Di simpang jalan Pemuda, Semarang, ada patung pahlawan revolusi Pierre Tendean. Ternyata, di hari terbunuhnya sang kapten harusnya Tendean pulang ke Semarang.
Pierre Andries Tendean meninggal sebagai pahlawan revolusi. Pada dini hari 1 Oktober 1965, pasukan Gerakan 30 September (G30S) mendatangi rumah dinas Nasution dengan tujuan untuk menculiknya. Tendean yang sedang tidur di paviliun yang berada di belakang rumah dinas Jenderal Nasution dibangunkan oleh Yanti Nasution (putri sulung Nasution) setelah dia mendengar suara tembakan dan keributan. Tendean pun mengambil senjata garandnya dan keluar untuk memeriksa keadaan di luar.
Menurut kesaksian AKP Hamdan Mansjur, ajudan Nasution yang bertugas bersama Tendean pada malam itu, dan Alpiah, pengasuh Ade Irma Nasution (putri bungsu Nasution), pada waktu Tendean keluar dia disergap oleh penculik.
Dia kemudian berkata, ”Saya ajudan Nasution”. Yang mendengar pernyataan Tendean tersebut mungkin tidak sepenuhnya mendengar kata ’ajudan’ dan ditambah keadaan penerangan yang gelap sehingga mereka mengira Tendean adalah Nasution sendiri. Nasution sendiri berhasil melarikan diri dengan melompati pagar.
Ternyata malam itu seharusnya Tendean pulang ke Semarang. Ia memang menghabiskan masa remaja di Kota Semarang, Jawa Tengah. Selama tinggal di Kota Semarang, keluarga Tendean menempati sebuah rumah yang cukup luas di Jalan Imam Bonjol Nomor 172. Kini rumahnya menjadi Kantor Pelayanan Pastoral Semarang,
IDN Times menulis Piere menghabiskan masa kecilnya bersama ayahnya yang bernama Dr AL Tendean dan ibundanya bernama Maria Elisabeth Cornet serta sang adik di rumah Jalan Imam Bonjol Nomor 172 tersebut.

Dr Tendean, ayah Piere diketahui berprofesi sebagai seorang dokter yang membuka praktek di rumah nomor 172. Romo Yohanes Krismanto, yang saat ini ditunjuk sebagai Kepala Bidang Sosial Ekonomi Pastoral Semarang mengaku punya kenangan manis atas bangunan peninggalan keluarga Piere Tendean tersebut.
“Waktu saya masih jadi frater, pertama kali datang di kantor Pastoral Semarang tahun 1991. Bangunannya masih berupa rumah lawas yang sangat luas. Saya ingat betul di tempat berdirinya kantor Pastoral ini dulunya masih berupa sebuah rumah. Depan pintunya ada pohon beringin yang besar. Lalu di samping rumah ada jalan masuk di mana bagian kirinya ada sejumlah kamar. Mungkin ayah Piere Tendean yang bernama Dr Tendean juga buka praktek di rumah,” kata Romo Kris.
Tendean harusnya pulang ke Semarang, kini patung wajahnya ada di simpang Jalan Pemuda. Dalam keabadian.