Mengejar Ahok ke Rumah Lembang

Dari tiga segmen membuat program berita untuk Ujian Akhir Semester mata kuliah Feature Media Siar Universitas Multimedia Nusantara, tantangan utamanya ada di segmen pertama: berburu kandidat Pilkada Gubernur. Boleh liputan Pilkada DKI atau Banten, syaratnya, ada visual calon gubernurnya.

Mendapat ‘challenge’ berburu kandidat peserta Pilkada untuk level gubernur, maka kelompok yang terdiri atas Vivi Melyan, Kelvin Layzuardy, Daniel Cahyadi, Gustama Pandu, Abidzar Ghifar, Anandita Getar, Chiedryan Chierdidy, Anders Forbes dan Bilan Clara ini pun sepakat menjadikan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai target utama.

Mereka mengawali tayangan dengan Opening Bumper Break (OBB) yang keren, dibuat dengan teknik dan ketelitian tinggi tentunya. CG serta running teks pun tampil konsisten menghiasi layar jadi menarik. Sayang saja, saat menampilkan Anders sebagai presenter yang di-taping di Kompas Corner, ada kekurangakuratan dalam penulisan atribusi. Boleh saja memilih antara host, presentar atau anchor, asal dengan pelafalan yang benar. Saat memilih ‘news anchor’ seharusnya begitulah penulisannya. Bukan ‘news angker’. Hehehe.. newsnya jadi angker dong…

ahok1Tayangan hard news Pilkada pun diawali dengan paket pengantar menarik, yakni bagaimana suasana keseharian Rumah Lembang yang menjadi markas kandidat pasangan calon Gubernur DKI nomor urut dua. Mereka menggambarkan bagaimana penjualan pernak-pernik atribut ala Ahok dilengkapi sajian makanan gratis. Footage relawan menyanyikan yel-yel serta dukungan seorang ibu asal Tangerang berkursi roda menambah warna tersendiri dalam paket ini.

Namun, lagi-lagi ketelitian dan akurasi harusnya menjadi hal yang harus diperhatikan. Check and recheck harus terus dilakukan berulangkali. Apalagi untuk kelompok yang anggotanya sampai sembilan orang ya. Ini merujuk pada CG nama Ahok. Yang benar ‘Basuki Tjahaja Purnama’ ya, bukan ‘Basuki Tjahja Purnama’. Calon Gubernur, bukan ‘Calon Gubernor’. Apakah mengedit dan menuliskan CG-nya sembari begadang pada malam hari sehingga mata begitu lelah?

Sesi live report juga berjalan luar biasa. Meski saat itu Vivi tak menyapa anchor di studio, namun keberanian dan kenekatannya langsung menodong Ahok (apalagi saat itu mereka mendapat antrean maju ke panggung dengan nomor di atas 100) layak diapresiasi besar. Vivi menyorongkan mike ke Ahok dan bertanya, “Akankah kartu Jakarta One dilanjutkan di periode kepemimpinan berikutnya?” Gayanya bertanya, lalu tek-tok dengan presenter di studio dengan waktu yang amat pendek, benar-benar seperti live ‘beneran’.

Segmen dialog yang dipandu Gustama Pandu juga memberi nilai tambah sendiri. Mereka mengundang sepasang youtubers lokal dari UMN yang melejit berkat snapchat dangdut kreasi mereka. Paket pengantar serta perbincangan akrab saat dialog membuat segmen ini jadi asyik ditonton. Kalau pun ada kurangnya, karena editor tak menampilkan insert footage saat Aulion dan Gisela bicara cukup panjang.

Masukan lain, karena Anders merupakan presenter seluruh program, baiknya pada segmen kedua ada semacam serah-terima atau ‘tek-tok’ sebelum dialog dibawakan oleh Pandu. Misakan, Anders berujar, “Kita ikuti perbincangan menarik, dipandu Gustamu Pandu, yang telah kami rekam sebelumnya,” … atau “Langsung dari Studio Dua, rekan saya Gustama Pandu akan membawa Anda bertemu dua narasumber yang lagi naik daun…”

Behind the scene

ahok2Vivi berkisah, liputan dan on-camnya di Rumah Lembang dibuat dengan penuh perjuangan. “Saya duduk di bawah, depan panggung, yang hanya dikhususkan untuk media saja, Itu merupakan pengalaman yang sangat menarik untuk saya karena tidak semua warga dapat duduk di depan panggung untuk melihat Ahok dari dekat,” kenangnya.

Gustama Pandu, host dialog di segmen dua berujar, Kompas Corner di lantai dua Gedung C UMN menjadi pilihan tepat untuk lokasi taping presenter maupun talk show. “Pada mata kuliah produksi tv kali ini saya sangat puas dengan kinerja tim kami, saya sudah merasa cocok dan klop dalam melakukan kerjasama antar tim,” katanya.

ahokdanDaniel Cahyadi, reporter dan penanggungjawab audio di studio menyatakan ia tak tampil on-cam, karena pada paket feature Pawai Kebhinnekaan sudah tampil di depan layar. “Kali ini di tugas UAS Program TV saya ada di belakang layar memegang kendali teknis. Kami saling bekerja sama dengan baik sehingga liputan dan tapping berjalan dengan mulus,” paparnya.

Daniel mengakui, mereka melakukan project dengan standar peliputan atau tapping seperti umumnya: perencanaan, persiapan alat, lalu liputan, dan editing. :Spesialnya, kini ditambah efek-efek seperti bumper yang lebih modis dan terlihat professional,” jelasnya.

Kelvin, penjaga gawang urusan penyuntingan gambar (editor video) memaparkan, yang paling susah saat mengedit segmen dialog. “Bagaimana agar terasa tidak bosan dan cut to cut agar tidak aneh. Untuk urusan teknis lain seperti CG dan bumper tidak terlalu banyak kendala karena sudah dipersiapkan dari jauh-jauh hari,” urainya. Kelvin menegaskan, Namun, satu pengalaman berharga yang dirasakan Kelvin yakni adalah bagaimana bisa melakukan editing menyerupai satu acara utuh untuk program berita televisi.

tapAbidzar yang menjadi pengarah saat liputan dan taping menggunakan pengalamannya sebagai asisten produser di UMN TV. “Untuk pengambilan gambar saya merasa apa yang telah saya arahkan sudah memenuhi standar penyiaran program. Saya merasa bersyukur mendapatkan kelompok yang dapat berkerjasama dengan baik,” ungkapnya.

Abi menjelaskan, baik saat liputan dan terutama untuk taping studio mereka menggunakan Canon eos 70d + kit lens 18-135mm f4-5.6, Canon eos 700d + Canon 70-200mm f4 L-USM, Canon eos 60d + Canon 24-70mm f2.8 L-USM, 4 Tripod , 1 LED, 1 stand lighting dan  1 slider.

Adapun Anandita Getar, juru kamera saat segmen talk-show, mendapat pelajaran penting saat kameranya tiba-tiba ‘kehabisan’ memory card. “Saya senang mendapatkan pengalaman baru, bilamana saya terjun kembali menjadi campers, itu menjadi tamparan keras dan menjadikan pelajaran, bahwa persiapan sebelum liputan jangan setengah-setengah. Sebagai campers handal saya kira membutuhkan peralatan lengkap dan pengecekan ulang sebelum proses peliputan,” jelasnya.

Hal itu dibenarkan Chiedryan, editor sekaligus penanggungjawab properti. “Sempat ada kendala saat memori full di tengah rekaman, tapi bisa langsung diback-up dengan memori lain dan kamera lainnya yang terus merekam,” katanya. Ditegaskannya sebuah pesan penting, “Siapkan perlengkapan cadangan seperti memori, baterai, kamera dkk. Ini teknis tapi penting,” ungkap Chiedryan.

Sang anchor, Anders mengaku gugup, berkeringat dingin, sampai mual. “Suhu badan saya yang tidak stabil membuat ruang ber-AC pun tidak berpengaruh karena saya terlanjur gugup. Akibatnya, ngomong jadi terbata-bata,” ceritanya. Anders menyatakan, ia ingin lebih keras melatih vokal dasar, seperti mengucapkan “a, i, u, e, o…”

Leave a Reply

Your email address will not be published.