Melawan Takut pada Teroris Tak Beragama

“Terlalu lama gua berdiam
Melihat membaca menonton membuat gua geram
Jangan pernah kita anggap mereka pahlawan
Atau diliput bagaikan pemenang

 Kerjaanmu memang hanya intimidasi
Sekarang akhirnya senjatamu aku curi
Coba ngaca liat wajahmu pusat pasi
200 juta rakyat kami bersaksi

Bangsa Indonesia! Kami Tidak Takut
Gw ga bego gw tau loe gak takut… Kami Tidak Takut

Terlepas dari apakah yang melakukan kegiatan terorisme itu betul-betul teroris Kami Tidak Takut…
Atau bahkan orang Indonesia sendiri yang berusaha untuk menakuti kita

Kami Tidak Takut…
Kita harus buktikan bahwa kita tidak takut …Kami Tidak Takut
Kita tidak bisa diintimidasi Kami Tidak Takut…

Kami Tidak Takut…Kami Tidak Takut…
Kami Tidak Takut…Kami Tidak Takut…
Kami Tidak Takut…Kami Tidak Takut…
Kami Tidak Takut…Kami Tidak Takut…”

Lirik lagu ‘Kami Tidak Takut’ itu diciptakan dan dipopulerkan musisi hip-hop Pandji Pragiwaksono sekitar delapan tahun silam. Saat rangkaian serangan terorisme seolah datang sebagai berita besar setiap tahun sekali di Indonesia. Dari Bom Bali I, Bom Bali II, Bom Kuningan I Kedubes Australia, Bom Kuningan II Ritz-Carlton dan JW Marriot serta juga aksi teror di berbagai daerah.

Ternyata, aksi terorisme tak pernah surut menjajah dunia. Lokasinya jelas: keramaian publik. Setelah akhir 2015 lalu bom bunuh diri meledak di Stadion Stade de France, 10 Mei 2017 teror bom terjadi di sela laga Liga Champions antara Monaco melawan tuan rumah Borussia Dortmund.

Senin, 22 Mei 2017 bom berskala besar meledak usai konser Ariana Grande di Manchester Arena, stadion indoor terbesar di Eropa berkapasitas 21 ribu orang. Sebanyak 22 orang meninggal dunia dan lebih dari 50 korban luka akibat bom yang diklaim dilakukan oleh kelompok ISIS ini.

Menyusul rangkaian bom itu, Rabu 24 Mei 2017, aksi teror kembali menyerang Jakarta.  Setelah setahun empat bulan usai dihantam Bom Thamrin di awal 2016, Indonesia kembali dihentakkan serangan teroris di jantung ibukota. Lima nyawa melayang sebagai korban jiwa bom di Terminal Kampung Melayu, Jakarta Timur. Tiga korban merupakan polisi yang tengah bertugas mengamankan pawai obor menyambut datangnya bulan Ramadhan, sedangkan dua korban lain diduga kuat sebagai pelaku bom bunuh diri. Ridho Setiawan, Taufan Tsunami dan Imam Gilang Adinata menjadi tiga polisi muda yang gugur dalam tugas.  Selain korban meninggal dunia, terdapat korban luka dari anggota Polri maupun masyarakat sipil yang dirawat di rumah sakit.

Seperti termuat dalam laman PresidenRI.go.id, sinyal keras disampaikan Presiden Jokowi merespon aksi terorisme di Kampung Melayu, Jakarta Timur. Dari kediaman pribadi Presiden di kelurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari, Surakarta, Kamis, 25 Mei 2017m Presiden menyatakan telah menginstruksikan Kapolri untuk mengusut tuntas jaringan pelaku serangan bom untuk dikejar hingga ke akarnya.

“Ini sudah keterlaluan! Tukang ojek menjadi korban, sopir angkot menjadi korban, penjual lapak kelontong menjadi korban, polisi juga menjadi korban,” seru Presiden Jokowi.

Presiden Jokowi menegaskan, semua anak bangsa di seluruh pelosok Tanah Airharus tetap tenang dan tetap menjaga persatuan. “Kita harus terus menjaga ketenangan, menjaga kesejukan. Karena hari-hari ini, kita umat muslim, sedang mempersiapkan diri untuk masuk ke bulan Ramadan untuk menjalankan ibadah puasa,” ungkap Presiden Jokowi.

Teroris tak mengenal agama. Karena itu tepat sekali keterangan pers Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak yang beredar hari ini.

“Mengimbau semua pihak untuk tidak mengaitkan bom Kampung Melayu dengan agama tertentu, teror tidak memiliki agama, tidak ada agama yang mengajarkan teror, apalagi membunuh orang lain yang tidak bersalah,” ungkap Dahnil.

“PP Muhammadiyah meminta siapapun dalang terorisme di Indonesia untuk menghentikan praktik ‘ternak teroris’. Dahnil mengatakan praktik terorisme ini berdampak terhadap kehidupan anak bangsa. “Sekali lagi, saya memohon, siapa pun kalian, mohon stop ‘ternak teroris’,” tegas Dahnil.

Teroris tak pernah mengenal agama. Ia bisa meledakkan bom di luar lokasi kebaktian Gereja Oikumene, Sengkotek, Samarinda 13 November 2016, yang mengakibatkan meninggalnya puteri cantik berusia dua tahun, Intan Olivia Marbun.

Teoris yang tak pernah mengenal agama itu juga bisa berulah di Masjid At-Taqwa di kompleks Polres Cirebon, 15 April 2011 silam. Pria itu meledakkan diri usai takbir Salat Jum’at dimulai, dan paku, baut, mur serta serpihan bom pun bertebaran dari tubuhnya di sela Salat Jum’at yang juga melukai Kapolres Cirebon AKBP Herukoco di saf terdepan.

Teroris yang tak pernah mengenal agama itu juga pernah meledakkan bom di Vihara Ekayana, Duri Kepa, Jakarta Barat, 4 Agustus 2013. Ledakan di wihara ini menghasilkan banyak gotri dan mengakibatkan tiga orang korban luka.

Dan di Kampung Melayu, semalam, bom dari teroris yang tak pernah mengenal agama itu beraksi di sela pawai obor menyambut datangnya bulan suci. Polisi dan korban sipil jatuh, sementara nyawa dua orang yang diduga pelaku juga ikut melayang.

Teroris tak pernah mengenal agama. Kita menghadapinya dengan rasa tak takut, atas nama solidaritas sesama manusia. Demi bumi yang damai dan masa depan yang tak berisi kebencian.

Sebagaimana ditayangkan di  http://tz.ucweb.com/5_1VKe9

Leave a Reply

Your email address will not be published.