Kelebihan liputan Dwita Asri: bersemangat dan tersenyum. Kelemahannya: tak ada yang istimewa dalam ‘reportase live’ ini.
Dwita Asri Wibowo bersemangat sekali saat menjajal sebagai reporter televisi yang turun lapangan dalam liputan live kampanye Partai Gerakan Indonesia Raya di Gelora Bung Karno, Maret lalu. Mimik ekspresif, senyuman, dan tatapan tegasnya ke kamera menjadi modal besarnya saat menjadi reporter live di tengah kerumunan ribuan orang di stadion termegah di Indonesia ini.
Kekurangannya, Dwita tak menampilkan sesuatu yang berbeda. Liputannya standar, tak jauh berbeda dengan rekan-rekan “satu gank”-nya yang juga melakukan liputan live di lokasi yang sama. Tanpa berpikir ‘out of the box’, hasil liputannya –meski ditunjang kualitas ketajaman gambar- jadi tak berbeda dengan yang lain. Ibarat menonton banyak berita televisi dengan liputan yang nyaris serupa, yang membedakan hanya logo stasiun televisi di pojok kanan atas. Kontennya, tak berbeda. Jadi, penonton pun mudah memindahkan kanal ke stasiun lain.
Selaraskan naskah dan visual
Kelemahan lain, standar, liputan ini tak disertai CG untuk menjelaskan lokasi maupun materi liputan. Insert visual memang ditampilkan, tapi tak sesuai dengan reportase, seperti saat Dwita menyebut ‘kumandang mars Gerindra saat pembukaan kampanye’, ‘terlihat juga marching band dan petugas keamanan’ yang menjaga situasi’. Mana gambar simpatisan menyanyikan mars, marching band, maupun penjagaan ketat keamanan? Tak ada sama sekali. Selain itu, secara teknis, scene Dwita sebelum menutup laporan headroom (batas atas antara kamera dan frame layar) terpotong.
Sebagai ‘element of surprise’, seharusnya Dwita bisa saja menyebut artis pengisi acara, yang suaranya sayup-sayup terdengar sebagai latar reportasenya. Dwita bisa saja berkata, “Saudara, ingatkah Anda pada lagu ini..” “Atau, apa yang Anda bayangkan kalau penyanyi atau grup musik (sebutkan namanya) mengisi acara politik…”
Next, berpikirlah yang tak biasa, ‘out of the box’ dalam membuat liputan atau karya jurnalistik…