Mengisi diskusi Badan Pengawas Pemilu Kabupaten Kudus. Senang bisa ke kota kretek nan ramah.
Sebagaimana ditulis Ayo Kudus, Perubahan desain pemilu pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024 menjadi topik penting dalam forum Penguatan Kelembagaan Pengawas Pemilu yang digelar Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Kudus bersama mitra kerja di Hotel Griptha Kudus, Rabu, 26 Agustus 2025.
Dengan mengangkat tema “Arah Baru Desain Pemilu Indonesia Pasca Putusan MK: Implikasi Hukum, Politik, dan Kelembagaan”, kegiatan ini menjadi momentum strategis untuk mengurai dampak, tantangan, sekaligus peluang atas arah baru sistem kepemiluan Indonesia.
Forum ini menghadirkan empat narasumber, yakni Tenaga Ahli Komisi II DPR RI Salman Nasution dan Agustinus Eko Rahardjo, Anggota KPU Jateng Akmaliyah, serta mantan Anggota Bawaslu Jateng, Anik Sholihatun.

Salman Nasution menyebut putusan MK yang memisahkan Pemilu Nasional dan Pemilu Lokal dengan rentang waktu dua hingga dua setengah tahun sebagai titik balik desain pemilu Indonesia.
“Di satu sisi, keputusan ini membuka ruang perbaikan, tapi di sisi lain menimbulkan dilema baru, terutama soal masa jabatan kepala daerah dan DPRD yang habis sebelum Pemilu Lokal digelar. Apakah bisa diperpanjang tanpa pemilu? Dasar hukumnya apa? Ini problem normatif yang serius,” paparnya.
Meski demikian, ia menilai pemisahan pemilu juga membawa dampak positif, seperti meringankan beban penyelenggara dan memberi fokus lebih pada isu lokal.

Narasumber lainnya, Agustinus Eko Rahardjo, menekankan bahwa Bawaslu harus tetap hadir di ruang publik, bahkan di luar masa kontestasi.
“Tugas besar kita adalah menjaga kualitas demokrasi, termasuk di masa jeda. Engagement publik harus terus diperkuat agar masyarakat selalu merasakan kehadiran Bawaslu,” tegasnya.
Sementara itu, Anggota KPU Jateng, Akmaliyah, menjelaskan konsekuensi teknis putusan MK. Menurutnya, Pemilu Nasional akan digelar pada 2029, sedangkan Pemilu Lokal paling cepat 2031.

“KPU Jateng sudah menyiapkan langkah strategis, mulai dari pemutakhiran data pemilih, peningkatan kapasitas SDM, hingga pendidikan pemilih. Semua ini demi memastikan pemilu lebih efisien, transparan, dan berintegritas,” ungkapnya.
Adapun Anik Sholihatun menyoroti kebutuhan rekayasa konstitusional, khususnya terkait masa transisi jabatan.
“Jika opsi pengangkatan penjabat kepala daerah diambil, potensi politisasi bisa terjadi. Karena itu, aturan masa transisi harus diatur jelas dalam Undang-Undang Pemilu,” tandasnya.

Ketua Bawaslu Kudus, Moh Wahibul Minan, dalam sambutannya menegaskan pentingnya forum ini sebagai ruang memperkuat sinergi antar-lembaga dalam mengawal demokrasi.
“Tema yang kita angkat hari ini sangat relevan. Semoga kegiatan ini menjadi sarana memperkuat sinergi sekaligus memberi kontribusi nyata bagi perbaikan pemilu di Indonesia, khususnya di Kabupaten Kudus,” ujarnya.
Diskusi interaktif pun berlangsung dinamis. Peserta yang hadir dari unsur legislatif, penyelenggara pemilu, pemantau, akademisi, organisasi masyarakat, hingga insan pers banyak menyinggung soal kepastian regulasi dan tantangan pengawasan.

