Konsepnya menjelajah kota dalam satu hari. Bogor jadi tujuan dengan pusat shot cukup beragam, dari Tugu Kujang, Nasi Uduk Bansus, sampai Lapangan Sempur.
Aleksandra Ekhe, Dimas Rangga, Mardinal Afif, Reza Pahlavi, Rizky Bagus, dan Tesalonika Dara menggarap serius proyek yang diproyeksikan tayang setengah jam dengan waktu take dari pukul 8 pagi hingga 10 malam.
Kelebihannya, bumpernya menarik, dengan semacam grafis-grafis di sela-sela tayangan. Ada ‘yel-yel’ atau tagline/salam khusus pula Kurangnya, durasi tayang yang tak sampai 22 menit –bahkan sudah termasuk iklan- tentu sangat pendek dari yang ditargetkan.
Pertama masuk program, sudah disuguhin grafis yang menarik sekali. Lokasi pertama yakni Tugu Kujang Bogor. Pengambilan visual establish Tugu Kujang dengan teknik change fokusnya baik sekali. Ketika masuk presenter, untuk kamera yang master wide gambar fokusnya malah di belakang, sedang kamera yang mengambil medium shot bagus memberi ‘efek bokeh’.
Pengantar ke sekuel Pasar Apoong visualnya cukup kreatif dengan menggunakan grafis kendaraan, pengambilan establish dan sequence di tempat ini baik sekali. Sayang white balance kedua kamera berbeda, jadi sebaiknya disamakan dulu ya sebelum syuting. Intinya di lokasi ini cuma jalan-jalan saja tidak menjelaskan secara detail, kecuali bermain perahu.
Kemudian menuju lokasi Nasi Uduk Bansus alias Bandrek Susu. Establish warungnya kurang wide, namun detail makanannya oke. Sayang, di sini presenter tidak chit-chat, hanya membuat VO, jadi berasa ‘kurang bunyi’.
Selanjutnya menuju ‘Rumah Kopi Ranin’, establish sudah ada, namun ketika masuk detail visual dalam ‘Rumah Kopi Ranin’, sequence kurang bunyi, malah tidak jelas maksud pengambilanya. Masuk presenter, kamera master yang wide tidak fokus gambarnya. Detail kopinya bagus, hindari terlalu shaking ya, bisa pakai tripod kok. Masuk visual kamera person yang ikut nyobain kopi, kamera yang master kurang wide.
Lanjut ke Lapangan Sempur, pengambilan sequence dan establishnya baik sekali meski shaking. menceritakan soal skatepark, harusnya presenter bisa ikut mencoba bermain (partisipatif) biar lebih ‘bunyi’ di bagian ini. Masukan untuk closing, cari tempat yang lebih terang ya –meski memang latarnya malam hari- karena visualnya terlalu gelap.
Secara keseluruhan konsep kelompok ini bagus sekali. Hal yang paling menonjol ada pada sisi camerapersons dengan teknik pengambilan gambar sangat baik, sehingga bisa menutupi kelemahan konten yang ada.
Beberapa teknik seperti change fokus, foreground dan lain lain sudah menunjukan bakat sebagai seorang campers. Chemistry duo host juga Bagus chit chat-nya berasa dan tidak garing, dan untuk detail yang kurang bisa ditutupi oleh visual yang diambil campersnya. Good job, guys!
Cerita dari balik layar
Sebagai host, Sandra berkisah, ia berlatih untuk menjadikan program ini tidak terlalu kaku namun tetap terarah. “Bahasa yang dipakai oleh saya dan Reza juga terkesan santai. Kekurangan saya apabila diminta menjadi host adalah saya tidak bisa make up. Jadi untuk tampil di kamera agak tidak pede,” ungkapnya.
Sandra bangga karena bisa menjadi host sebuah program yang santai seperti ini, karena biasanya hanya terlibat di depan kamera apabila programnya hard news.
Campers Afif menyatakan liputan sehari ini membuatnya mengerti kerja sama tim, serta sulitnya membuat produksi program dalam televisi. “Tentu bukan hal yang mudah untuk mengerjakan dan tidak dapat disepelekan, karena, kami sebagai mahasiswa harus mempertanggung jawabkan integritas, serta akreditasi kampus kami,” tukasnya.
Campers Rizky Bagus berpendapat, momen paling menarik adalah ketika di Pasar Ahpoong. Untuk mengambil gambar, ia berkesempatan menaiki perahu yang melintasi danau kecil. “Menjadi campers pada keadaan yang seperti itu sangat sulit,” ungkapnya.
Rizky juga senang karena di ‘Rumah Kopi Ranin’, berkesempatan masuk ke salah satu adegan minum coklat panas. “Tanpa briefing saya dengan percaya diri langsung menirukan gaya host-host FnB masa kini,” kenangnya.
Co-host Reza mengaku ia menghadapi tantangan personal karena telepon selulernya hilang begitu tiba di Bogor. “Di hari pertama saya sampai di Bogor saya sudah harus kehilangan ponsel yang sudah cukup lama bersama saya itu. Namun, karena peran saya sebagai host, saya pun harus tetap tersenyum dengan segala hal yang sudah terjadi,” jelasnya.