Nonton lanjutan Prakualifikasi Piala Dunia 2024 di Stadion Utama Gelora Bung Karno. Hadiah ultah Einzel. Seru, meski kalah 0-4 dalam laga yang dihadiri 60.034 penonton.
Ada beberapa cerita-cerita features ringan tentang pertandingan ini:
- Suporter Jepang ditaruh khusus setribun di sisi timur. Masih banyak yang kosong sih di deretan bawah. Mereka begitu militan bising memberi dukungan tanpa henti. menggebuk drum dan perkusi, meski terkadang saat drum digebuk, pendukung timnas menimpali teriakan, “Sahur, Sahur…” Di tribun itu mereka memasang spanduk ‘Moriyasu Nippon’ dan ‘Ultra Nippon’.

- Saat Mexican Wave bergilir angkat tangan berdiri dari tribun ke tribun, penonton notice bener ke sisi tribun suporter Jepang. Begitu tahu mereka ikut berdiri membentuk gelombang, tepuk tangan salut tertuju pada mereka. Sampai 3x atau lebih putaran Mexican Wave ini, waktu itu skor Indonesia sudah jauh tertinggal.

- Begitu pertandingan usai, apapun hasilnya, yang paling dinantikan suasana sakral kala pemain timnas Indonesia melingkar dan bersama 60 ribu penonton menyanyi ‘Tanah Airku’.
Sayangnya, prosesi ini agak tertunda, karena beberapa pemain Jepang justru asyik berlatih di tepi gawang selatan. Sprint bolak-balik, passing, kiper menangkap bola, dll. Entah dimaksudkan sebagai ‘pendinginan’ atau latihan bagi mereka yang tidak main sama sekali.
Terlepas aksi pemain Jepang itu menunjukkan kelas mereka sebagai bangsa pekerja keras, para penonton -yang rela tidak pulang meninggalkan stadion duluan, cukup lama menanti situasi ini, sementara pemain Indonesia sudah berbaris melingkar.
Saya sendiri sampai teriak, ”Woi, sewa lapangannya udah habis. Mau dipakai upacara, woy…”

Lalu datanglah seorang seperti memberitahukan situasinya. Tampaknya Jeje, -Jeong Seok Seo- penerjemah STY. Maka, pemain-pemain Jepang bubar menuju bench/kamar ganti diiringi sorakan penonton. Prosesi ’Tanah Airku’ pun bisa dimulai.
- Tradisi EO PSSI mengundang penyanyi pada After Game Performance berlanjut. Setelah Anang-Ashanty saat laga lawan Filipina, Sal Priadi di match vs Irak, Raisa saat timnas vs Aussie, kali ini mengundang 10 anggota Jkt 48, yang memang dikenal sebagai grup vokal identik dengan budaya Jepang. Jkt 48 membawakan ‘Indonesia Tanah Air Beta’ dan ‘Satu Nusa Satu Bangsa’.
- Meski kala, para pemain timnas tetap melakukan ’lap of honour’ usai laga. Diiringi teriakan ’In-do-ne-sia’ dan eluan ’Shin Tae Yong, Shin Tae Yong’. Kala sampai di depan tribun Ultras Garuda (sisi gawang selatan), mereka berhenti cukup lama. Kapten Jay Idzes berbicara di depan suporter dengan pelantang toa. Entahlah, minta maaf atau apa. Dengan Bahasa Inggris tentunya. Disusul seorang pemain lain, sepertinya Kevin Diks.

Para pendukung setia timnas, terutama di Tribun Selatan Ultras-Garuda, sebelum pertandingan membentangkan spanduk raksasa. Banner itu memuat sejarah kala Timnas Indonesia pernah membantai Jepang 7-0. Momen itu terjadi pada ajang Merdeka Cup, 11 Agustus 1968, Indonesia mengalahkan Jepang hingga 7-0 di Stadion Perak, Ipoh.
Gol-gol Indonesia ketika itu diciptakan Jacob Sihasale (2 gol), Sutjipto Suntoro (3 gol), Abdul Kadir, dan Surya Lesmana.

Dalam pertandingan itu Indonesia tampil luar biasa dalam pertandingan tersebut. Dengan skor 7-0, Indonesia menunjukkan dominasinya di pentas sepak bola Asia, dan ini menjadi salah satu kemenangan terbesar dalam sejarah sepak bola Indonesia hingga saat ini.
Kemenangan ini sangat berarti bagi Indonesia karena Merdeka Cup adalah turnamen yang cukup bergengsi di Asia Tenggara.
Indonesia pada waktu itu berhasil mengalahkan negara-negara besar, dan kemenangan telak atas Jepang menjadi simbol kebangkitan sepak bola Indonesia pada era tersebut.


