Kali pertama mendarat di Kabupaten Lingga. Perlu empat jam mengarungi perjalanan laut dari Batam.
Sejarah hari ini bagi hidup saya, 9 September 2025, bisa menginjakkan kaki di tanah Lingga. Salah satu kabupaten di wilayah Provinsi Kepulauan Riau memiliki lebih dari 300 pulau. Awalnya mengenal sebagai kampung kelahiran striker tim nasional Ramadhan Sananta, meski belakangan jadi tahu kalau itu pulau berbeda dengan yang saya kunjungi.

Diiringi drama hampir ketinggalan kapal, puji syukur hari ini bisa juga berlayar ke Lingga. Awalnya, menumpang Garuda GA-150 jam 6 pagi dari Bandara Soekarno-Hatta menuju Bandara Hang Nadim, Batam. Awalnya sudah merasa aman, on time nih, durasi tempuh perjalanan 1 jam 45 menit berakhir dengan mendarat di Batam tak sampai jam 8 pagi.
Eh, ada pengumuman bahwa di Batam cuaca sedang buruk. Hujan angin. Karena itu, Boeing B-737 800 ini tak bisa mendarat di Hang Nadim. Pesawat di-’divert’ alias dialihkan pendaratan ke Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru. Bandara yang saya kunjungi persis sepekan lalu.

Sampai di ibu kota Provinsi Riau, kami tak boleh keluar pesawat. Berlangsung pengisian bahan bakar, lalu pesawat kembali terbang menuju Batam.
Kami benar-benar mendarat di Batam yang sudah cerah pada jam 10. Hanya setengah jam waktu menuju penerbangan ke Lingga melalui Dermaga Pelabuhan Telaga Punggur, Batam. Thanks God, ternyata ada keajaiban kami bisa naik Kapal Motor Lintas Kepri, padahal jam digital saya sudah menunjukkan waktu 10.39 WIB. Kami bertiga -saya didampingi dua kawan dari Bawaslu Provinsi Kepulauan Riau- meloncat jadi penumpang terakhir kapal itu.
“Luar biasa, doa Abang kuat juga,” kata Ketua Bawaslu Kepri Zulhadril Putra, sahabat saya yang mendampingi perjalanan ini bersama asistennya, Shandra Puspita Sari.
Angin utara datang membuat gelombang laut cukup tinggi. Perjalanan yang diestimasikan tiga jam pun bertambah jadi empat jam. Berangkat pada 10.40 WIB, membuka intermitent fasting di kapal dengan tambahan Pop Mie dan sedikit kerupuk, saya pun sempat tertidur di kapal bermuatan maksimal 158 orang penumpang itu.

Mendekati jam dua sore, kapal bersandar. Rupanya itu bukan tujuan akhir. Barus sampai dermaga Sei Tenam, Daik Lingga. Inilah ibu kota pemerintahan kabupaten Lingga. Tanah kelahirannya Ramadhan Sananta. Perlu 45 menit hingga sejam lagi ke tujuan saya, Pulau Singkep.
Ibarat Tanjung Pinang sebagai ibu kota provinsi Kepulauan Riau tapi Batam adalah pulau terpadat dan teramainya, begitu pula Daik sebagai ibu kota kabupaten Lingga, tapi Dabo Singkep adalah kecamatan teramainya di pulau seberang.
Wolaaaa… jam 3 sore, sampai juga di Pelabuhan Jagoh, Pulau Singkep.
Selamat datang di Dabo Singkep, Kabupaten Lingga, wilayah berjuluk ’Bunda Tanah Melayu’!
