Di suatu masa, awal 1990-an, seorang remaja berbadan ceking kerap disapa ‘Eko’, sesuai nama tengahnya.
Di sekolah, kawan-kawan memanggilnya dengan ‘Bejo’, berdasar nama belakangnya ‘Rahardjo’. Pakai ejaan lama, membedakan dengan dua adiknya.
Lalu, pada sebuah komunitas ibadah, seorang mas yang sudah dianggap sebagai ‘kakak rohani’-nya nyeletuk, “Mulai sekarang panggil aja dia dengan Jojo… Biar badannya gede kayak Jojo di Jendela Rumah Kita…”
Saat itu, seri drama televisi ‘Jendela Rumah Kita’ sedang ngetop-ngetopnya di TVRI. Bintangnya Dede Yusuf, berusia 20-an tahun, juga melejit lewat ‘Catatan Si Boy’, pun seorang atlet taekwondo. Tak heran bodynya gempal.
Time flies, nama Jojo terus dikenakannya hingga SMP, SMA, kuliah, dan di berbagai tempat kerja.
Sementara Jojo yang ’senior’ terus jadi aktor, presenter kuis televisi, banting setir sebagai politisi hingga kursi wakil gubernur dan tiga kali pimpinan komisi di DPR RI.
Sebuah kehormatan ketika akhirnya waktu mempertemukan mereka. Dalam rapat komisi yang sama, penerbangan yang sama, hotel yang sama, dan bahkan sempat semobil yang sama.
“Lha, dulu malah saya kira kamu itu lebih tua dari saya,” seloroh Kang Dede Yusuf saat dua pria ini berpose bersama di Hotel Kyriad Muraya, Banda Aceh.
Semoga terus sehat dua-duanya. Umur panjang, dan kehadirannya di dunia memberi berkah bagi banyak orang.
