The Legendary Airport: Halim Perdanakusuma

Memang bukan kali pertama. Tapi senang bisa kembali terbang dari dan menuju Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur.

Ini bandar udara yang sangat fenomenal. Dulu dikenal sebagai bandara ‘Tjililitan’. Kalau tidak salah, pernah masuk komik Tintin selain Bandara Kemayoran. Saat menjadi produser talk show Kompas Petang KompasTV, saya sempat mengangkatnya dalam perbincangan khusus, kala bandara berkode HLP kembali diaktifkan. Saat itu, 10 Januari 2014, HLP kembali on untuk mengalihkan penerbangan dari Soekarno-Hatta yang dinilai terlalu sibuk. Sempat ditutup, lalu bandara yang kerap jadi keberangkatan penerbangan pesawat VVIP ini dibuka kembali setelah revitalisasi.

Pekan-pekan lalu menikmati sekali singgah di bandara “mini” ini dengan runway cukup panjang 3.180 x 54 meter. Dua kali pulang pergi ke Palembang. Sekali jelang terbang ke Papua Tengah, dan baliknya dari arah Adisucipto, Yogyakarta.

Dari sini saya pernah terbang dalam pesawat jet khusus ke Bandung. Pernah pula ikut rombongan Wakil Presiden Jusuf Kalla ke Bali pulang pergi dalam 6 jam. Dan kini, kembali ke HLP untuk petualangan tak kalah istimewa.

Tak banyak yang tahu, nama bandara ini berasal dari pria asal Madura. Marsekal Madya TNI (Anumerta) Abdul Halim Perdanakusuma (18 November 1922 – 14 Desember 1947) merupalan seorang pahlawan nasional Indonesia. Ia meninggal dunia saat menjalankan tugas semasa perang Indonesia – Belanda di Sumatra, yaitu ketika ditugaskan membeli dan mengangkut perlengkapan senjata dengan pesawat terbang dari Thailand.

Halim dilahirkan SampangMaduraHindia Belanda, pada 18 November 1922. Semasa perang mempertahankan kemerdekaan Indonesia melawan penjajah Belanda di Sumatra pada tahun 1948, Halim Perdanakusumama dan Marsma Iswahjoedi ditugaskan membeli perlengkapan senjata di Thailand. Keduanya ditugaskan dengan pesawat terbang multifungsi Avro Anson RI-003. Pesawat terbang itu dipenuhi dengan berbagai senjata api, di antaranya karabinbren gunpistol dan granat tangan.

Dalam perjalanan pulang, pesawat terbang tersebut jatuh karena cuaca buruk.  Bangkai pesawat terbang tersebut ditemukan di sebuah hutan berdekatan dengan kota Lumut, PerakMalaysia (ketika itu masih bernama Uni Malaya). Namun tim penyelamat hanya menemukan jasad Halim, sementara jasad Iswahyudi tidak diketemukan dan tidak diketahui nasibnya hingga sekarang. Begitu juga dengan berbagai perlengkapan senjata api yang mereka beli di Thailand, tidak diketahui kemana rimbanya.

Jasad Halim kemudian sempat dikebumikan di kampung Gunung Mesah, tidak jauh dari GopengPerakMalaysia. Pusat data Tokoh Indonesia mencatat, di daerah Gunung Mesah itu banyak bermukim penduduk keturunan Sumatra. Beberapa tahun kemudian, kuburan Halim digali dan jasadnya dibawa ke Jakarta dan dimakamkan kembali di Taman Makam Pahlawan KalibataJakarta.

Jayalah penerbangan Indonesia, menjadi legenda sebagaimana Halim yang gugur dalam tugas negara.

Leave a Reply

Your email address will not be published.