Perjuangan Josua Victor Nainggolan

Lawyer idealis. Tak kapok meski sering ‘dikadalin’.

Dia sahabat saya. Sejak masa perjuangan di Universitas Airlangga. Beda fakultas saja. Josua Victor Nainggolan di kampusnya Prof JE Sahetapy, saya di fakultasnya Prof Soetandyo Wignjosoebroto.

Sama-sama merantau ke Jakarta. Jos benar-benar jatuh bangun. Saya ingat, sepuluh tahunan lalu pernah ke rumah saya nun jauh di Ciledug. Dari Jakarta Timur rumahnya, bermotor hanya untuk konsultasi sebuah kasus.

Kini, Jos meroket. Punya kantor di Jakarta Pusat. Jantungnya ibu kota. Kemarin dapat pekerjaan sebagai tim legalnya PB PON Papua, lalu menangani perkara sebuah BUMN, dan banyak lagi. Kadang menguntungkan. Kadang juga tidak dibayar sesuai janji.

“Risiko profesi, Jo,” katanya dari atas mobil Wuling keluaran 2022. Usai kami bersantap makanan haram di Terminal Pasar Senen. Lagu-lagu Bryan Adams dan Bon Jovi mengalir dari playlist tape mobil itu. Khas arek lawas.

“Saya sekarang adalah akumulasi masa lalu,” itu coretan yang terpampang di whiteboard kantor law firmnya. Saya yakin itu tulisan tangannya. Tidak boleh dihapus oleh karyawannya.

Suatu saat, Josua berpetuah kepada anak sulungnya, Agnes, yang saat ini sedang menempuh studi magister Hukum Bisnis di Universitas Indonesia. Dari balik mobil, Josua menunjukkan tempatnya pernah tidur di emperan Kampung Melayu.

“Kamu harus tahu, Nak. Papa pernah tidur di situ, makan dari belas kasihan orang,” kata bapak dua anak yang dua-duanya meneruskan jejak di disiplin ilmu hukum itu.

Tak lain karena Josua tahu, bahwa hidup ini adalah perjuangan. Semangat itu harus diwariskan kepada keturunannya. Meski secara garis start, mereka sudah jauh lebih baik.

Wis, urip iki dilakoni ae, Jo. Tapi, satu hari nanti, saya ingin menghabiskan masa tua dengan bertani,” kata pria asal Sumatera Utara yang sempat ada dalam barisan relawan Jokowi itu.

Leave a Reply

Your email address will not be published.