Video ini mengangkat dua topik, maraknya pernak-pernik Natal di mal dan pertokoan, serta personalisasi seorang umat Kristiani yang merayakan Natal. Perlu memperkaya visual dan show.
Joanna Ika berdiri di depan mal yang berhias dengan aneka aksesori menyambut perayaan Natal. Sayang, di sini ia tak menyebutkan –atau ditulis dalam CG-di mana lokasi tepat tempat Joanna berdiri. Tentu kita tak bisa mengharapkan pemirsa membaca credit title untuk tahu bahwa lokasi liputan itu ada di Grand Indonesia, Jakarta Pusat.
Satu prinsip jurnalistik televisi yakni ‘avoid the list’. Hindarilah penyebutan ‘daftar’ karena apa yang disampaikan narasi/voice over di paket berita, haruslah selaras dengan visual di layar. Perhatikan saat narasi berbunyi, ”BERBAGAI ORNAMEN KHAS NATAL MENGHIASI HAMPIR DI SETIAP SUDUT MAL / MULAI DARI POHON NATAL / BONEKA SINTERKLAS / RUMAH KHAS NATAL / DAN MASIH BANYAK LAGI //”
Idealnya dalam jurnalisme televisi, saat ia menyebutkan ‘Pohon Natal, Boneka Sinterklas, dan Rumah Natal’, maka yang muncul di layar juga harus sama dengan apa yang disuarakan. Jika tak memiliki belanjaan visual dan editing yang bagus, hindarilah menyebutkan ‘list’.
Masukan untuk karya ini antara lain pencahayaan yang gelap, sekuence suasana dengan musik latar yang terlalu lama (00.30-01.00) serta wawancara yang terlalu panjang. Dengan wawancara Ellen Rosalie disajikan dalam dua take, baiknya agar tak membosankan pemirsa, tampilan pernak-pernik Natal ditampilkan sebagai insert visual di sela-sela wawancara.
Keunggulan paket liputan ini saat menunjukkan aneka pernak-pernik Natal dengan visual terang –meski tak lama juga, serta musik latar yang pas. Sayang, banyak gambar ditampilkan lebih sebagai ‘gambar mati’, kurang menampilkan unsur ‘manusia’, misalnya saat pengunjung mal –atau anggota lain kelompok ini, Melissa dan Mery Helena Lay – memilih dan memilah aksesoris Natal.
Thanks, team, kerja keras yang luar biasa, dari perencanaan, eksekusi dan pos produksi!