Dalam suasana Valentine’s Day, baik puji-pujian maupun Firman Tuhan, hari ini hadir di ibadah kedua GMS Puri.
Yang melayani Firman Tuhan yakni Pendeta Elianto Widjaja, host GMS Pluit.
Sebelum membuka ayat Alkitab, Elianto membagikan beberapa poin:
Pertama, love in marriage is more than just a feeling or an emotion; it is a choice.
”Ketika memutuskan satu di antara yang lain, bersama dengan seseorang sampai selama-lamanya, itu adalah komitmen laksana salib. Seperti komitmen Kristus bagi jemaatNya,” kata ayah dua putri ini.
Kedua, love alone is not enough.
Ketiga, marriage is still a good idea because it’s God idea.
Ia kemudian membagikan kisah penelitian di Love Lab. Menaruh puluhan pasangan dan memperhatikan gestur serta interaksi mereka, demi menjawab pertanyaan, “Why is marriage so tough at times?”
Empat esensi pernikahan dijelaskan dalam Kejadian 2:24.
”Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.”
Satu, seorang laki-laki. A man, bukan a boy. Karena di situ ada kedewasaan. Marriage membutuhkan kedewasaan. Sebagaimana pesan Raja Daud kepada Salomo di akhir hayat Daud pada I Raja-Raja 2:1, ”Kuatkanlah hatimu dan berlakulah seperti laki-laki.”
The husband’s primary responsibility is to love his lord so deeply and to accept himself so completely that he gives himself to his wife without conditions.
The wife’s primary responsibility is to know herself so well and to respect herself so much that she gives herself to herhusband without hesitation. (Pendeta dan penulis Charles Swindoll).
Dua, ada kalimat ‘will leave’. Marriage merupakan jalan untuk mandiri. Meninggalkan ayah ibunya.
Tugas orang tua (parenting) ada waktunya selesai, tapi sebagai orang tua tidak pernah selesai.
Di sinilah sebagai orangtua harus berani melepas, belajar letting go.
Tiga, Permanence. United. Marriage adalah perjanjian untuk hidup bersama seumur hidup. ‘Bersatu dengan isterinya.’
”Pernikahan pertama didesain tak ada divorce. Itulah sebabnya kepala dan tubuh tak bisa dipisah. Harusnya visi dan pelayanan harus satu, sebagaimana satu rumah dan satu keuangan,” katanya.
Empat, One flesh. Menjadi satu daging. Marriage adalah dua menjadi satu.
”Kehadiran anak-anak mengembangkan pernikahan, membuat pernikahan bahagia. Tapi anak-anak bukan reason atau alasan pemersatu pernikahan,” pungkasnya.
