Endorse Buku Soccer Traveler Hardimen Koto
Selamat Siang,
Bang Memen, Bang Hardimen Koto
Terima kasih bukunya sudah diterima di rumah
Saya janji, semoga nanti bisa membuat resensinya
Perjalanan Soccer Traveler
Sebagai wartawan olahraga, wartawan sepak bola yang sudah mengembara ke mana-mana
Itu adalah keinginan banyak orang
Saya baru saja baca beberapa halaman saja di depan
Dimulai dari wartawan ‘Semangat’,
Koran di Padang, di Sumatera Barat
Ada pertandingan Arseto melawan Semen Padang di Padang
Dan seorang Hardimen Koto muda bertanya kepada kiper dan kapten Arseto Asmawi Jambak,
“Siapa pemain idola Anda?”
Jawabannya adalah “Peter Shilton!”
Luar biasa sekali itu Hardimen Koto muda
Kemudian pindah ke Surya, ke Bola, ke TransTV dan segala macam
Dan segala cerita-cerita, baru saya baca
Kita juga sempat ketemu saat nonton Piala Dunia di Rusia,
Terima kasih Bang Memen bukunya,
Sukses selalu
Dengan dukungan dari XTen
Sukses dan sangat menginspirasi, The Soccer Traveler
You’ll Never Walk Alone
Jangan kecewa
Meski tadi malam Liverpool kalah lagi
Salam sehat Bang Memen!
Lorong Waktu ‘The Soccer Traveller’ Hardimen Koto
Setiap dari kita memiliki ‘lorong waktu’ sendiri dalam hidup ini. Passage of time. Sebuah ‘kairos’ atau kesempatan waktu berharga yang tak bisa terulang kembali. Tentu kita kerap memiliki keinginan berada ada dalam ‘lorong waktu’ yang paling ideal, tapi kerap kenyataan menaruh kita di rel yang lain.
Pengennya jadi pemain sepak bola, akhirnya jadi dosen. Pengennya jadi wartawan olahraga, malah jadi birokrat. Pengennya tinggal di kota yang tenang, ternyata tiba di sebuah spot yang amat bising. Pengennya sering bisa jalan-jalan, tapi bisa jadi setahun dua tahun terakhir malah tidak terbang sama sekali.
Hardimen Koto mungkin beruntung. Ia memiliki ‘lorong waktu’ yang diidamkan banyak orang. Sejak muda menjadi wartawan olahraga -maha khusus adalah sepak bola. Karena itulah, ia kenyang dengan perjalanan. Ia puas dengan destinasi. Tempat-tempat penting, even besar nan monumental, serta orang-orang hebat yang tak bisa dijumpai dengan biasa.
Hoki? Mungkin iya. Sebagian sisi baik perjalanan hidup kita tak lepas karena keberuntungan. Tapi, keberuntungan yang baik datang dari kerja keras yang persisten. Sisi kerja tak kenal lelah, melawan jet lag, mengejar jadwal kereta atau pesawat tanpa cukup tidur, serta perjuangan mendapatkan akreditas dan menunggu demi bertemu figur yang ditargetkan. Pernik-pernik begitu kerap dilupa orang.
Saya mengenal Bang Hardimen, kabarnya ia suka dipanggil Memen, dari jauh saja. Saat saya menjalani masa remaja di Surabaya. Membaca tabloid Bola. Lalu ‘melihat’-nya termasuk kloter yang boyongan dari Palmerah untuk mendirikan tabloid ‘GO’. Kemudian menonton program ‘Stadio’ di TransTV, stasiun televisi idola anak muda 2000-an di mana Bang Memen menjadi wapemred dan memperkenalkan stadion demi stadion di Indonesia dalam sebuah acara khusus seminggu sekali malam hari. Sampai kemudian kami bertemu dalam WAG khusus penggemar Liverpool dan berada dalam satu ‘lorong waktu’ yang sama di arena Piala Dunia 2018 di Rusia, tentu sebuah kehormatan besar.
Hardimen Koto merupakan sedikit orang yang baik menulis maupun berlisan sangat paripurna dalam menyusun diksi. Ada orang dengan kemampuan menyusun kata-kata dalam tulisan begitu luar biasa, tapi saat bicara di muka umum menjadi mudah sekali terbata-bata. Atau sebaliknya, ada pakar komunikasi publik di layar lebar, tapi begitu diminta menulis secara sistematis seperti tak terarah.
Dan lagi-lagi semua karena ketekunan. Seperti kisah Hasril Chaniago, legenda pers Sumatera Barat yang mengenang perjumpaan awalnya dengan Bang Memen. Sebagai wartawan Singgalang di Bukittingi, Hasril sengaja datang ke Padang untuk menonton partai Galatama 1983 antara Arseto Solo melawan tuan rumah Semen Padang di Stadion H. Agus Salim. Tak lain dan tak bukan, karena Hasril ingin berjumpa dengan Asmawi Jambak, kiper sekaligus kapten Arseto yang satu alumni dengan Hasril di Sekolah Teknik Negeri 1 Bukittingi.
Usai pertandingan, Hasril berdesakan untuk bertemu Asmawi. Jangan bayangkan ada konferensi pers seusai laga seperti saat ini.
“Saya berebut bersalaman bersama wartawan yang berkerubut mewawancarai Asmawi. Salah satu wartawan yang penampilan dan pertanyaannya berbeda adalah Hardimen Koto. Saya tahu namanya karena ia memperkenalkan diri: Saya Hardimen Koto dari Harian Semangat,” kenangnya.
Setelah menyebut identitasnya, Hardimen melontarkan pertanyaan: siapa pesepak bola idola Anda? Tanpa perlu berpikir, Asmawi menjawab: Peter Shilton! Kiper Arseto itu merujuk pada kiper legendaris timnas Inggris.
Demikianlah, maka saat Hasril menjabat Redpel Singgalang di Padang, ia tak bisa menolak ingatan itu untuk ‘membajak’ Hardimen. Berada di kapal besar tentu Memen makin berkembang, tapi nalurinya menginginkan laut yang lebih luas: pindah ke Jawa. Di situlah Hardimen terus mengepakkan sayapnya melalui Grup Kompas Gramedia, dimulai dari koran Surya di Surabaya.
Perjalanan Memen ke mana-mana demi sepak bola diuraikan di buku setebal 116 halaman ini. Dari menjadi jurnalis Indonesia pertama peliput Piala Afrika di Tunisia, Piala Dunia, Piala Toyota, dan lain-lain. Termasuk mendampingi klub Indonesia dan Timnas Garuda ke berbagai even internasional seperti Primavera dan Piala Asia. Menjadi saksi gol indah Widodo Cahyono Putro dari belakang gawang Kuwait di Stadion Sheikh Zayed, Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, 4 Desember 1996 adalah ‘lorong waktu’ yang indah. Tak lupa, sisi sepak bola negeri tetangga, Thailand dan Kamboja, dibahasnya secara spesial.
Khusus untuk penggemar Liverpool, Hardimen bercerita perjalanan ke ‘kota suci’ untuk dua hal: menonton tim pujaannya dan mengunjungi The Cavern Club, tempat lahirnya The Quarrymen yang selanjutnya berevolusi menjadi The Beatles. Empat pemuda Liverpool membentuk ‘Fab Four’ yang kemudian menyihir dunia.
Kali lain, Hardimen berkisah tentang perjalanannya ke Santiago Bernabeu, 14 Juni 2015 demi memburu legenda Liverpool dalam pertemuan dengan legenda Real Madrid. Di sinilah akses dan keberuntungannya membawa bertemu para legenda usai laga amal itu. Berpose bersama Robbie Fowler, berbincang tentang kuda-kuda milik Michael Owen, berdekatan dengan Ian Rush serta pose dirangkul Salif Diao.
Silakan memesan buku yang kehadirannya didukung penuh X Ten Indonesia ini jika Anda ingin mereguk perjalanan dan kisah-kisah tak terulang dalam ‘lorong waktu’ Hardimen Koto.
Kalaupun mesti memberi kritik, menurut saya, Bang Memen perlu menyisipkan tips praktis agar bagaimana wartawan sports pemula kelak bisa mengikuti jejaknya: menulis yang indah, bicara yang tertata, menyusun itinerary nan rapi, serta strategi perjuangan lobi-lobi demi memenuhi misi.
Atau, memang ia ingin berbagi dengan metode praktis, learning by doing?
Proficiat, selamat, what a journey, Bang Hardimen!
Agustinus ‘Jojo’ Rahardjo, pencinta Liverpool, penyuka tulisan tentang sepak bola, mensyukuri ‘lorong waktu’ yang indah dalam kehidupan ini