Komisi II DPR RI Dorong Bogor Jadi Kota Pertama Selesaikan Rencana Detail Tata Ruang

Komisi II DPR RI mendorong Pemerintah Kota dan Kantor Pertanahan Kota Bogor untuk menjadikan Kota Bogor menjadi daerah pertama di Indonesia yang menyelesaikan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR).

Pernyataan itu tersampaikan dalam Kunjungan Kerja Spesifik Komisi II DPR RI dalam rangka penyelesaian permasalahan penganganan kasus dan konflik pertanahan, pendaftaran tanah sistemis lengkap, pendaftaran tanah ulayat, pendaftaran tanah wakaf dan rumah ibadah serta penyelesaian RDTR pada masa persidangan III Tahun Sidang 2024 – 2025 ke Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat, Kamis (22/05/2025).

Pimpinan Tim Kunspek Komisi II DPR RI Aria Bima menekankan, Pasal 33 UUD 1945 dan UU No.5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA 1960) memandatkan bahwa tujuan penguasaan negara atas bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya adalah untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

“Tata kelola agraria bukan hanya soal bagaimana negara mengelola tanah dan sumber daya alamnya, tetapi juga soal bagaimana negara mampu mendistribusikan surplus ekonomi atas kekayaan sumber daya alam yang menjamin kesejahteraan rakyatnya. Pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat harus bekerja sama untuk mewujudkan pengelolaan agraria yang lebih efisien, adil, dan berkelanjutan,” ungkapnya di Paseban Sri Bima, Balaikota Bogor, (22/05/2025.

Kunjungan Komisi II DPR RI diterima langsung Wali Kota Bogor Dedie Abdu Rachim, Kepala Kantor Pertanahan Kota Bogor Akhyar Tarfi, Wakapolres Bogor Kompol Rizka Fadhila, Kasdim 0606/Kota Bogor Letnan Kolonel ARM Andi Achmad Afandi, dan anggota forum komunikasi pimpinan daerah lainnya.

Dari Komisi II DPR RI hadir tiga wakil ketua yakni Aria Bima, Bahtra, Dede Yusuf, dan anggota komisi antara lain Ahmad Doli Kurnia, Deddy Sitorus, Romy Soekarno, Ahmad Wazir Noviandi, Esthon Foenay, Azis Subekti, Ujang Bey, Habibur Rochman, Mohammad Toha, Rahmat Saleh, dan Wahyudin Noor Aly.

“Hampir seluruh problem pertanahan di negeri ini karena RDTR-nya belum selesai. Karena dari hulunya belum selesai, maka persoalan itu terus mengalir sampai ke hilir,” kata Ahmad Doli Kurnia.

Kepala Kantor Pertanahan Kota Bogor Akhyar Tarfi berjanji akan menyelesaikan prosedur penyusunan RDTR pada akhir Agustus atau paling lambat September 2025

“Kami akan bersinergi dengan Wali Kota Bogor, sehingga Boogor bisa menjadi kota pertama di Indonesia yang RDTR-nya selesai,” kata Akhyar.

Pemerintah Kota Bogor memandang bahwa penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) harus dilakukan secara paralel dengan penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bogor. RDTR menjadi pedoman operasional perizinan di Kota Bogor, dan RTRW Kota Bogor, yang saat ini sedang dalam proses, akan menjadi acuan utama dalam pemanfaatan ruang di wilayah tersebut.

“Pemkot Bogor berupaya menyusun RDTR dan peraturan zonasi secara paralel dengan RTRW Kota Bogor. Ini bertujuan untuk memastikan bahwa semua perencanaan tata ruang di Kota Bogor berjalan selaras dan tidak tumpang tindih,” kata Wali Kota Bogor Dedie Abdu Rachim.

Beberapa kasus yang menjadi sorotan dalam kunjungan kerja ini misalnya ada sekitar 6 ribu bidang tanah di Kota Bogor yang sudah terdaftar dan terpetakan namun belum bersertifikat.

“Harus ada target penyelesaian kapan 6 ribu tanah itu bisa mendapat sertifikat, mengingat itu merupakan hak otonomi rakyat,” kata Esthon Foenay.

Hal menonjol lain yakni konflik pertanahan di Babakan, dengan terjadinya penguasaan masyarakat di atas aset Pemkot yang belum bersertipikat dengan luas: 18.368 M2 di atas bidang tanah sebanyak 148 bidang di Kelurahan Cipaku, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor. Terdapat 400 kepala keluarga di lahan ini, sementara tanah itu sebenarnya direlokasikan untuk masyarakat bantaran sungai tahun 2024.

”Hingga saat ini masyarakat menuntut diberikan hak milik, namun di sisi lain Pemkot tidak dapat melepaskannya karena masih berstatus aset daerah.Belum ada kesepakatan penyelesaian,sehingga masih menjadi permasalahan tanah di Kota Bogor,” urai Akhyar.

Catatan lain dari Wakil Ketua Komisi II DPR RI Bahtra meminta koordinasi Pemerintah Kota dengan Kantor Pertanahan Bogor untuk segera menerbitkan sertifikat aset-aset milik pemkot sehingga tak ada saling klaim dan konflik di kemudian hari.

”Selain itu, tolong bantu sertifikasi rumah ibadah, agar tidak kemudian muncul gugatan dari ahli waris kesekian terhadap tanah yang sudah dihibahkan ke rumah ibadah,” ungkapnya.

Masukan lain terkait pemberian izin pembangunan lahan agar diberikan sesuai peruntukannya. ”Sebagai daerah penyangga, Bogor harus ketat dalam urusan penataan lahan. Jika tidak, banjir akan terus terjadi hingga Bekasi bahkan Karawang. Kalau pengembang tak memenuhi syarat, ya jangan diberi izin,” tegasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published.