Terima kasih, Tuhan. Sampai juga di salah satu destinasi wisata andalan di timur Indonesia ini.
Bangun pagi dari Hotel M Kyriad Sorong. Rasanya cuma tidur tiga jam di hotel bintang tiga ibu kota provinsi Papua Barat Daya ini. “Hotel lain penuh. Swissbel, Aston dan lain-lain,” kata Levina Widya, kawan baik yang mengurus perjalanan kami.
Pagi tadi, tim dari Bandara Domine Eduard Osok (DEO) Sorong menjemput kami. Memastikan tak terlambat mengejar penerbangan pesawat perintis dari Sorong ke Raja Ampat.

Setelah melewati prosedur pemeriksaan, kami pun tiba di kaki pesawat Grand Caravan Susi Air yang akan terbang dari Sorong ke Pulau Waigeo. Ada dua bandara di Waigeo. Yang pertama Lapangan Terbang Kabare di Asukweri. Yang terakhir, Bandara Marinda di Waisai, ibu kota Kabupaten Raja Ampat.
”Kabare dan Waisai ada di satu pulau. Tapi letaknya sangat berjauhan. Kabare ada di Distrik Waigeo Utara, sementara Marinda di Waisai, Distrik Waigeo Selatan. Tak bisa ditempuh dengan perjalanan darat, karena putus oleh rawa. Kalau lewat jalur laut, bisa 4-8 jam,” kata Kepala Bandara Sorong Cece Tarya.

Kami pun terbang dengan pesawat berkapasitas 12 orang itu. Full seat. Sebelum naik pun kami ditimbang badan. Kabarnya, maksimal Grand Caravan Susi Air ini hanya bisa mengangkat maksimal 700 kilogram. Karena itu, kami hanya membawa tas secukupnya. Koper-koper kami dikirim ke Raja Ampat lewat kapal.
Dari Bandara DEO Sorong, kami terbang ke Lapangan Terbang Kabare. Dari atas saya lihat, busyet, pendek sekali runwaynya. Tak ada marshal, tak ada petugas bandara. Hanya seorang anak muda berbaju dishub berteriak, “Boarding, boarding…”

Kami rombongan Ditjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Jakarta, turun sejenak. Beberapa penumpang lain turun, diganti penumpang baru. Termasuk guru yang akan mengajar ke Waisai.
Tak sampai 10 menit, pesawat meninggalkan bandara yang dikelola pemerintah kabupaten ini. Dari Sorong ke Kabare perlu waktu 30 menit. Ongkos normalnya Rp 234.800. Jadwal rutinnya Selasa, Kamis, Sabtyu, 07.00-07.30 Waktu Indonesia Timur.

Waktu tempuh yang sama diperlukan untuk penerbangan lanjutan. Kabare-Marinda 07.40-08.05 WIT. Harga normalnya Rp 260.320 WIT.
Dua anak muda jadi kapten, Ivan Halim dan Kenneth Jauwnarta. ”Hari-hari ini tantangan anginnya tinggi sekali,” kata penerbang lulusan sekolah penerbang Selandia Baru ini.
Meski hanya tiga hari dalam sepekan ke Raja Ampat, bukan berarti hari lain pilot-pilot itu beristirahat kerja. ”Jadwal penuh. Hari-hari lain kami melayani rute perintis lain di Papua. Bisa 6-8 kali terbang sehari,” kata Kenneth.

Kabupaten Raja Ampat punya 610 pulau. Termasuk Kepulauan Raja Ampat dengan empat pulau besarnya yakni Pulau Misool, Salawati, Batanta, dan Waigeo. Ada juga Pulau Gag, yang berbatasan dengan Pulau Gebe, Maluku Utara di sebelah barat lautnya. Pulau Gag merupakan penghasil nikel, ditetapkan sebagai hutan lindung, dengan kegiatan pertambangan terbatas untuk eksplorasi oleh perusahaan seperti PT Aneka Tambang dan PT Gag Nikel.
Dari seluruh pulau hanya 35 pulau yang berpenghuni sedangkan pulau lainnya tidak berpenghuni dan sebagian besar belum memiliki nama. Kabupaten ini memiliki total luas 67.379,60 km² dengan rincian luas daratan 7.559,60 km² luas lautan 59.820,00 km², dan berpenduduk hampir 70 ribu jiwa.
Terima kasih sudah mengantar ke Raja Ampat, maskot lumba-lumba menanti di ruang kedatangan Bandara Marinda, Waisai.
