 

 

Itulah serat ramalan Raden Jayabaya, Raja Kerajaan Kediri yang terkenal dengan ‘Jangka Jayabaya’ atau ‘The Prophecy’-nya tentang bakal datangnya seorang penjajah menguasai tanah Jawa. Siapa sangka, yang dimaksud orang kate berkulit kuning itu adalah bangsa Jepang, yang datang dan menguasai Nusantara selama 3,5 tahun, hanya seperseratus dari penjajahan kolonialisme Belanda yang sampai 350 tahun bercokol di Bumi Pertiwi. Tapi, meski tak selama imperialisme Belanda, setidaknya Jepang berkuasa sampai 10 kali melebihi umur jagung dari musim tanam sampai panen yang 3,5 bulan

Itulah Jepang, bangsa yang terkenal dengan semangat tinggi. Para pejuangnya tak jarang memilih ‘seppuku’ atau ‘harakiri’, bunuh diri dengan cara merobek perut dan mengeluarkan usus untuk memulihkan nama baik, daripada dianggap gagal dalam tugas.

Bagi mereka, lebih baik mati berkalang tanah daripada hidup menanggung malu. 2018 ini merupakan keikutsertaan tim ‘Samurai Biru’ dalam Piala Dunia keenam secara berturut-turut sejak 1998.

Pada rentang itu, dua kali mereka lolos ke putaran kedua, yakni saat menjadi tuan rumah bersama Korsel di 2002 dan pada perhelatan 2010 di Afrika Selatan.

Petang ini, Jepang tampil sebagai tim kelima wakil dari benua Asia dan Australia. Sejauh ini, dari empat negara lain, hanya Iran yang bisa mencetak tiga poin lewat kemenangan tipis atas Maroko. Arab Suadi dicukur Rusia 0-5, Australia kalah 1-2 dari Prancis dan Korsel tumbang 0-1 dari Swedia.

Mampukah Makoto Hasebe dan kawan-kawan menunjukkan derajat sebagai bangsa yang pernah digelari sebagai pemimpin, pelindung dan cahaya Asia ini membendung serbuan Kolombia sebagai tim langganan Piala Dunia utusan Amerika Latin.

Kolombia tak bisa dipandang sebelah mata. Negara ini punya cerita saat Piala Dunia 1994 memakan korban pemain belakangnya, Andres Escobar.

Escobar, kapten timnas yang bermain gemilang sepanjang kualifikasi menuju Piala Dunia di Amerika Serikat, tewas ditembak di Medellin, kota terbesar di Kolombia, usai pulang dari bar, tak lama setelah pulang dengan kegagalan lolos dari fase grup A. Kolombia jadi jurukunci grup setelah kalah 1-3 dari Rumania, keok 1-2 dari AS dan menang 2-0 atas Swiss. Pada partai kedua melawan AS, Escobar, pria berjuluk El Caballero del Futbol’ atau ‘Gentleman of Football’ karena gaya mainnya nan elegan, tenang, dan ‘bersih’ di lapangan itu, menceploskan bola ke gawang sendiri. Gagal memotong umpan silang John Harkes, bola sodokan Escobar menggetarkan jala gawang Oscar Cordoba yang seharusnya mati-matian dijaga kesuciannya.

Sebelum menghembuskan nafas terakhir, saat tiba di Kolombia sebagai pemimpin dari tim pecundang, Escobar mencoba membesarkan hati para penggemarnya. Pemain yang kala itu bermain untuk Atletico Nacional ini menulis pesan untuk ‘El Tiempe’ koran terbitan Bogota:

“Hidup tak berhenti di sini. Kita harus terus berjalan.

Hidup tak boleh berhenti di sini.

Tak peduli seberapa sulit, kita harus bangkit.

Kita cuma punya dua pilihan: membiarkan kemarahan melumpuhkan kita dan kekerasan berlanjut,

atau kita menaklukkannya dan mencoba yang terbaik untuk membantu orang lain…

Jadi, kehormatan mana yang akan berjaya sore ini: kemenangan untuk Bushido para Samurai negeri Nippon atau menjadi milik ‘Los Cafeteros’ negara produsen kopi unggulan dunia…
Bina Graha, 19 Juni 2018

  • Agustinus ‘Jojo’ Raharjo, penggemar sepakbola, saat ini bekerja sebagai Tenaga Ahli Komunikasi Politik dan Informasi Kantor Staf Presiden

Seperti ditayangkan di http://beritajatim.com/olahraga/331488/jepang_cahaya_asia_melawan_permainan_kartel_kolombia.html dan

Jepang Cahaya Asia melawan Permainan Kartel Kolombia

Leave a Reply

Your email address will not be published.