Kedai Disto, Makan Enak Siapa Bilang Mahal?  

Akhirnya kesampaian juga mengunjungi Kedai Disto milik keluarga mahasiswa Unika Atma Jaya. Dirancang sebagai tempat ngumpul yang strategis, makan ikan patin dan aneka menu bersama komunitas. 

Nama kafenya ‘Kedai Disto’. Tak jauh di dekat Stasiun MRT Cipete, di cipete raya  Jakarta Selatan. Pemiliknya Widodo Desto, punya anak tunggal mahasiswa semester Ilmu Komunikasi Unika Atmajaya: Hilarius Danisworo ’Denis’ Punto Kusumo Desto. Tagline Kedai Disto: Makan Enak, Siapa Bilang Mahal?

”Resto ini berdiri sejak 2000. Di atas lahan milik keluarga. Saat itu bukanya dari jam 5 sore sampai 2 pagi. Suasananya lebih ke kafe musik,” kata Widodo, pria 58 tahun, yang awalnya merupakan pemusik profesional. Dari keterampilannya memainkan perkusi, ia sudah berkeliling Indonesia.

Berbagai koleksi tulisan media memprofilkan Kedai Disto dipajang di dinding. Dari tulisan sastrawan mendiang Richard Oh sampai Lusiana Indriasari di Kompas Minggu.

”Kala itu, Cipete belum seramai sekarang. Usaha kuliner hanya Abuba dan Dapur Sunda. Nah, karena main musik pendapatannnya tak jelas, saya terinspirasi dari kata-kata di multi level marketing, ’let money work for us’. Jadilah kedai ini,” kata sarjana hukum lulusan Unika Atma Jaya Yogyakarta ini.

Widodo menurunkan kegemaran cinta akan motor pada anaknya. Tak heran, di Kedai Disto bertengger beberapa motor koleksi langka di antaranya Harley Davidson Sportser, Suzuki GT, BMW lawas Reise-Tourer, dan lain-lain. Maka, Kedai Disto pun membidik komunitas motor untuk nongkrong di situ.

Belajar dari seorang chef kapal, Widodo mendirikan resto ini dengan diferensiasi menu khusus: masakan ikan patin.

“Ikan patin itu unik. Khas. Paling susah di olah bahkan saat memanennya di tambah sangat mempengaruni kualitas ikan, ungkapnya.

Ia menambahkan, ikan patin merupakan ikan yang sebenarnya masuk keluarga ‘cat fish’, mirip hiu, tapi hidup di air tawar. Patin diternakkan dengan tambak.

“Ada beberapa pemasoknya dari tambak di kawasan sekitar Jakarta. Butuh ketelitian dan kesuburan khusus dalam membudidayakan ikan patin,” urainya.

Tapi sebenarnya tak hanya ikan patin yang mengisi daftar menu di Kedai Disto. Lihatlah daftar menunya. Ada salmon bakar dan goreng, dori bakar dan goreng, gindara bakar dan doreng, gindara, bawal, nila, lele, dan gurame. Juga makanan makanan ringan seperti roti bakar, jamur crispy, tempe tiker, bahkan indomie dengan tambahan toping dan bumbu khas Kedai Disto.

Untaian kalimat indah terpasang di daftar menunya: Tak ada cinta yang lebih tulus daripada cinta terhadap masakan (George Bernard Shaw), Biarkan makanan menjadi obat dan obatmu menjadi makananmu (Hipocrates), Setelah makan  malam yang baik, seseorang bisa memaafkan siapa pun, bahkan kerabatnya sendiri (Oscar Wilde).

“Sebuah restoran itu kunci suksesnya tergantung 3 hal: punya modal yg mumpuni artinya tidak selalu besar tapi cukup untuk mem back up nya dan skill, serta  bagaimana memperlakukan costumer secara tepat . Ownernya tak bisa hanya suruh-suruh. Ia harus terjun langsung dan menguasai masakan,” terangnya.

Senja itu, bersama Yunus Efun, seorang kawan dari Sebyar, Kabupaten Teluk Bintuni, kami menikmati ikan patin versi jumbo bersama.

Kalau dulu cara berpromo dengan door to door, di era Gen Z ini, Denis yang memainkan akun media sosial Kedai Disto sebagai sarana berpromosi. bersama Novita, ibunya. Termasuk mengorganisir talk show komunitas motor untuk diunggah di Instagram. Keluarga ini pun menempuh ribuan kilometer touring motor di berbagai tempat di Indonesia.

Hanya memiliki tiga karyawan, Widodo mengaku mengelola resto masih dengan pola tradisional. Dari penyajian hingga pembukuan.

Aneka barang artefak tradisional, dari tameng, topi, baju, hingga wastra tenun menjadi penghias kedai.

Sukses selalu, Kedai Disto, semoga terus jaya jadi referensi nongkrong anak Jaksel!

Leave a Reply

Your email address will not be published.