Kali pertama berjumpa Pir Owners -namanya aneh ya, pada 14 tahun silam. T
Saat itu, kami tak sengaja bertumpukan di sebuah hotel di Bussum, Belanda Selatan. Pria Batak yang besar di Jakarta ini menjalani karir sebagai reporter dan cameraperson di TrransTV, lalu mendapat kesempatan kursus singkat di ‘Negeri Van Oranye’.
Lulus S1 dari Universitas Indonesia dan melanjutkan S2 di kampus lain di Jakarta, Pir beruntung mendapat beasiswa doktoral di Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) ke Australia. Melbourne, tepatnya.
“Saya memilih Komunikasi Pariwisata. Angle yang unik, karena memang salah satu syarat agar bisa tembus beasiswa LPDP yakni menemukan profesor. Dan profesor di kampus tujuan itu harus tertarik dengan rencana riset yang kita ajukan,” ungkapnya.
Tak disangka, Pir tak hanya menuntaskan Ph.D-nya, tapi juga sukses mengantar isterinya kuliah magister serta membuat buku. Buku yang baru terbit akhir tahun lalu itu berjudul ‘Nempari’ alias ‘Negeri Empat Musim dalam Sehari’, menggambarkan betapa dahsyatnya perubahan musim di sana.
Tak tanggung-tanggung karyanya diapresiasi Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno. Mas Menteri Sandi mengatakan bahwa novel ini menjadi sebuah usaha peningkatan reputasi dan citra pariwisata Indonesia di kancah internasional.
“Saya sangat mengapresiasi novel Nempari ini bagi peningkatan reputasi dan citra pariwisata Indonesia di mata dunia,” kata Sandiaga dalam sambutannya secara rekaman online di acara peluncuran novel Nempari, Desember lalu.
Menurut Pir, novel ini menjadi karya pusaka atau legacy dari perjalanan studi di Melbourne. Ini juga menjadi pembeda dengan kebanyakan pelajar Indonesia lainnya yang lebih menggunakan teknologi media seperti media sosial dalam merekam pengalaman belajar di luar negeri. Tidak hanya itu, Nempari juga menyuguhkan sebuah bentuk berpikir dan bertindak dari seorang pelajar Indonesia di luar negeri yang lebih holistik.
“Saya menulis Nempari selama 4 tahun perjalanan studi doktoral selama di Melbourne. Cerita novel mencoba menggabungkan antara sisi pengetahuan dan imajinasi secara apik dengan cara bertutur yang informatif. Yang menarik, novel ini memberikan tips di akhir setiap bab-nya. Melalui tips tersebut, pembaca mendapatkan informasi lengkap bagaimana bertahan hidup khususnya di kota Melbourne, Australia,” papar Pir.
Pusat cerita novel ada pada tokoh utama yang bernama Reno. Seorang mahasiswa doktoral di kota Melbourne yang didampingi oleh seorang istri dan dua orang putri. Berbagai drama dan konflik di antara keluarga mereka menjadi salah satu daya pikat cerita novel ini. Selain tentu saja ada pula drama tentang pengalaman Reno yang harus menyelesaikan studi PhD-nya di tengah hantaman pandemic Covid-19. Pir Owners juga memasukkan cerita tokoh utama Reno saat melakukan penelitian doktoralnya di pulau Wakatobi, Sulawesi Tenggara, Indonesia.
Siang itu, kami tertawa-tawa di Lapo Bakudapa Paula, GPIB Immanuel, Gambir, Jakarta Pusat. Pir melambungkan cita-citanya menjadi juru bicara pemerintahan, membayangkan kelak seperti apa nasibnya kalau benar-benar sudah kembali ke tanah air. Sementara pekan depan ia kembali ke ibu kota negara bagian Victoria, Australia, itu.
Ia tersipu saat saya bilang cocok jadi jubir. Setidaknya, karena perawakannya mirip Jason Tedjasukmana, eks presenter berita berbahasa Inggris Metro TV.
Dan, es kacang merah kami yang semula bak gunung karang pun tak terasa tandas.
“Kita tak pernah tahu masa depan,” ungkap kami sepakat, bersulang dengan pinggan es brenebon menemani ‘all you can eat’ makanan haram itu.
Pir ‘Nempari’ Owners, Dari Bussum, Melbourne, Hingga Lapo Gambir
Kali pertama berjumpa Pir Owners -namanya aneh ya, pada 14 tahun silam. Tak sengaja bertumpukan di sebuah hotel di Bussum, Belanda Selatan. Pria Batak yang besar di Jakarta ini menjalani karir sebagai reporter dan cameraperson di TrransTV, lalu mendapat kesempatan kursus singkat di ‘Negeri Van Oranye’ itu.
Lulus S1 dari Universitas Indonesia dan melanjutkan S2 di kampus lain di Jakarta, Pir beruntung mendapat beasiswa doktoral di Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) ke Australia. Melbourne, tepatnya.
“Saya memilih Komunikasi Pariwisata. Angle yang unik, karena memang salah satu syarat agar bisa tembus beasiswa LPDP yakni menemukan profesor. Dan profesor di kampus tujuan itu harus tertarik dengan rencana riset yang kita ajukan,” ungkapnya.

Tak disangka, Pir tak hanya menuntaskan Ph.D-nya, tapi juga sukses mengantar isterinya kuliah magister serta membuat buku. Buku yang baru terbit akhir tahun lalu itu berjudul ‘Nempari’ alias ‘Negeri Empat Musim dalam Sehari’, menggambarkan betapa dahsyatnya perubahan musim di sana.
Tak tanggung-tanggung karyanya diapresiasi Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno. Mas Menteri Sandi mengatakan bahwa novel ini menjadi sebuah usaha peningkatan reputasi dan citra pariwisata Indonesia di kancah internasional.
“Saya sangat mengapresiasi novel Nempari ini bagi peningkatan reputasi dan citra pariwisata Indonesia di mata dunia,” kata Sandiaga dalam sambutannya secara rekaman online di acara peluncuran novel Nempari, Desember lalu.
Menurut Pir, novel ini menjadi karya pusaka atau legacy dari perjalanan studi di Melbourne. Ini juga menjadi pembeda dengan kebanyakan pelajar Indonesia lainnya yang lebih menggunakan teknologi media seperti media sosial dalam merekam pengalaman belajar di luar negeri. Tidak hanya itu, Nempari juga menyuguhkan sebuah bentuk berpikir dan bertindak dari seorang pelajar Indonesia di luar negeri yang lebih holistik.

“Saya menulis Nempari selama 4 tahun perjalanan studi doktoral selama di Melbourne. Cerita novel mencoba menggabungkan antara sisi pengetahuan dan imajinasi secara apik dengan cara bertutur yang informatif. Yang menarik, novel ini memberikan tips di akhir setiap bab-nya. Melalui tips tersebut, pembaca mendapatkan informasi lengkap bagaimana bertahan hidup khususnya di kota Melbourne, Australia,” papar Pir.
Pusat cerita novel ada pada tokoh utama yang bernama Reno. Seorang mahasiswa doktoral di kota Melbourne yang didampingi oleh seorang istri dan dua orang putri. Berbagai drama dan konflik di antara keluarga mereka menjadi salah satu daya pikat cerita novel ini. Selain tentu saja ada pula drama tentang pengalaman Reno yang harus menyelesaikan studi PhD-nya di tengah hantaman pandemic Covid-19. Pir Owners juga memasukkan cerita tokoh utama Reno saat melakukan penelitian doktoralnya di pulau Wakatobi, Sulawesi Tenggara, Indonesia.
Siang itu, kami tertawa-tawa di Lapo Bakudapa Paula, GPIB Immanuel, Gambir, Jakarta Pusat. Pir melambungkan cita-citanya saat ‘back for good’ ke Indonesia, membayangkan kelak seperti apa nasibnya kalau benar-benar sudah kembali ke tanah air. Sementara pekan depan ia kembali ke ibu kota negara bagian Victoria, Australia, itu.
Ia tersipu saat saya bilang cocok jadi jubir. Setidaknya, karena perawakannya mirip Jason Tedjasukmana, eks presenter berita berbahasa Inggris Metro TV.
Dan, es kacang merah kami yang semula bak gunung karang pun tak terasa tandas.
“Kita tak pernah tahu masa depan,” ungkap kami sepakat, bersulang dengan pinggan es brenebon menemani ‘all you can eat’ makanan haram itu.