Salah satu kota terbesar di Pulau Jawa. Selain Jakarta, Surabaya, Bandung, dan Bekasi. Masih murah-murah makan dan biaya hidupnya.
”Semarang kaline banjir
Ja sumelang ra dipikir
Jangkrik upa saba ning tangga
Malumpat ning tengah jogan
Wis watake priya jare ngaku setya
Tekan ndalan selewengan
Eyae eyae eyae…”
Itu kata Wadljinah dalam ’Jangkrik Genggong’ (1985).

Kini lagu yang identik Semarang sudah berubah, ‘Semarang Rumah Kita’.
Kota yang asyik, bandaranya sudah sangat modern sekarang. Ini baru kali kedua saya ke Bandara Ahmad Yani sejak 2020. Sebelumnya, ke sana masih menggunakan bandara lama.

”Bandara baru di sebelahnya. Bandara lama bahkan kemarin dipakai lomba sepatu roda,” kata Hada, driver yang mengantarkan kami dari Hotel Ciputra ke Bandara A Yani. Hotel dengan pandangan lapang mengarah ke Lapangan Pancasila Simpang Lima.
Di Semarang main ke Aliansi Jurnalis Indepenen (AJI) Jalan Surtikanti, Bulu. Juga bertemu kawan-kawan lama.

Harga makanan murah, masih sangat terjangkau. Terutama untuk yang khas, kepala ikan manyung.
Semarang, miss you again..







