Bagi umat Katolik, Perayaan sengsara hingga penyaliban Yesus yang divisualkan menjadi daya tarik tersendiri. Memahami bagaimana Kristus menderita.
Umat menyebutnya sebagai ‘tablo’. Bentuk drama yang memvisualkan sebuah peristiwa. Dalam Kamus Bahasa Indonesia dimaknai sebagai ‘lakon tanpa dialog’. Pada visualisasi penyaliban Yesus ini, ada sih dialognya. Sudah direkam, tapi kemudian disuarakan ulang secara live oleh para pemerannya.
Di Surabaya dulu, hampir tiap Jumat Agung saya meliput peristiwa ini. Teman-teman Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) yang melakonkan.
Kali ini, di Santa Bernadet, Graha Raya, Ciledug, tablo menarik magnet ratusan umat. Bisa jadi karena tiga tahun kemarin terjeda akibat pandemi.
Kerumunan orang Yahudi berteriak, “Mana kuasaMu, Yesus, mana?”
Juga suara perempuan antagonis berseru, “Kau pantas mendapatkan itu, Yesus…”
Serius sekali para pemeran itu.
Sementara di belahan daerah lain, ada yang menertawakan karena Yesus yang dipilih bukan gondrong, tapi gendut. Imut.
Apapun, ini adalah sarana yang seharusnya membuat kita sadar, betapa Ia melakukan itu untuk manusia. Bukan menjadi penyelamat agar Israel bebas dari penjajahan. Tapi, agar dunia merdeka dari dosa.