Kuliner Solo: Rica-rica Scoobydoo di Tiga Spot

Solo kota pluralis. Terbukti, makanan non halal mudah dijumpai di sini. Semua saling paham.

Tiga hari berburu kuliner kha situ. Ada yang menyebut, ‘Rica-rica Gukguk’, ‘Sate Jamu’ atau ‘B1’, atau ‘Rica-rica Scoobydoo’, merujuk sebuah film beraktor hewan sahabat manusia itu. Beberapa bisa ditemukan di Google Maps atau tujuan Gojek. Tapi, ternyata ada yang sudah tak akurat.

Hari pertama, ke Gilingan

Awalnya, seorang driver Gojek di tujuan menuju hotel pagi hari, memberitahu, cari saja nama ‘Hugjos’ di peta. Sangat legendaris.

Siangnya, menurut tuntunan peta, menyusur Jalan Hasanudin mencari warung ’Hugjos’ itu. Ternyata sudah lama tutup. Beruntung seorang pedagang makanan di area situ memberi tahu, kalau warung yang sama sudah pindah lokasi.

”Cari saja di samping Kelurahan Gilingan, atau di seberang Rumah Sakit Brayat Minulya,” ujarnya.

Mencarter gojek yang sama, akhirnya ketemu juga. Cukup besar tempatnya. Diberi nama ’Babi Joss’. Meski, selain B2 (Babi), ada juga B1 (alias Biang, daging anjing). Tampaknya perlu sedikit penyamaran brand, setelah marak sweeping dan kecaman animal lovers, khususnya dog lovers, beberapa saat lalu.

Menunya dibuat serupa. Apa jenis sajian untuk babi, juga dihidangkan pada menu anjing. Rica Goreng, Nasi Goreng, Rica Basah, Bledexx (sangat pedas), masak saos, asam manis, tongseng, sate, juga wasker/ gongso alias bagian jerohannya. Harga di kisaran Rp 20-30 ribu per porsi.

Pulang dari tempat ini, rupanya bertemu driver Gojek yang fasih menjelaskan berbagai lokasi masakan menu serupa.

“Ada di daerah namanya Sekip, sebelum pintu tol Gondangrejo. Yang paling terkenal namanya ‘Pak Gundul’, di terowongan depan Masjid Raya Sheikh Zayed, tapi cepat sekali habisnya. Baru buka beberapa jam sudah sold-out,” kata Andreas Asmoro Aji, sang driver.

Referensi lain, ia merujuk warung di Pasar Kadipolo, belakang Stadion Sriwedari, buka di malam hari, sebagai mana juga di bagian belakang Terminal Bus Tirtonadi.

“Kalau di Jogja, jangan lupa ke Pajeksan, tak jauh dari Malioboro. Menu goreng tepungnya enak banget,” ungkapnya.

Hari kedua, nemu di Pucang Sawit

Perjalanan hari kedua, makan siang, buka puasa intermittent fasting, lebih seru lagi.

Tujuan pertama, mencoba mencari Pak Gundul. Melewati masjid hadiah Presiden Uni Emirat Arab itu. Tanya ke tukang parkir di spot wisata reliji itu, akhirnya ketemulah titik yang dimaksud. Benar, jam 12 siang, sudah terpampang tulisan, ’Habis’.

Bersama driver Gojek, kami pun berkelana. Saya ingat sekian tahun lalu pernah makan di Nusukan. Maka, kami menuju lokasi seberang Terminal Tirtonadi yang terkenal dengan ikonik patung keris.

Rupanya, warung yang terakhir saya kunjungi lima tahun silam itu sudah tak ada. Sudah berganti ’rica-rica menthok’ katanya.

Driver Gojek merekomendasikan lokasi di kawasan Pucang Sawit. Saya setuju. Bertemulah dengan warung Budi Gendon. Di sini, selain menyediakan rica-rica nan empuk, juga disediakan bungkusan cemilan dari menu gukguk. Harganya Rp 2 ribu dan Rp 5 ribu per bungkus.

Hari ketiga, Pak Darto Jagalan

Hari ketiga, mau coba yang lain. Karena itu hari Minggu, dan kemarinnya Budi Gendon bilang dia tutup setiap Minggu. Sempat pula membaca di peta gawai, ’Rica-rica Guguk Pak Darto Jagalan’.

Dari arah Jogja pagi itu, menggunakan KRL Commuterline bertiket Rp 8 ribu, saya bertanya ke kawan: turun stasiun mana untuk ke Jagalan. Apakah Stasiun Purwosari, Balapan, atau Jebres?

Sembari mencocokkan di peta, bertemu jawabannya: Jebres.

Di Pasar Jebres, saya mencari gojek. Tak jauh lokasinya menuju TKP, hanya 1 kilometer lebih sedikit. Nama resmi Jagalan adalah Jalan Ir H Juanda. Jagalan merupakan nama daerah atau juga nama desa/kelurahan. Sebagaimana daerah Gandekan dan Widuran (Sutan Syahrir), maka kawasan itu dikenal sebagai Chinatown-nya Solo.

Di warung ini, Bu Darto bekerja sendirian. Sangat sederhana. Tapi, rica-ricanya nikmat sekali.

Dedi, seorang pekerja serabutan, nampak menikmati sekali makanan serupa di meja samping saya. ”Ya, saya cukup sering ke sini. Dulu lokasinya di pinggir jalan (Ir H Juanda), setelah ada perbaikan jalan agak masuk sini,” ungkapnya.

Demikianlah Solo, surga masakan segala. Semoga toleransi terus terjaga.

Leave a Reply

Your email address will not be published.