Belitong: Bagusnye Dak Teritong! (2)

Hari kedua di Belitung, saatnya kita menjelajah pantai dan pulau!

Hari pertama di Belitung sebagian besar kami habiskan di Kabupaten Belitung Timur, daerah asal Laskar Pelangi, Ahok, dan juga keluarga Yusril Ihza Mahendra.

Selain berpose di Replika SD Muhammadiyah Gantong, Dermaga Kirana dan Rumah Keong serta Rumah Ahok, setidaknya ada beberapa obyek lain di kabupaten yang beribukotakan Manggar itu.

Makan siang berlangsung di rumah makan tepi danau. Restoran Fega di Manggar menjanjikan berbagai titik menarik nan ‘Instagramable’ karena lokasinya yang asyik.  Ada bagian bangunan dibuat semacam kapal, lengkap dengan kemudi dan pirantinya, juga table yang menjorok ke tepi danau. Ini di Belitung, Bung! Bukan di Florida, hehehehe…. Kebetulan saya pernah main ke Orlando, spot kecil di selatan Amerika yang punya danau rupawan di tengah kota.

Belitung Timur juga punya pantai. Namanya ‘Pantai Burung Mandi’, yang kerap disebut sebagai ‘Ancol’-nya Belitung Timur. Kenapa diberi nama demikian, karena pantai ini dekat dengan sebuah bukit yang juga disebut Gunung Burung Mandi.

Versi lain, konon pada zaman dulu di pantai ini kabarnya banyak sekali ditemukan burung-burung yang sedang mandi. Maka dinamakanlah oleh masyarakat setempat pantai ini dengan Pantai Burung Mandi. Di tempat burung mandi itulah terdampar patung ‘Dewi Kwan Im’ yang kini bertakhta di Viraha Dewi Kwan Im.

Vihara ini menjadi vihara terbesar dan tertua yang ada di Pulau Belitung, berdiri sejak 1747. Setiap harinya, vihara ini ramai didatangi pengunjung baik yang ingin beribadah maupun berwisata, terutama saat Imlek dan Waisak.

Yang keren, ada semacam ‘ritual’ mendamba keberuntungan bagi tamu dengan melempar uang-uang koin di tangga menuju Patung Dewi Kwan Im. Ya mirip-mirip dikitlah dengan mitos lempar uang di Fountain Trevi, kolam air mancur paling terkenal di pusat kota Roma, Italia.

Hari Kedua, Jelajah Lima Pulau

Setelah hari pertama di Beltim, hari kedua kami puaskan di Kabupaten Belitung, atau kerap disebut Belitung Induk. Memang, di kabupaten inilah hotel-hotel representatif bintang tiga dan empat tersedia. Dari Santika sampai BW Inn dan BW Suite.

Harapan akan makin terbukanya akses ke Bandara Tanjung Pandan kian terbuka setelah bulan lalu bertambah lagi satu jadwal penerbangan, yakni Wings Air dari Bandara H.A.S. Hanandjoeddin, Belitung ke Bandara Husein Sastranagara, Bandung.

“Wah, enak sekali, nih. Wisatawan dari Bandung akan banyak ke mari, dan saya juga bisa sering-sering ajak anak isteri ke Lembang di akhir pekan,” kata Wakil Bupati Belitung Isyak Meirobie.

Malam itu, Isyak, politisi muda, menjamu kami di Rumah Makan ‘Timpo Duluk’ artinya ‘Tempo Doeloe’. Sesuai namanya, tempat makan miliknya ini sengaja dikemas ke masa lalu, dengan piranti-piranti yang membawa waktu seperti berputar kembali. Ada radio kuno, foto-foto, topi caping maupun benda-benda unik lagi. Termasuk bangunan tuanya pun, ‘diselamatkan’ Isyak dari kepunahan.

“Kita akan makan dulang set. Ini biasa disajikan untuk menyambut tamu kehormatan,” kata Pak Wakil Bupati. Menurut Isyak, dalam satu dulang terdapat beberapa jenis makanan yang akan dimakan bersama. Biasanya ada tumis pucuk iding-iding, ayam bumbu ketumbar, umbut kelapa, sate ikan, gangan daging dan tak lupa ikan bakar beserta sambal nanas. Kue Bingka atau Bingke juga tersaji terpisah sebagai makanan penutup dan teman berbincang setelah makan. Begitu pula nasi dan air minum yang disajikan d iluar dulang.

Rumah Makan ‘Timpo Duluk’ layak jadi referensi wajib saat berkunjung di Belitung, selain Mie Atep yang ada pada tulisan bagian pertama, dan Warung Kopi Ake di pusat kota, tak jauh dari tugu Batu Satam.

Bicara budaya minum kopi, Belitung adalah tempatnya. Andrea Hirata pun menyebut dalam salah satu novelnya bahwa di Belitung terdapat ‘warung kopi terpanjang di dunia’, menyebut tradisi orang lokal nongkrong sampai malam meminum bergelas-gelas kopi. Tepatlah kiranya, di Belitung Timur ada monument teko dan gelas kopi, menandai betapa kentalnya budaya ini.

Dan puncak dari perjalanan ke Belitung ini adalah menyisir lima pulau di sekitar Tanjung Kelayang. Cukup dengan Rp 250 ribu per kepala, kita bisa ikut paket ‘Island Hopping’ mengitari Pulau Burung, Pulau Pasir, Pulau Kelayang, Pulau Lengkuas, dan Pulau Kepayang.

Usai menjelajah lima pulau yang menjanjikan bermain pasir, snorkeling, kuliner, wisata batu raksasa dan mercusuar, masih ada satu pulau lagi dituju dengan mobil. Pulau Tanjung Tinggi, sebagai lokasi syuting ‘Laskar Pelangi’ jadi tujuan akhir.

Eh, masih ada tujuan akhir lagi, sih. Tentu saja itu adalah pusat oleh-oleh makanan khas Belitung, yakni keripik ikan, lada, ketam alias kepiting kecil berisi, terasi belacan, maupun aneka souvenir.

Itulah Belitung, yang orang lokal pun dengan bangga menyebutnya sebagai Belitong, ‘Bali yang Terpotong’. Dengan bangga juga, kita bisa mempercakapkannya dalam dialek Melayu: Belitong, Bagusnye Dak Teritong!

Sebagaimana ditayangkan di https://jokowidodo.app/post/detail/belitong-bagusnye-dak-teritong-2

Leave a Reply

Your email address will not be published.