Beberapa menit lagi kalender 2014 akan berakhir. Mungkinkah 2015 membawa kabar baik bagi sepakbola Indonesia?
Habis sudah lembaran 365 hari dalam tahun 2014. Tak ada kabar baik bagi sepakbola Indonesia tahun ini. Mimpi masuk Piala Dunia U-20 di Selandia Baru pada 2015 pupus di Myanmar setelah Evan Dimas dan kawan kawan keok tiga kali tanpa ampun. Menjadi satu-satunya tim yang gagal meraih poin, timnas U-19 didikan Indra Sjafri dipermalukan Emirat Arab 1-4, Uzbekistan 1-3 dan Australia 0-1.
Di Asian Games Incheon, sejatinya pasukan U-23 Rahmad Darmawan sukses mengakhiri penantian 28 tahun dengan lolos ke fase gugur setelah membekap Maladewa 4-0, menggilas Timor Leste 7-0, dan kalah 0-6 dari Thailand. Masuk 16 besar, Ferdinand Sinaga dan kawan-kawan angkat koper setelah dihajar 1-4 Korea Utara –yang akhirnya meraih medali perak.
Naik ke level usia senior, tim Alfred Riedl gagal lolos dari babak grup Piala Suzuki AFF 2014. Sempat menahan tuan rumah Vietnam 2-2, Firman Utina dan kawan-kawan dipermalukan Filipina 0-4, sebelum mendapat hiburan membantai Laos 5-1. Dari Grup A di Hanoi, hanya Vietnam dan Filipina yang berhak menjadi wakil melaju ke semifinal dan Indonesia mengulangi catatan kelam dua tahun silam,
2015: bangkit atau jalan di tempat?
Pagi tadi, ditemani hujan berintensitas sedang, ada semangat haus kebangkitan prestasi sepakbola nasional saat sekitar 100 penonton rela berbasah-basah menyaksikan pemain timnas U-23 asuhan Aji Santoso meladeni tim Legiun Afrika. Di lapangan latihan timnas Sawangan, Depok, mereka menjadi wakil pecinta sepakbola Indonesia yang rindu Yohanes Pahabol dan kawan kawan sukses di kualifikasi Piala AFC U-23 dan merebut emas Sea Games Singapura, Juni mendatang.
Tapi, selain dua agenda penting timnas di 2015 itu, induk sepakbola Indonesia juga menghadapi tantangan lain: mengembalikan kepercayaan publik. Akhir tahun ini, tagar #BekukanPSSI bertebaran di media sosial sebagai wujud kekecewaan Indonesia sepanjang 2014. Posisi Indonesia di peringkat ke-159 FIFA sama sekali bukan hasil menggembirakan di akhir tahun ini.
Awal 2015, PSSI menggelar Kongres Tahunan dan pertengahan tahun, seharusnya ada kongres untuk mengganti kepengurusan pimpinan Djohar Arifin hasil Kongres 2011 di Solo. Bagaimana prestasi sepakbola ke depan, didasarkan pada tiga pilar: organisasi yang kuat, kompetisi hebat, dan timnas nan mantap, sangat ditentukan dari siapa figur di kepengurusan federasi.
Taruhan prestasi sepakbola Indonesia 2015 dan seterusnya, juga akankah hantu mafia sepakbola di negeri ini bisa diusir, bergantung pada mereka yang mengendalikan organisasi olahraga yang paling diminati 250 juta penduduk negeri ini.
Akankah 2015 akan jadi kebangkitan prestasi sepakbola Indonesia tanpa mafia? Ataukah akan begini-begini saja sampai lima tahun ke depan? Menarik menunggu siapa komandan baru sepakbola Indonesia.