Sembilan mahasiswa kelas Produksi TV Universitas Multimedia Nusantara (UMN) memilih penggusuran Bukit Duri sebagai topik liputan hard news. Tak lupa mereka memperlengkapi paketnya dengan kondisi warga pasca relokasi di rumah susun.
Andina Kamia, Bunga Dwi Puspitasari, Apriana Nurul, Jefferly Helianthusonfri, Diva Maudy, Bertold Ananda, Robby Arianto, Aldo Lucky, dan Farid Hardika berangkat menuju Bukit duri, Jakarta Selatan. Selain mengambil piece to camera (PTC) Jefferly di lokasi penggusuran, mereka pun mewawancarai suara ‘keras’ dari para korban penggusuran. ‘Keras’ bukan dalam makna ‘tone’ berapi-api dan negatif, tapi ‘karena mereka mendapatkannya masih sangat ‘fresh’. Ketepatan momentum datang saat peristiwa masih hangat menjadi kunci keberhasilan tim ini.
Dibuka dengan OBB serta ‘judul program’ Suara Nusantara, gambar yang diperoleh tim ‘Nouvelles Tv’ ini pun amat kaya. Footage-footage yang mereka dapat pun berbicara, mulai suasana alat berat membersihkan sisa penggusuran, puing-puing runtuhan, hingga close-up surat pengumuman yang ditempel. Kutipan Nurhayati menjelaskan suara rakyat kecil yang tak bisa berbuat banyak, dan memilih mengikuti kebijakan pemerintah. Wawancara Nurhayati dengan Jeff cukup ‘bunyi’, hanya saja, sebaiknya saat narasumber mulai bicara, tampilkan one shoot narasumber saja. Pilihan lain, di sela-sela OT narasumber menjelaskan kegiatan warga berdagang dan mengojek, sertakan visual aktivitas warga sebagai insert visual. Hal yang sama bisa diterapkan saat menayangkan soundbyte Mulyadi, Ketua RT 06 Bukit Duri.
Masuk ke liputan Rumah Susun Rawabebek, Jakarta Timur –sebagai pembanding bagaimana kondisi warga pra dan pasca penggusuran- visual dibuka dengan sequence atau established rumah susun dari luar. Berikutnya, suara-suara anak kecil gembira karena bisa bermain bola da bersepeda di arena luas, mencerminkan suasana hidup warga yang berbeda.
Ini liputan yang komprehensif, menampilkan situasi penggusuran dan lokasi penggantinya. Tak lupa, menampilkan suara masyarakat bahwa gugatan hukum terhadap pemerintah pun terus berjalan. Visual bicara dari berbagai sudut, dengan wawancara warga sebagai penegas fakta dan bukan opini pembuat berita.
Testimoni para peliput
Bunga Dwi sebagai juru kamera dan pengisi suara paket mengaku timnya dapat melakukan tugas dengan lancar karena adanya koordinasi dan pembagian tugas yang baik.
Apriana Nurul, satu dari duet news anchor mendapat pengalaman berharga saat liputan di lapangan. “Asyik, karena bisa bertemu dengan orang-orang atau narasumber yang berbeda, bisa tahu lebih dalam mengenai penggusuran Bukit Duri dengan turun langsung melihat ke lokasi,” kenangnya. Begitu memang sebaiknya, seorang pembaca berita bukan hanya jurnalis ‘salon’ yang hanya ada di ruang rias dan ruang siaran. Wawasannya akan terasa lebih dalam saat sering-sering turun lapangan.
Jefferly sebagai reporter, menjelaskan, sebelum turun dan mewawancarai narasumber, ia melakukan riset cukup intens. “Seru dan menyenangkan, sebab kami dapat meliput ke lokasi yang sebelumnya belum pernah kami datangi, yakni kampung Bukit Duri dan Rusun Rawa Bebek,” paparnya. Ia menyatakan, menjadi pengalaman berharga saat meliput ke kelompok korban penggusuran. “Sekaligus belajar berempati terhadap tantangan hidup mereka,” jelasnya.
Lucky Pratama pun mengungkapkan pengalamannya terjun langsung dan menyatakan betapa fasilitas rumah susun ternyata belum seindah yang dipromokan. “Dengan liputan ke Rusun Rawa Bebek, kami bisa tahu ternyata dbalik pemberian fasilitas yang memadai di rusun, ternyata tersimpan banyak sekali keluhan dari warga, mulai dari biaya sampai sulitnya menuju pekerjaan mereka,” kaa Lucky,
Anggota lain kelompok ini seperti Farid Hardika, Bertold Ananda, dan Robby Arianto menekankan pentingnya team work sebagai kunci keberhasilan mereka menghasilkan karya komprehensif.