Notice: Undefined index: host in /home/jojr5479/public_html/wp-content/plugins/wonderm00ns-simple-facebook-open-graph-tags/public/class-webdados-fb-open-graph-public.php on line 1020
Beberapa menit lagi kalender 2014 akan berakhir. Mungkinkah 2015 membawa kabar baik bagi sepakbola Indonesia?
Habis sudah lembaran 365 hari dalam tahun 2014. Tak ada kabar baik bagi sepakbola Indonesia tahun ini. Mimpi masuk Piala Dunia U-20 di Selandia Baru pada 2015 pupus di Myanmar setelah Evan Dimas dan kawan kawan keok tiga kali tanpa ampun. Menjadi satu-satunya tim yang gagal meraih poin, timnas U-19 didikan Indra Sjafri dipermalukan Emirat Arab 1-4, Uzbekistan 1-3 dan Australia 0-1.
Pasukan elit Indonesia giat mereformasi diri. Dulu, mereka terkenal dengan ungkapan, “Komando: tujuh huruf membawa maut”.
Memasuki komplek Komando Pasukan Khusus (Kopassus) di Cijantung serasa dihadapkan pada dua hal. Di satu sisi, ada kebanggaan menginjak salah satu markas pasukan elit Indonesia, dengan kehebatan diakui dunia, bahkan disejajarkan dengan ketangguhan SAS –Special Air Services- pasukan elit Inggris yang menang usia lebih tua. Di sisi lain, kondisi permukiman nan sederhana, perpustakaan dan museum sejarah serba konvensional seperti menunjukkan potret anggaran minim bagi sektor pertahanan negeri ini.
Pasca ‘sepakbola gajah’ PSS Sleman v PSIS Semarang dan hukuman yang dijatuhkan PSSI, timbul solidaritas warga kabupaten di pinggir Yogyakarta pada tim berjuluk ‘Elang Jawa’ itu.
Berkunjung ke Sleman, wilayah kabupaten yang mengitari kota Yogyakarta, tampak sekali betapa emosi penggemar sepakbola di sini amat teraduk-aduk. Usai pertandingan yang dibuat malu dengan lima gol bunuh diri dalam laga Divisi Utama 26 Oktober 2014 di Stadion Sasana Krida Yogyakarta, PSSI memberikan hukuman berat kepada dua pihak.
Dua tahun berkutat menjadi produser dialog KompasTV, banyak cerita bisa dibagi. Ini tentang bagaimana saat seorang produser dialog memiliki akses khusus dengan pejabat. Tapi, bukan berarti status lekat lantas menjadikan jurnalis tak kritis setelah dekat.
Bayangkan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok berdiri ke tempat kita duduk, lalu memotret kode barcode PIN (Personal Identification Number) telepon pintar kita. Itulah cara Ahok menambahkan orang lain sebagai jaringan teman dalam grup percakapan Blackberry-nya. “Begini saja lebih mudah, langsung terkoneksi kita. Daripada add PIN secara manual, nanti malah pending terus,” ungkap Gubernur DKI Jakarta itu.
Dua tahun berkutat menjadi produser dialog KompasTV, banyak cerita bisa dibagi. Ini tentang bagaimana saat seorang produser dialog harus memberitahukan kepada narasumber penting yang sebenarnya sudah deal, bahwa sang tamu tak jadi tampil di televisi.
Seorang senior di dunia produser dialog alias guestbooker, ibarat belajar di kampus, mata kuliah manajemen pembatalan narasumber memiliki tantangan, nilai, sekaligus bobot poin amat tinggi, yakni mencapai 6 SK. Bab satu ini masuk kategori tingkat kesulitan tinggi, karena mempertaruhkan hubungan baik kantor dan kedekatan personal, reputasi, serta keahlian lobby bagaimana berhadapan dengan tokoh besar, tanpa membuatnya tersinggung. Tak salah, kalau sukses, nilai yang diraih pun cukup tinggi.
Dua tahun berkutat menjadi produser dialog KompasTV, banyak cerita bisa dibagi. Ini tentang bagaimana kisah menemukan seorang legenda sepakbola Indonesia yang kini berprofesi sebagai …
Menjadi jurnalis, banyak cara untuk menemukan sebuah informasi menarik. Bisa dari riset serius, menghadapi komputer dengan jaringan internet selama berjam-jam, mencermati tumpukan kliping koran segunung, atau dengan cara santai, sambil berbaring memainkan telepon pintar.
Contoh kasus kedua saya dapat saat iseng bermain twitter. Ketika itu timnas U-19 sedang menjadi bahan pembicaraan pencinta bola, usai menjadi juara Piala AFF di Sidoarjo dan menghadapi kualifikasi Piala Asia di Jakarta. Teringat Evan Dimas dkk, teringat pula nama timnas Primavera di era 1990-an. Saya twit siapa saja ‘alumnus’ Primavera, dan bagaimana nasib pemain-pemain itu saat ini.
Dua tahun berkutat menjadi produser dialog KompasTV, banyak cerita bisa dibagi. Ini tentang bagaimana mengejar dan merayu narasumber kelas berat agar bersedia tampil di dialog live.
Pernah menyandang status sebagai jurnalis Tempo, hal-hal yang terwarisi yakni bagaimana “kegigihan” sebagai salah satu kiat menembus narasumber. Teringat Oktober 2005, dalam training orientasi calon reporter Tempo, Pemimpin Redaksi Koran Tempo saat itu, Toriq Hadad mengisahkan bagaimana harus berjam-jam, berhari-hari, menunggu di depan rumah mantan wakil presiden Try Soetrisno agar bisa mendapatkan kutipan pernyataannya sebagai salah satu orang yang dicari terkait sebuah isu saat itu. Penegasan yang sama disampaikan pembicara lain pelatihan, Nezar Patria dan Rommy Fibri: tekunlah mengejar narasumber. Tunggu di depan rumahnya. Telepon dan kirim pesan pendek sebanyak mungkin, sampai dia bosan dan akhirnya membuka pintu, mengangkat atau menjawab pesan itu. Zaman belum semudah sekarang, belum ada Aplikasi Whats App atau Blackberry Messenger.
Dua tahun berkutat menjadi produser dialog KompasTV, banyak cerita bisa dibagi. Yang ini tentang pengalaman lucu menghubungi artis yang mencoba kembali menjadi anggota legislatif.
Selalu ada cerita unik saat menghubungi narasumber untuk menjadi tamu dialog. Dengan segala suka duka dan kisah-kisah lucunya. Apalagi kalau sudah benar-benar mepet deadline. Waktu tayang kian mendekat.
Kali ini dialog ‘Kompas Malam’ akan mengangkat tema pesohor yang akan nyaleg, mencoba peruntungan berkiprah di dunia politik sebagai legislator. Ada banyak nama yang siap dihubungi, lengkap dengan nomor ponselnya. Entah nomornya benar, entah enggak, yang penting dicoba dulu. Entah mereka yang baru pertama maju nyaleg, atau yang dlu pernah jadi anggota DPR, terus vakum, terus mau nyoba lagi. Intinya, dia artis atau publik figur, dan niat terjun ke politik.
Dua tahun berkutat menjadi produser dialog KompasTV, banyak cerita bisa dibagi. Salah satunya, bagaimana ketika keberuntungan menghampiri tanpa diprediksi.
Kadang saya percaya, keberhasilan dalam hidup ditentukan oleh keberuntungan. Persoalannya, bagaimana mendapatkan hoki itu yang perlu dicermati. Bisa karena jaringan luas, kesempatan nan berpihak, atau semata-mata karena kasih karunia Tuhan. Ada juga yang bilang sebagai ‘good karma’.
Rabu 23 April 2014 lewat jam satu siang. Saya tengah berada di atas ojek yang mengantarkanku bergegas dari kampus Universitas Multimedia Nusantara (UMN) di kawasan Gading Serpong menuju Stasiun Kereta Api Serpong. Hari itu, usai mengajar dua kelas Editing Program Televisi, mesti lekas menuju kantor via KRL Commuter, agar bisa sampai sebelum jam rapat rundown Kompas Malam pukul 15.00.
Dari waktu ke waktu kita sebagai manusia kerap dihadapkan pada pilihan sulit. Meski demikian kita harus memilih dan mengambil keputusan. Hari ini setelah melalui serangkaian pembahasan dan permenungan, izinkan saya mengucap pamit dari kantor ini.
Terimakasih untuk 43 bulan di KompasTV. Dari meja koordinator peliputan nasional (menjadi korlip kedua KompasTV setelah Haris Mahardiansyah adalah sebuah kehormatan tersendiri), koordinator peliputan daerah, dan dua tahun terakhir di produser dialog.