Bertemu kawan baik, yang hampir tiga dekade hidupnya diabadikan di sebuah tempat bekerja.
Senang sekali ketamuan Apolonius Lase. Panggilannya Apose. Satu hal yang selalu saya kagum dari orang-orang ‘loyal’ seperti dia, bagaimana bisa hampir 30 tahun dihabiskan di sebuah tempat kerja yang sama. Biografi Linkedinnya menulis, Apose 28 tahun bekerja sebagai penyelaras bahasa di Kompas, sejak 1996.
Luar biasa bener ya. Rekor kerja saya di sebuah tempat saja baru 4 tahun 2 bulan, hehehehe…
Bang Apose punya irisan dengan saya kalau bicara tentang Nias. Ia asli Nias, pulau di sebelah barat Sumatra yang ‘rindu’ jadi provinsi sendiri itu. Saya juga cinta Nias, karena dua kali pernah ke sana. Sekali saat pelayanan usai gempa bumi 2005, dan sekali saat acara Temu Alumni Prakerja, 2022.
“Harusnya Nias itu jadi daerah pemilihan tersendiri saat pemilu. Karena selama jadi satu dapil dengan belasan kabupaten di daratan Sumatra, pasti banyak tak terpilihnya orang-orang kami,” kisahnya. Ah, saya tahu saya akan dimarahinya. Dalam penggunaan bahasa Indonesia yang baik tidak boleh menggunakan kata ‘karena’ di awal kalimat.
Siang itu kami makan siang berteman sayur, ikan, dan krupuk di kantin ‘The East’. Hebatnya lagi, ia bisa mengenali seorang perempuan pelayan di situ sebagai orang asal Nias. Dan tebakannya benar. “Kakak dari Nias ya? Kelihatanlah orang-orang Nias dari parasnya,” ungkap Apose. Lalu, ia pun ajak obrol sang pelayan dari bahasa kampungnya.
Begitulah, sampai makanan kami tandas, belum selesai kami berwacana agar ‘Tano Niha’ -artinya tanah manusia- bisa lekas maju sebagaimana provinsi-provinsi lain.
Semoga, segera terwujud di Indonesia yang katanya lebih maju di pemerintahan baru itu…