“Sepakbola dan Piala Dunia selalu penuh dengan kejutan. Dan itulah keindahan sepakbola yang selalu menyenangkan, membuat orang-orang yang mencintai sepakbola semakin bahagia.”
Pernyataan itu keluar dari Jose Mourinho, pelatih asal Portugal yang kini menukangi Manchester United.
Hingga tulisan ini diketik pada pagi hari waktu Moskow atau siang Waktu Indonesia Barat, sudah enam dari delapan grup di babak penyisihan putaran final Piala Dunia 2018 menuntaskan semua laganya. Dari tiap grup dipilih dua terbaik untuk lolos ke fase gugur.
Dan di sinilah semua hal terjadi. Baik yang sesuai prediksi maupun yang menghasilkan guncangan tak terkira. Ombak grup A relatif tenang karena Uruguay dan Rusia lolos menyisihkan dua ‘kuda hitam’ Mesir dan Arab Saudi. Demikian pula Grup B, dua tim Eropa yakni Spanyol dan Portugal melenggang, memulangkan duo ‘penggembira’ Iran dan Maroko.
Grup C meloloskan Prancis dan Denmark serta Grup D memberi jalan bagi Kroasia dan Argentina. Masih sesuai hitungan awal untuk gampang menebak dua mana yang melaju dan dua tersingkir.
Grup E lumayan bergolak meski akhirnya tetap menobatkan Brasil sebagai juara grup dan Swiss sebagai runner-up dengan menyingkirkan Kosta Rika serta Serbia di grup ‘super keras’ ini.
Dan, tentu saja, shocking besar ada di Grup F. Jerman gagal melawan kutukan sebagai juara bertahan yang tersingkir di perhelatan episode berikutnya. Bukan hanya tak lolos sebagai dua tim terbaik, tim besutan Joachim Low bahkan berakhir sebagai juru kunci grup setelah di lima menit terakhir pertandingan pamungkas dipermalukan Korea Selatan 0-2. Grup ini menobatkan Swedia sebagai jawara diikuti Meksiko di posisi kedua.
Joachim Low yang mengarsiteki tim Panser pada empat Piala Dunia terakhir sejak menggantikan Jurgen Klinsmann pada 2006 menuduh timnya gugur karena beberapa pemainnya arogan. Pria 58 tahun ini amat menyesali kekalahan Jerman dari Meksiko.
“Kami gagal naik gigi dengan baik saat partai perdana. Sungguh, terpeleset dan hilangnya poin yang amat disesali,” kata Low.
Sepakbola memang unik. Sebuah kesatuan yang harus dilihat secara holistik dan tak bisa dipisah dari faktor-faktor pendukung di sekelilingnya.
“Jangan lihat sepakbola hanya dari 2 x 45 menit saja. Sepakbola adalah alat pemersatu politik, budaya, dan pengangkat harga diri bangsa. Dengan sepakbola kita bisa membahagiakan rakyat,” ungkap Achsanul Qosasi, penggila bola yang kami temui di Hotel National Moskow.
Presiden klub Madura United yang berada di Rusia untuk menyaksikan beberapa pertandingan Piala Dunia ini masih membarakan optimismenya bahwa Indonesia sanggup dan layak jadi tuan rumah Piala Dunia, termasuk juga soal kesiapan prestasi timnasnya.
“Pekan lalu, timnas Asian Games kita sudah bisa merepotkan Korsel,” kata Achsanul, mantan Bendahara Umum PSSI yang masuk tim inti Nurdin Halid saat Indonesia mendeklarasikan diri sebagai calon tuan rumah Piala Dunia 2022 pada delapan tahun silam.
Thank’s God, Puji Tuhan, Rabu sore kemarin secara tak terduga akhirnya kami dapat mujizat. Merasakan ‘World Cup Experience’, nonton langsung pertandingan Piala Dunia di dalam stadion. Di tengah suhu sekitar 20 derajat Celsius Moskow, Stadion Spartak menggelar partai terakhir Grup E antara Brasil lawan Serbia. Laga yang kick-offnya digelar sejak jam 9 malam ini jadi catatan sejarah hidup kami mencicipi atmosfir perhelatan akbar langsung dari episentrumnya.
Sepakbola, Piala Dunia dan semua efek bisnis, sosial, politik, dan kultural yang mengitarinya selalu mengejutkan. Sebagaimana kemarin, perhelatan pemilihan kepala daerah serentak di 171 daerah di Indonesia menghasilkan berbagai suspensi dan kejutan tak terkira. Ada yang senang, ada juga yang tercengang hingga stres bukan kepalang.
Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto hari ini mengeluarkan rilis betapa PDI Perjuangan menang 60 persen keseluruhan pilkada. Dengan hitungan hanya sukses di enam provinsi, tapi menang di 91 dari 152 kabupaten/kota yang diikuti. Hasto menekankan, menang atau kalah dalam pilkada bukanlah kiamatnya demokrasi.
“Kami selalu ingat pesan Ibu Megawati bahwa menang dan kalah hanya lima tahun. Kalah kita perbaiki diri dan menang jangan korupsi sehingga keadaban jangan dikorbankan karena demokrasi harus menjadi ukuran peradaban politik Indonesia,” ungkap Hasto dalam rilis yang tersebar.
Sebagaimana sepakbola, mari kita pandang politik seperti kata Mourinho tadi. Semakin banyak kejutan, itulah keindanhan hidup yang menyenangkan dan membuat banyak orang makin mencintainya.
Seperti juga kata seorang penulis dan motivator ternama Amerika, John Calvin Maxwell: sometimes you win, sometimes you learn….
Ostozhenka Ulitsa, Park Kultury, Moskow, 28 Juni 2018
Seperti ditayangkan di http://m.beritajatim.com/olahraga/332327/selalu_ada_kejutan_dari_piala_dunia_dan_juga_pilkada%E2%80%A6.html