Transformasi Kaul Romo Bessarion Mahardika

Berjumpa sahabat lama. Kini jadi presbiter atau Romo Gereja Ortodoks Rusia. Bertugas di Paroki Santo Petrus dan Paulus, Semarang.

Anggayuh Mahardika namanya. Kami berteman sejak lama. Hampir sebaya. Bersama Angga, awal 2000-an, menghabiskan waktu malam-malam panjang di Surabaya. Di kebaktian pemuda, di warung-warung STMJ, dan tak terhitung ke sudut-sudut Jawa Timur.

Sarjana ekonomi manajemen keuangan Universitas Kristen Petra ini lama berkecimpung di dunia perbankan. Melompat di berbagai bank swasta di Jatim. Dari sales, pencari nasabah kreditur, hingga level kepala cabang.

Lepas dari dunia perbankan, Angga kini mengabdikan hidupnya di Gereja Ortodoks Rusia. Ia mendapat nama baptis Bessarion. Diambil dari St. Bessarion Pelaku mujizat dari Mesir, rahib yang hidup di abad 4-5.

“Semua bermula dari kaul,” kisah ayah dua puteri ini. Berawal dari pencarian lama serta banyak pertanyaan tentang sejarah gereja, Alkitab, Pengakuan Iman Rasuli dan lain-lain.

Hingga pada 2009, penggemar naik gunung ini ambruk. Terserang demam berdarah stadium akut, yang membuatnya dirawat di sebuah rumah sakit di Surabaya. Trombositnya sangat rendah dan termasuk kondisi trombositopenia berat.

Golongan darah B sempat membuatnya kesulitan mencari transfusi, hingga akhirnya mendapat transfusi darah 11 kantong, termasuk satu kantong di antaranya sel darah putih dan plasma.

“Dalam kondisi sangat drop itulah terucap, jika bisa sembuh, saya akan menyerahkan diri Tuhan. Ke mana pun Engkau pimpin, aku akan memberikan diriku, siap melayani ke gereja yang Engkau dirikan,” ucapnya.

Tak disangka, dua tahun kemudian, semua proses itu terjadi. Angga konvert ke Ortodoks. ”Saya yang sebelumnya merasa hanya ’Kristen KTP’, memutuskan lebih sungguh dalam hal rohani. Saya merasa, mungkin ini jawaban doaku,” ungkapnya.

Dua tahun kemudian, anak dan isterinya menyusul. ”Kepada keluarga, saya hanya membagikan apa yang baik. Be a better man. Kalau kemudian, saya tak berubah, ya itu berarti tak baik buat mereka,” ujarnya. Syukurlah, akhirnya imannya ‘menarik’ yang lain.

Dari anggota jemaat biasa, Angga menjadi pengidung, reader, dan putra altar. Lalu dipercaya sebagai diakon dan presbiter. Pada 2021 ia ditahbiskan sebagai diakon, penahbisannya dilakukan di Gereja Santo Thomas, Gandaria, Jakarta Selatan.

Dan tibalah hari itu. Pada ’Minggu Orang Buta’, 21 Mei 2023, Angga ada di Rusia. Baginda Yang Termulia Sergiy, Metropolitan Singapura, Eksark Patriark Asia Tenggara, menahbiskannya di Gereja Tritunggal Sang Pemberi Kehidupan, Ostankino, Moskow. Romo Bessarion Mahardika -panggilannya sekarang– sah sebagai presbyter di Gereja Ortodoks Rusia.

Saat itu, Romo Bessarion ditugaskan di Paroki St. Iona dari Manchuria di Surabaya. Hingga pada pertengahan 2025, ia hijrah ke Jawa Tengah, mendapat panggilan untuk melayani di Paroki Santo Petrus dan Paulus, di Karangtempel, Semarang.

Rumah yang disewa itu cukup luas, 390 meter persegi. Di bagian depan ada tiga foto terpasang. Yang paling atas wajah Yang Kudus Kirill, serupa Patriarkh Gereja Ortodoks Rusia. Kemudian di tengah ada Metropolitan Singapura dan Eksark Patriark Asia Tenggara, Yang Amat Sangat Terhormat Sergiy. Di bawahnya ada Uskup Jakarta, Yang Sangat Terhormat Pitirim.

Di ruangan utama, melewati kelambu ada sebuah salib besar terpasang, di samping depan ikonostasis.

Seperti sore lain di akhir pekan, 23 Agustus 2025, Romo Bessarion melayani ibadah ‘All Night Vigil’ atau ‘Kawal Malam’. Tak banyak memang yang hadir, tapi semangat mengakhiri Sabat dan menandai awal hari liturgis baru tak pernah padam. Ibadah di sesi ini berlangsung cukup lama. Hampir dua setengah jam, dimulai jam lima sore. Isinya kidung pujian, dari Mazmur, bacaan Injil, litani permohonan dan stikhera atau nyanyian pujian.

”Kalau Sabtu memang yang datang tak sebanyak pada Liturgi Ilahi di Minggu pagi. Beberapa bahkan datang dari luar kota,” jelasnya, didampingi salah satu pengidung, Kent Eauggelion Suryatama Sondang.

Menjadi romo di Gereja Ortodoks tak harus hidup sendiri. Tergantung bagaimana statusnya saat mendapat panggilan. Ada yang hidup sebagai ‘monk’ atau selibat, atau bagi yang sudah menikah ya tetap mempertahankan status berumah tangga.

“Saya ini memang bukan selibat, tapi terlibat,” selorohnya.

Di Indonesia, Gereja Ortodoks ada di beberapa tempat. Ada yang Ortodoks Yunani, seperti di Yogyakarta, Cilacap, dan Mojokerto. Ada juga yang Ortodoks Rusia, antara lain di Jakarta, Bekasi, Surabaya, Semarang, Gresik, Malang, dan lain-lain.

Sahabat saya ini membuktikan bahwa ’romo juga manusia’. Usai ibadah, kami kemudian menuju warung angkringan terdekat. Angga, eh Romo Bessarion Mahardika, mencomot dua nasi kucing menu sambal teri, beberapa gorengan, dan sebotol minuman bersoda. 

Pamit dari pertemuan bermakna ini, masih terngiang di telinga saya polyeleos, syair yang dilagukan berupa ayat pilihan dari Mazmur 136,

“Bersyukurlah kepada Tuhan / sebab Ia baik / karena  belas kasihanNya untuk selamanya. Haleluya, haleluya, haleluya.

Bersyukurlah kepada Allah dari surga / karena  belas kasihanNya untuk selamanya. Haleluya, haleluya, haleluya…”

Leave a Reply

Your email address will not be published.