Natal adalah Natal.
Natal, sesuai namanya berarti adalah kelahiran. Kelahiran Isa Almasih, atau Yesus Kristus, yang diyakini sebagai penyelamat dunia. Awalnya dipercaya sebagai penyelamat Israel dari penjajahan Romawi. Tapi selanjutnya juga dianggap sebagai penyelamat manusia dari belenggu dosa.
Di Indonesia, apalagi dalam tensi politik yang terus menghangat dengan gesekan SARA, Natal kerap jadi perkara. Perkara boleh atau tidak mengucapkan ‘Selamat Hari Natal’ dari mereka yang bukan penganut Kristiani.
Tahun lalu, hebohnya nambah lagi: Boleh tidak, seorang yang bukan Kristiani bekerja dengan menggunakan atribut Natal (seperti topi merah putih, baju sinterklas, dan pernak-pernik lain).
Tahun ini, riuhnya ada lagi, kalau ada sebuah toko kue cokelat kedapatan menolak order yang mencantumkan ucapan Natal pesanan calon pembelinya. Percakapan privat via chat telepon pintar itu pun menyebar, dan pihak calon pembeli merasa tak mendapatkan keadilan.
Pangkalnya sama, baik mengucapkan selamat, memakai atribut, ataupun melayani pembuatan ucapan selamat, dianggap menyetujui peristiwa Natal dan mempercayai Yesus Kristus sebagai juru selamat dunia…
Ada pula keributan di Papua Barat, karena ada oknum ajudan pejabat tinggi yang diperkarakan secara hukum, karena di sosial media mempertanyakan benarkah Yesus lahir tepat pada 25 Desember.
Di antara ribut-ribut itu, dari begitu buanyaaaakkk pesan ucapan ‘Selamat Natal’ masuk ke gawai saya, ada tulisan bijak: “Sahabatku, Rayakan Natalmu dengan Sukacita, Sebagaimana Kami Berbahagia Merayakan Idul Fitri.”
Di bagian bawah rangkaian kata itu terucap, “Lakum dinukum wa Liya din, untukmu agamamu, dan untukkulah agamaku…”
Soal agama, janganlah terlalu dipusingkan. Kami yang Natalan tak pernah pusing, apakah orang lain memberi ucapan selamat atau tidak, mau bikin kue Natal atau tidak, mau pakai atribut Natal atau tidak…
Saya sendiri sudah bertahun-tahun ini tak pasang pohon Natal di rumah, baik di Ciledug, maupun di Yogyakarta. Karena Natal memang bukan hanya di kerlap-kerlip pohon terang menyala, tapi yang penting apakah hati kita sudah menyala bagi sesama?
Tapi… sssst… kita bersyukur, pemerintah -baik Presiden Jokowi maupun Kementerian Agama- tetap bijak tetap mengucapkan Natal bagi rakyatnya.
Selamat Hari Natal bagi seluruh umat Kristiani dan mereka yang meyakini kedatangan Juru Selamat itu.
Selamat Liburan dan nikmatilah diskon-diskon itu, bagi yang libur dan pulang kampung memanfaatkan masa cuti bersama, meski sebenarnya tak ikut Natalan…
Seperti ditayangkan di http://tz.ucweb.com/12_3VOhi