Di Balik Layar Produser Dialog: Mengejar Si Brewok

Dua tahun berkutat menjadi produser dialog KompasTV, banyak cerita bisa dibagi. Ini tentang bagaimana mengejar dan merayu narasumber kelas berat agar bersedia tampil di dialog live.

Surya Paloh dalam persiapan wawancara live Kompas Petang bulan lalu. Menghadapi narasumber berkharisma.
Surya Paloh dalam persiapan wawancara live Kompas Petang. Menghadapi narasumber berkharisma.

Pernah menyandang status sebagai jurnalis Tempo, hal-hal yang terwarisi yakni bagaimana “kegigihan” sebagai salah satu kiat menembus narasumber. Teringat Oktober 2005, dalam training orientasi calon reporter Tempo, Pemimpin Redaksi Koran Tempo saat itu, Toriq Hadad mengisahkan bagaimana harus berjam-jam, berhari-hari, menunggu di depan rumah mantan wakil presiden Try Soetrisno agar bisa mendapatkan kutipan pernyataannya sebagai salah satu orang yang dicari terkait sebuah isu saat itu. Penegasan yang sama disampaikan pembicara lain pelatihan, Nezar Patria dan Rommy Fibri: tekunlah mengejar narasumber. Tunggu di depan rumahnya. Telepon dan kirim pesan pendek sebanyak mungkin, sampai dia bosan dan akhirnya membuka pintu, mengangkat atau menjawab pesan itu. Zaman belum semudah sekarang, belum ada Aplikasi Whats App atau Blackberry Messenger.

Lebih tujuh tahun kemudian, akhir Januari 2013, saya ditantang mempraktekkan keuletan itu. Sebagai produser dialog KompasTV, target saat itu membawa Surya Paloh sebagai tamu dialog di program Kompas Petang. Live dari lokasi Jakarta Convention Centre, lokasi Kongres I Partai Nasdem, di mana Paloh baru saja dinobatkan menjadi ketua umum menggantikan Patrice Rio Capella.

Dua hari saya mengintai lokasi, terhitung sejak hari pertama kongres pada Jum’at 25 Januari 2013. Berbagai cara dicoba: membombardir pesan pendek ke sekretaris resmi dan anak Paloh, nongkrong di coffee shop tempat peserta kongres kongkow di Hotel Sultan, dan menyelinap ke lift lantai tujuh, tempat Paloh beristirahat dari dan menuju arena kongres.

Setelah hari pertama nihil hasil, pada hari kedua alias penutupan kongres, datang telepon dari orang dekat Paloh, menyatakan kesediaannya berbicara di dialog KompasTV. “Di mana kru-nya? Kami tunggu di basement JCC,” ungkapnya. Bak pemain film Mission Impossible, kami beraksi dalam senyap, menyelinap dari televisi tetangga, dan menyeret kabel live menuju ruang bawah tanah gedung serbaguna yang dulu didesain untuk pelaksanaan KTT Gerakan Non Blok pada 1992 di era Soeharto.

Ketegangan di ruang VVIP

Persoalan belum selesai, karena ketegangan lain muncul. Ruangan itu begitu eksklusif, berisi orang-orang lingkar dalam sang pemimpin partai. Sebagai narasumber, Paloh tak langsung bertemu presenter yang menanyainya berbagai hal terkait pelaksanaan kongres dan keputusan menjadi ketua umum partai. Ratna Dumila dan Teuku Parvinanda menjadi host Kompas Petang di studio Palmerah, berbincang jarak jauh dengan Paloh di JCC. Saya ingat, mencoba mencairkan suasana jelang live dengan berkata, “Ini presenternya juga orang Aceh, Pak.” Paloh hanya manggut-manggut, sembari membiarkan kabel clip-on dipasang menjalari tubuhnya.

Dialog berlangsung. Beberapa orang dekatnya –ada yang kini duduk sebagai anggota DPR- mencolek saya pertanda kurang happy. Mereka menganggap bosnya kurang mendapat waktu proporsional dibandingkan pertanyaan presenter. Hal biasa untuk dialektika antara narasumber dan pewawancara, karena durasi mepet kadang jadi alasan, dan kendali pembicaraan harus ada di stasiun televisinya, bukan di mikrofon tamu. “Kau bilang itu ke presentermu, abang bisa kasih pelatihan presenter gratis kepada KompasTV,” kata salah seorang inner circle Paloh. ‘Pak Brewok’ –julukan Paloh sendiri tak tampak murka. As always, ia pandai mengendalikan irama mukanya. Dialog selesai dan kami pulang ‘dengan selamat’.

Dialog saat Paloh kali pertama terpilih sebagai Ketua Umum Partai Nasdem itu memiliki turbulensi dan suspense tersendiri. Maka, saat bulan lalu kami menggelar dialog serupa, live dari Gedung Kompas Palmerah Barat, situasinya sudah berbeda. Maklum, kali ini dilakukan dalam suasana riang gembira di sela peluncuran buku ‘Surya Paloh Melawan Arus, Menantang Badai’, serta mendengarkan tanggapannya atas terpilihnya Prasetyo, kader Partai Nasdem, sebagai jaksa agungnya kabinet Jokowi-JK.

Pesan moralnya: jangan letih dalam mengejar sang target. Karena kadang, saat kita sudah hendak menyatakan menyerah, saat itulah sebenarnya pintu itu mulai dibukanya.

Leave a Reply

Your email address will not be published.