Akhir pekan, Sekolah Ricci di Pondok Aren menggelar seminar parenting. Pesannya, bagaimana berkomunikasi dengan anak di era kekinian.
Mentornya Coach Noto. Lengkapnya Agustinus Srinoto, lulusan Fakultas Pendidikan Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta yang merintis jalan sebagai guru, konsultan pendidikan, aktivis lingkungan, dan juga digital marketing media sosial.
Coach Noto memaparkan fakta betapa masalah terbesar anak-anak Indonesia, dan juga dunia, saat ini karena krisis kepercayaan. Tak diterima sebagai teman, dan juga sebagai anak. Tak heran, bullying, cercaan, dan krisis pertemanan kerap berakhir duka. Di sinilah pentingnya orangtua jadi teman bagi anak, tanpa sedikit-sedikit menggurui atau menghakimi. Sebaliknya, lebih banyak mendengar jadi kunci.

“Parenting saat ini jauh berbeda dengan dulu. Menghandle generasi X dan Y beda pendekatannya,“ kata pria yang tinggal di Tangerang Selatan ini.
Misalnya, sumber ajaran parenting belasan tahun lalu bersumber dari buku tebal dari toko buku, nasihat mitor dari nenek, dan juga insting ‚trial and error‘. Sementara era saat ini, patronnya dari Instagram, Google Search, atau bahkan dari Grup WA Parenting yang kerap isinya lebih banyak depat daripada tips.

“Dulu cara menghukum anak umumnya dengan minta duduk di pojokan, push atau ancaman tertentu. Sementara sekarang lebih efektif menghukum dengan mencabut akses wifi beberapa saat, dan bagi Gen Z atau Gen Alpha hukuman berupa menghapus aplikasi game favorit terasa lebih menyakitkan,“ urainya.
Sebuah kisah menarik disampaikannya dari hidup Zhang Xinyang adalah seorang pria asal Tiongkok yang terkenal sebagai ‚anak jenius‘ karena berhasil masuk universitas pada usia 10 tahun dan meraih gelar doktor pada usia 16 tahun. Namun, kini pada usia 28-30 tahun, ia dikenal sebagai pengangguran yang hidup bergantung pada orang tuanya.

“Zhang memutuskan menjadi pengangguran dan menuntut orangtua membiayai hidupnya karena merasa mereka telah merenggut kebahagiaan masa kecil dengan memaksanya belajar dan belajar saja,“ ungkap Coach Noto.
Pada sesi ini, Coach Noto mengajak orangtua memahami kebutuhan remaja, memiliki alat praktis u tuk komunikasi tanpa drama dan menggeser peran otoriter menjadi otoritatif (lebih dekat dan hangat).
“Pola asuh kaku (otoriter) akan membunuh otonomi dan anak akan memberontak atau berbohong untuk mendapatkan sesuatu,“ tukasnya.

Empat Pilar Komunikasi dibagikannya sebagai tips yakni ’Mendengar Aktif‘, ‘Validasi Emos‘, ‘Bertanya bukan Menyuruh‘, dan ‘Self Disclosure‘ atau berbagi jujur dengan anak.
“Papa juga pernah merasa tidak percaya diri waktu SMP,“ kalimat berani berbagai kegagalan, kisah perjuangan atau kesalahan masa remaja secara singkat dan relevan akan menjadi jembatan yang baik dengan anak.
Akhirnya, Coach Noto berbagi tiga kunci komunikasi efektif orangtua dan anak.

Pertama, dengar dulu, baru arahkan.
Kedua, ngobrol dengan empati, bukan emosi.
Ketiga, bangun koneksi sebelum koreksi.
”Kadang yang paling dibutuhkan anak bukan solusi, tapi ruang aman untuk bercerita,” pesannya.
Terima kasih Coach Nono untuk pagi nan menginspirasi!


