Inilah cerita para mahasiswa menjadi saksi pesta penutupan PON XIX. Masih agak ‘kering’, tapi untuk sebuah perjuangan patutlah diacungi jempol.
Liputan lima mahasiswa Universitas Multimedia Nusantara (UMN) kelas Feature Media Siar ini layak mendapat apresiasi. Annisa Rosa, Samuel Elbert, Yansen Kuswono, Dinda Wahida, dan Martinus Eko, datang dari Jabodetabek menuju Gedebage, Bandung, mereka awalnya tertahan tak boleh meliput penutupan PON XIX Jawa Barat. Namun, kesabaran dan kegigihan akhirnya membuat tim ini mampu mengabadikan visual-visual cantik pada pesta olahraga nasional empat tahunan ini.
Dari sisi konten, mereka mendapat semua, dengan keterbatasan alat yang ada, tentunya. Gambar Edi Brokoli dan artis-artis asal Parahyangan lain mereka ambil dari layar lebar yang tersedia. Footage kembang api, kaldron yang menyala, kerumunan massa, tari-tarian dan pidato Wakil Presiden Jusuf Kalla pun ada. On-cam alias piece to camera Annisa juga menawan, meski memang ada salah-salah sedikit, itu wajar.
Secara ‘jalan cerita’ memang paket ini agak ‘kering’, karena ia mencoba menampilkan semua hal. Tak fokus pada angle tertentu. Kalau yang dimaksud anglenya adalah antusiasme penonton, khususnya warga lokal Bandung, mestinya gambar-gambar dari luar stadion, dinamika suasana penjualan merchandise, pintu masuk, dan sebagainya lebih diperkaya.
Jadinya, paket ini lebih kepada angle: kemeriahan upacara penutupan PON Jawa Barat. Meski sebenarnya nanggung juga, karena masing-masing penampil acara pun hanya terlihat sekelebat saja. Di samping pujian karena kerja keras meliput gebyar penutupan PON dengan sukses, lain kali lebih fokuslah pada sudut pandang apa yang diambil.
Cerita di balik layar
Samuel Elbert, juru kamera dan penanggungjawab lighting, berkisah, selama proses peliputan sendiri tidak mengalami kesulitan. “Hanya saja sempat bingung saat proses perjalanan menuju ke lokasi. Selain lokasi yang baru menurut kami, plang yang menandakan tempat berlangsungnya PON kurang jelas,” ungkapnya.
Kesan serupa diungkapkan juru kamera lainnya, Yansen Kuswono. Ia senang memiliki pengalaman dan teman-teman baru dalam tim ini. “Hambatannya adalah perjalanan yang sangat menegankan saat menuju GOR GBLA,” papar Yansen.
Martinus Eko Raharjo, penata gambar pun bersyukur karena di tengah-tengah situasi yang serba kepepet mulai dari persiapannya hingga perancangan liputannya, semuanya bisa terselesaikan secara baik. “Diharapkan ke depannya bisa me-manage waktu lagi ketika ada liputan even besar seperti ini,” ungkapnya.
Lain lagi kata Dinda Wahida, editor. Selain sempat susah masuk Gelora Bandung Lautan Api, ia merasa terlalu banyak noise dalam liputan even besar seperti itu membuat mereka kelabakan. “Terus terang, persiapan alat kami kurang. Tapi, selebihnya lancar dan seru,” kenangnya.
Reporter alias stand-upper tim ini, Annisa Rosa mengaku mendapatkan pengalaman baru dalam meliput ajang berskala nasional. “Namun, saya belum merakan puas dengan hasil kelompok saya sendiri, karena masih banyak kekurangan dari persiapannya,” katanya.
Nah, semoga tim ini bisa ‘membalas’-nya di project Ujian Akhir Semester!