Di medsos, di perbincangan anak muda, istilah ‘Korea’ yang disampaikan Ketua Komisi III DPR RI Bambang Wuryanto alias ‘Bambang Pacul’ begitu ‘melenting’.
Istilah ‘korea-korea’ menurut Bambang Pacul memang begitu populer bagi masyarakat Jawa. Berdasarkan apa yang orang-orang dahulu ceritakan, ‘korea’ ini memiliki keterkaitan dengan pasukan Jepang yang berasal dari negara Korea. Mereka tidak segagah tentara Jepang, namun militansinya sangat tinggi.
Di Jawa, istilah ‘korea’ berkembang yang kemudian mengacu pada orang-orang dari kelas bawah yang mempunyai kehendak subjektif tinggi untuk melenting ke atas. Mereka punya semangat kejuangan untuk keluar dari belenggu kemiskinan. Para ‘korea’ selalu berusaha keluar dari jurang kemiskinan dengan lompatan yang eksponensial, orientasi kehidupannya terus bergerak ke lapisan sosial atas.
Derapjuang pernah menulis, dalam sebuah acara yang mengusung tajuk ‘Kongkow Bambang Pacul’ yang dilaksanakan di Joglo Panglipuran Borobudur, Kabupaten Magelang, millennial dan Gen Z yang hadir sebagai peserta mendapat pemahaman langsung mengenai arti ‘korea’. Bambang Pacul menyampaikan jika ‘korea’ berkaitan dengan mentaliteit. Adapun untuk menjadi ‘korea’ sejati, maka syaratnya adalah selalu mempunyai tujuan hidup yang dipegang teguh.

“Yang dikau pelihara sebagai korea adalah niatmu. Nawaitu-mu yang harus dibasuh sampai mengkilat. Inilah yang akan membentuk kehendak subjektif,” kata Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Tengah itu.
Untuk melenting ke atas, maka ‘korea’ harus mengenali dirinya sendiri. Seorang ‘korea’ mesti memilih apakah akan mengembangkan pemikirannya, kekuasaan (power), atau finansial. Apabila memilih power, maka para ‘korea’ harus mencari galah yang tepat dan Partai politik adalah jawaban paling mewakili.
Bagi Bambang Pacul, Partai politik punya pengaruh yang besar untuk menentukan nasib masyarakat. Partai politik punya fungsi dan ketika dilaksanakan secara sungguh-sungguh, maka akan banyak pihak yang merasakan manfaatnya.
