Revolusi Model Pembelajaran Sekolah Bisnis: Harus Lebih Utamakan Pendekatan Kemanusiaan, ’Peope to People’

Kurikulum sekolah bisnis harus berubah total. Dari yang saat ini lebih berfokus kepada efisiensi dan profit, berubah ke orientasi kearifan, tanggung jawab sosial dan tujuan moralitas.

Pernyataan itu disampaikan pengajar Fakultas Ilmu Bisnis dan Komunikasi Unika Atma Jaya Eko Widodo dalam Seminar Internasional bertajuk ’Driving Sustainable Futures through Resilient Business in the Circularity Era’ di Gedung Yustinus, Unika Atma Jaya Jakarta, Rabu, 19 November 2025.

”Semua problem ekonomi yang kita hadapi sekarang ini adalah produk alumni sekolah bisnis dengan paradigma lama. Sudah saatnya diubah,” kata Eko Widodo.

Meski menolak disebut sebagai ’pemberontak’, Dekan Fiabikom 2016-2024 itu,membayangkan kurikulum pendidikan bisnis yang baru. ”Yakni kurikulum tak lagi bertujuan melayani pasar, tapi mengembangkan manusia secara keseluruhan, terutama dalam pembentukan karakter dan moral,” katanya.

Eko Widodo membawakan gagasan bertopik ‘Mengedukasi Pasar atau Kemanusiaan?’ yang disebutnya sebagai ’Refleksi Freirean pada Proyek Kapitalistik dari Sekolah Bisnis’.

Ia merujuk pada pandangan filsuf, tokoh pendidikan asal Brasil, dan teoretikus pendidikan yang berpengaruh di dunia, Paulo Freire (1921-1997). Freire terkenal dengan ucapannya, “Ketika pendidikan tidak membebaskan, maka impian kaum tertindas adalah menjadi penindas.”

Eko Widodo melanjutkan, Freire dan penganut pandangan pedagodi pembebasan di sekolah bisnis mengajukan pertanyaan mendasar, “Di era krisis iklim, kesenjangan yang mendalam, dan kekosongan etika perusahaan, apakah Sekolah Bisnis merupakan bagian dari solusi atau sekadar agen reproduksi dari masalah?”

Dalam pandangan Eko, masalah terbesar dunia saat ini yakni banyak manusia mengalami lonely together, ‘kesepian secara massal’. Untuk itu, pendidikan bisnis harus lebih ‘people to people’, mengutamakan pendekatan kemanusiaan.

Salah satu solusinya yakni merombak habis kurikulum pembelajaran, dari konsep pendidikan perbankan menuju aliran Freirean dan pedagogi pembebasan.

Kalau di era pendidikan perbankan model pembelajarannya guru mentransfer pengetahuan kepada siswa yang pasif, dianalogikan sebagai mengisi bejana kosong, harus diubah dalam model pembelajaran dialogis dan reflektif antara mereka yang sederajat (colearners).

“Di model perbankan, tujuan pendidikannya kesesuaian dengan dunia yang ada (status quo), sementara kalau Freirean bertujuan membentuk conscientização atau kesadaran kritis dan transformasi dunia,” urainya.

Perbedaan juga terletak pada ‘outcome’ atau hasil yang diperoleh. Di model pendidikan perbankan, hasilnya untuk mereproduksi ketundukan dan ketergantungan pada struktur yang dominan.

“Sementara bagi Freirean, tujuan pendidikan untuk mengembangkan subjek-subjek yang kritis, sadar, dan etis yang mampu melakukan perubahan sosial,” tegasnya.

Selain Eko Widodo, sesi diskusi hari pertama menghadirkan Gabriel Gan dari University Santo Tomas Filipina. Juga hadir secara daring guru besar Westfälische Hochschule Jerman Urs Pietschmann.

Gabriel Gan membawakan tema ‘Pentingnya Manajemen Berkelanjutan untuk Usaha Kecil dan Menengah dalam Transisi Sirkuler dan Perekonomian yang Tangguh’.

Gabriel memberi contoh perjuangan petani rumput laut di Filipina yang banyak mengalami perjuangan hebat, terutama dalam tantangan alam seperti bencana angin taifun baru-baru ini.

“Mereka berprinsip, kalau hanya kami yang berjuang akan terasa berat, tapi saat banyak yang menolong, maka kami bisa bergerak bersama,” ungkapnya.

Menurut pria yang puluhan tahun berkutat di industri keselamatan penerbangan itu, ketangguhan bukanlah sifat individu, melainkan pencapaian kolektif.

“Masa depan yang berkelanjutan mengharuskan kita untuk merancang ketangguhan itu bersama-sama. Sirkularitas tidak akan berhasil tanpa kolaborasi,” ucapnya.

Seminar selama dua hari ini dibuka pada Rabu pagi, 19 November 2025 oleh Rektor Unika Atma Jaya Yuda Turana dan Dekan Fiabikom Unika Atma Jaya Dorien Kartikawangi, dan pembuka nan inspiratif dari pakar kewirausahaan dan Menteri Pariwisata Ekonomi Kreatif 2020-2024 Sandiaga Uno.

Sesi Pleno pertama menghadirkan pembicara internasional Jack Qiu Linchuan dari Nanyang Technological University Singapura, Thanam Subramaniam dari Taylor’s University Malaysia, Thuanthong Krutchon dari Thaksin University Thailand, dan George Martin Sirait dari Unika Atma Jaya.

Bagi yang belum mengikuti konferensi internasional hari pertama, masih ada kesempatan bergabung di hari kedua, Kamis 20 November 2025. Konferensi hari kedua akan dikemas berupa diskusi paralel dalam bidang administrasi bisnis, komunikasi dan pariwisata.

Yuk, kapan lagi ambil peran dalam konferensi internasional nan amat langka seperti ini!

Leave a Reply

Your email address will not be published.