Jakarta – Anggota Komite II Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Yulianus Henock menyesalkan keputusan pemerintah yang tetap menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen per 1 Januari 2025.
Yulianus menekankan, memasuki tahun baru 2025, ekonomi dunia diprediksi drastis menurun, yang pastinya akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi bangsa Indonesia juga terkoreksi menurun.
“Sebagai Anggota Komite II DPD RI yang membidangi ekonomi, saya berharap pemerintahan Presiden Prabowo menunda bahkan bila perlu membatalkan kenaikkan PPN 12 persen. Bila tetap diterapkan, kebijakan itu akan membebani kehidupan rakyat yang sudah semakin sulit,” tegasnya.
Yulianus Henock tak menampik memang Pasal 7 Undang-Undang No. 7/2021 Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) menjelaskan bahwa Tarif Pajak Pertambahan Nilai ditetapkan sebesar 11% mulai berlaku pada1 April 2022 dan sebesar 12% mulai berlaku paling lambat pada tanggal 1 Januari 2025. Namun, sebenarnya masih ada celah untuk tidak memberlakukan PPN setinggi itu. Bahkan, Prabowo memiliki wewenang untuk menunda kenaikan tarif di tengah lesunya aktivitas ekonomi masyarakat, atau bisa sampai menurunkan tarifnya.
Menurut senator asal Kalimantan Timur itu, dalam kondisi perekonomian saat ini saja, pajak pajak yang ada saja susah terbayar. ”Apalagi kalau pajak naik justru akan membuat tidak stabilnya ekonomi rakyat dan akan berdampak pada stabilitas nasional yang menurun pula,” tegasnya.
Sebagai saran solusi, Yulianus Henock berharap agar [emerintah tidak menaikkan Pajak Pertambahan Nilai 12 persen, tapi memprioritaskan sektor lain yang bisa meningkatkan pendapatan negara, seperti pajak dari sektor pariwisata, usaha jasa, barang mewah, pertambangan, atau perkebunan.
”Selain itu, prioritaskan efisiensi anggaran. Belanja negara hanya untuk kepentingan yang benar-benar urent, sehingga penghematan pengeluaran negara dari sektor belanja negara bisa mengurangi defisit APBN,” paparnya.
Yulianus juga berharap pemerintah khususnya pejabat di sektor keuangan bisa inovatif dan kreatif memciptakan sumber sumber ekonomi baru, yang berdampak juga terhadap terciptanya lapangan kerja baru, sehingga bisa mengurangi krisis pengangguran.
”Terakhir, prioritaskan stabilitas kurs rupiah yang akhir-akhir ini nilai tukarnya semakin memburuk. Kian terpuruknya nilai tukar rupiah bisa berdampak sangat besar bagi perekonomian rakyat kecil, karena sangat berpengaruh dengan impor barang-barang yang langsung dikonsumsi untuk kebutuhan sehari-hari. Sebaliknya, pendapatan dari hasil ekspor akan berkurang jauh,” pungkasnya.