Tradisi istimewa Tahun Yubileum. Berziarah ke sembilan Pintu Suci di sembilan paroki dari sembilan Dekanat Keuskupan Agung Jakarta. Pemberhentian keenam: Paroki Kristus Salvator, Slipi-Petamburan, Jakarta Barat.
Sejarah gereja ini tak lepas dari masa saat umat Katolik di sekitar Slipi hidup dalam situasi pascatragedi Gerakan 30 September. Sebuah peristiwa jadi tonggak kala seorang anak dimakamkan tanpa upacara liturgis, karena para umat belum saling mengenal dan kesulitan mencari imam.

Peristiwa ini mendorong beberapa keluarga Katolik membentuk komunitas bernama Ikatan Keluarga Katolik Slipi (IKKS) pada September 1966. IKKS menjadi bagian dari Paroki Grogol, sekaligus cikal bakal Paroki Kristus Salvator Slipi.
Agustus 1968, Pastor Clemens Schreurs, CICM ditugaskan pimpinan tarekat CICM mencari rumah sebagai guest house di Jakarta. KAJ mensyaratkan bahwa suatu tarekat yang berniat mendirikan rumah bagi mereka sendiri wajib melayani sebuah paroki.

Slipi dipilih karena dekat dengan sekolah Regina Pacis, dan ada poliklinik dikelola suster-suster FMM, yang pernah bekerjasama dengan tarekat CICM di Tiongkok.
Congregatio Immaculati Cordis Mariae (CICM) atau Kongregasi Hati Tak Bernoda Maria merupakan tarekat religius misionaris internasional yang berdiri pada 28 November 1862 oleh Pastor Theophile Verbist, seorang imam diosesan Belgia. Tarekat ini awalnya ditujukan untuk melayani misi di daratan Tiongkok. Karya CICM semakin berkembang ke berbagai negara, termasuk Indonesia, khususnya sejak 1937 di Makassar.

Sebidang tanah bekas bengkel di Petamburan terasa tak cukup dengan makin banyaknya umat. Kala perayaan khusus, tenda besar didirikan hingga mendekati batas Jl. KS Tubun, hingga akhirnya tanah di belakang gereja lunas dibeli untuk perluasan.
Pada 22 Juli 1985 terpasang Salib Kristus (Crucifix) yang dibuat dari kayu jati, hasil karya seniman Bali ternama, Ida Bagus Tilem. Selain itu, ada patung Bunda Maria yang menghiasi gua indah dalam gereja hasil karya Masto Hardjo.
Maka, 15 September 1985 gereja baru resmi diberkati oleh Uskup Agung Jakarta, Mgr. Leo Soekoto, SJ.


