Kuliner Aceh: Itik Bireuen di Setui

Kali ini menikmati sensasi daging itik ala Bireun di samping Pasar Setui, Banda Aceh. Menghayati kearifan lokal di jam ibadah Negeri Serambi Mekkah.

Begitu tahu saya ada di Banda Aceh, sahabat baru menjemput. Ketua Forum Lembaga Kursus dan Pelatihan Provinsi Aceh, Syahril Kiram. Kami sama-sama pengurus Dewan Pimpinan Pusat Generasi Digital Indonesia (Gradasi).

Bang Kiram -sapaan akrab praktisi pendidikan di bidang asesor sekolah dan kampus ini- datang menjemput di depan Hotel Al Hambra.

”Agak jauh sedikit, kita makan bebek ya. Di sini sebutnya itik. Aman kan? Jangan-jangan nanti sudah di sana, tak bisa makan pula,” katanya ramah.

Sampailah kami di area Setui. Lamat-lamat memori saya mengenang saat awal 2025 meninggalkan Banda Aceh usai liputan dampak tsunami beberapa minggu. Sulit mencari tiket penerbangan, akhirnya memutuskan perjalanan darat dengan bus ke Medan. Berangkat sore dari Terminal Setui, sampai di Medan esok paginya.

”Sekarang terminal itu sudah berganti jadi supermarket besar,” kata Bang Kiram.

Nama rumah makan tempat kami mengisi perut kali ini  ’Bu Si Itek Bireuen Ustadz Heri’. Taglinenya ’keberkahan dan kebaikan’. Parkirnya luas, makanannya enak. Daging itiknya sangat renyah dan beraroma. Khas makanan Melayu.

Aneka menu ada di resto di Jalan Teuu Umar itu. Dari Nasi Bebek Bireuen, Gulai Bebek, Bebek Kari, sampai Nasi Bebek Ayam Tangkap.

Albert, seorang pengunjung Instagram resto ‘Bu Si Itek’ berkomentar, “Makan gulai itik di Bu Sie Itek Bireuen. Bumbunya bener2 bikin boros nasi! Daging bebeknya agak sedikit chewy tapi masih enak dan ingin terus nambah. Ada Ayam Tangkap juga di menunya. Masakan Aceh memang luar biasa lezatnya!!”

Jawa Pos menulis, rumah makan ini juga jadi viral karena Presiden saat itu Jokowi pernah berkunjung ke mari di tahun 2018. Tak beda dengan kedai Lem Bakrie di tulisan sebelumnya.

Saiful, juru masak paling senior di restoran tersebut, menyatakan bahwa ada belasan rempah yang dicampur menjadi bumbu nasi bebek. Mulai yang populer seperti bawang, cabai merah, ketumbar, merica, kunyit, jahe, serai, dan pala, sampai yang jarang dipakai dalam masakan seperti jintan, kapulaga putih, bunga lawang, dan daun temurui.

Ada rahasia yang Saiful ungkap, yakni selalu ada nanas yang dimasak bersama bumbu bebek. Potongan-potongan nanas itu lantas diikutkan dalam nasi bebek yang tersaji di atas meja. Tidak banyak-banyak, satu potong saja. Namun, wajib ada. Potongan nanas dalam bumbu tidak boleh ketinggalan. ’’Setelah makan daging, makan nanas. Istilahnya cuci mulut,’’ terangnya.

Dalam satu hari, Bu Si Itek Bireuen bisa melayani ratusan pelanggan. Ustad Heri biasanya memotong 60 ekor bebek dan sekitar 50 ekor ayam. Jumlah itu bertambah hampir dua kali lipat pada musim liburan. Terutama libur akhir tahun. Harga satu porsi nasi bebek khas Aceh di restoran tersebut berkisar Rp 30 ribu. Bisa menjadi lebih mahal jika pelanggan menghendaki lauk tambahan.

Unik, saat selesai makan, kami harus menunggu beberapa lama. Seluruh pelayan di resto itu Salat Jumat. Bahkan, wajan penggorengan pun ditengkurapkan. Pertanda tak ada aktivitas bekerja.

”Memang di Aceh harus begitu. Kita hormati setiap azan berkumandang, tak ada aktivitas lain. Termasuk saat Salat Dzuhur seperti ini,” kata Kiram.

Mari nikmati kuliner khas dengan kearifan lokal di tempat-tempat yang kita kunjungi…

Teurimong geunaseh, Bang Kiram dan Bu Si Itek Bireuen.

Leave a Reply

Your email address will not be published.