Setelah Oktober 2020, akhirnya datang lagi ke Bumi Moluku Kieraha. Kota Rempah Ternate.
Minggu, 4 Agustus 2024, pukul 8.15 Waktu Indonesia Timur, Boeing 737-800 Next Generation Batik Air mendarat di Bandar Udara Sultan Babullah Ternate, Maluku Utara. Pesawat berkode penerbangan ID 6041 ini menerbangkan saya dari Bandara Soekarno – Hatta menuju Ternate dari pukul 02.40 WIB. Kalau dihitung sejak take-off, penerbangan ini memakan waktu 3 jam 40 menit.
Bagi saya, ini perjalanan kedua ke Ternate. Yang pertama, Oktober 2020, saat bersama Tim Prakerja datang ke Hotel Muara dan lokasi lain seperti Café Grand Fatmah, Pantai Sulamadaha dan juga sempat sambang ke Stadion Kie Raha, markas Persiter Ternate dan Malut United FC.

Bedanya, kalau saat itu sempat menginap tiga malam, kali ini hanya transit menuju Pulau Bacan, Halmahera Selatan. Meski demikian, perjalanan ke Ternate kali ini sangat efektif.
Di Bandara TTE dijemput Ketua Cabang Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Ternate Ivan Lahu, Okis Samuel Hulahi, dan Jesly Potoboda.

“Kita jalan, Mas Jojo, putar-putar Ternate lihat destinasi wisata terdekat,” kata Ivan Lahu, aktivis asal Pulau Obi, Halmahera Selatan.
Setelah makan siang ikan tarusi di kawasan Terminal Gamalama Ternate, kami pun menuju Danau Tolire Ici (kecil), dan Danau Tolire Besar. Bergabung pula Astrid dan Intan Lestari Tjandua. Makan kripik goreng pisang serupa mulut bebek, lalu ‘uji nyali’ melempar batu di Danau Tolire Besar.

Di sini terjadi ‘keajaiban’. Sekuat apapun kita melempar batu, tetap saja batu-batu itu tak akan sampai ke tengah danau. Seperti ada magnet yang menariknya batu itu sehingga tak bisa menyentuh permukaan danau. Saat di udara, batu seakan melengkung turun ke balik tepi jurang yang kita pijaki. Ini yang membuat Danau Tolire menyimpan sisi magis tersendiri. Bisa jadi karena kekuatan gravitasi Istimewa di situ.
Keberadaan Danau Tolire bak lubang raksasa di kaki Gunung Gamalama. Danau kawah ini memiliki luas sebesar 500 x 700 meter. Jaraknya sekitar 4 kilometer dari puncak gunung dan 500 meter dari pantai.

Nuansa mistis bercampur haru mewarnai kisah klasik rakyat Ternate mengenai lahirnya danau ini.
Alkisah seorang Ayah yang berhubungan intim dengan putrinya hingga sang putri tersebut mengandung. Padahal, sang Ayah konon adalah seorang pemimpin desa yang terletak di kaki Gunung Gamalama dan cukup dihormati oleh warganya.

Setelah hubungan memalukan itu diketahui oleh penduduk desa, ayah dan putrinya ini pun mendapatkan hukuman sosial dengan diusir dari desa tempat mereka berada. Dalam kondisi sangat malu, sang Ayah dan putrinya pun pergi dari desa tempat mereka tinggal. Namun belum sempat mereka pergi, sebuah gempa bumi dahsyat pun terjadi melanda desa tersebut.
Beberapa warga percaya bahwa gempa itu merupakan hukuman dari Yang Maha Kuasa karena perbuatan maksiat antara ayah dan putrinya tersebut. Desa itu pun terguncang dengan tanah yang retak, muncul air dan menenggelamkan seluruh desa beserta penduduknya ke dalam bumi. Akhirnya desa tersebut pun menjadi sebuah danau raksasa yang dikenal sebagai Danau Tolire besar.

Kutukan ini tidak berhenti sampai disini, sang Putri yang mengetahui datangnya bencana pun sempat melarikan diri hingga ke tepian pesisir laut. Namun, kutukan gempa tersebut tetap terjadi dan melanda tanah tempat putri tersebut berpijak. Musibah yang terjadi di desa mereka pun kembali terjadi dan menciptakan danau lainnya yang lebih kecil dan dikenal sebagai Danau Tolire kecil.
Hingga saat ini, masyarakat Ternate masih mempercayai kisah Legenda ini dan menganggap Danau Tolire Besar sebagai simbol dari sang ayah terkutuk dan Danau Tolire Kecil sebagai simbol keberadaan putri sang ayah tersebut.

Kisah memilukan ini juga menimpa penduduk desa tersebut. Mereka ikut terkena imbas dosa dari ayah dan putrinya itu dan Sang Kuasa pun mengutuk mereka semua menjadi buaya putih penjaga Danau Tolire Besar yang awalnya adalah desa mereka. Kisah ini memang dipercaya hanya sebatas legenda, namun menurut pengakuan warga setempat, sudah banyak wisatawan maupun penduduk lokal yang melihat langsung keberadaan buaya-buaya putih penunggu Danau Tolire Besar dengan mata kepala sendiri.
Syukur Dofu-dofu, terima kasih Ternate!








