Eyang Habibie dan Hikmah Kebijakan Kehidupan

“Selamat Siang, Eyang…” begitu para jurnalis Istana menyapa saat Bacharuddin Jusuf Habibie memasuki ruang Jepara Istana Merdeka sekitar 14.15 WIB, Jum’at, 24 Mei 2019.

Tak tanggung-tanggung, Presiden Jokowi sendiri yang menjemputnya, menuntun sang presiden ketiga RI dari Holding Room, Ruang Kredensial, dan masuk ke Ruang Jepara untuk melakukan pembicaraan tertutup selama 1 jam 5 menit.

Situs resmi PresidenRI.go.id menyebut, ruang tamu presiden disebut sebagai ‘Ruang Jepara’ karena pada masa Presiden Soeharto diisi dengan meja-kursi kayu dan ragam interior dari ukiran Jepara.

Keluar dari Ruang Jepara, BJ Habibie yang mengenakan busana khasnya, berbatik, peci hitam dan mengapit dokumen di lengan kanan memberikan keterangan kepada media. Lagi-lagi dengan gaya khas. Bicara penuh semangat, dengan ekspresi leher miring dan terus bergerak-gerak. Sebuah ciri khas yang sukses diimitasi Reza Rahadian Matulessy dalam film ‘Habibie & Ainun’ (2012) dan ‘Rudy Habibie’ (2016).

Kedekatan Jokowi dan Habibie tidak terjalin tiba-tiba. Keduanya rekat dalam suka dan duka.

16 Desember 2017, Jokowi yang senang berimprovasi dan melakukan aksi-aksi kejutan, kembali melancarkan gaya spontanitasnya. Saat itu, baik Jokowi dan BJ Habibie sama-sama menghadiri ‘Rapat Koordinasi Nasional Tiga Pilar’ Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) di Indonesia Convention Centre, Serpong, Tangerang, Banten. Jokowi yang menggunakan mobil kepresidenan berpelat RI 1 seharusnya langsung menuju Bandar Udara Halim Perdanakusuma di Jakarta untuk bertolak ke Yogyakarta. Namun, tiba-tiba Jokowi mengajak Habibie masuk ke dalam mobil kepresidenan

Sempat ada rencana BJ Habibie ikut ke Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma untuk mengantar Jokowi terbang ke Jogja dan berpisah di lokasi itu. Namun dalam perjalanan, Presiden Jokowi memutuskan mengantar Habibie ke kediamannya di kawasan Patra Kuningan, Jakarta Selatan.

“Berangkat dari ICE BSD pada pukul 12.15 WIB, keduanya tiba di kediaman Habibie pada pukul 12.55 WIB, Presiden Jokowi yang duduk di sebelah kiri membuka pintunya terlebih dahulu untuk kemudian menunggu Habibie keluar dari pintu sebelah kanan,” jelas Deputi Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden Bey Machmudin.

Begitulah cara Jokowi memanusiakan ‘senior’-nya, presiden ketiga Indonesia yang menjabat pada 1998-1999, masa-masa di mana seorang Jokowi tengah giat-giatnya menekuni profesi sebagai eksportir kayu di Solo.

Perhatian Jokowi pada Habibie juga ditunjukkan saat Desember 2018 ia berkunjung ke Paviliun Kartika RSPAD Gatot Soebroto, menengok kondisi BJ Habibie yang tengah drop.

Sebulan kemudian, Januari 2019, Jokowi kembali menyapa dan menanyakan perkembangan kesehatan Habibie, yang saat itu sudah berada di Jerman untuk mendapatkan penanganan medis lebih baik. Dalam pembicaraan jarak jauh itu, Habibie mengaku kondisinya sudah membaik, terutama pasca ‘perbaikan’ pada ginjal dan ganti lensa mata.

“Saya ini sudah sepuh, tahun depan sudah 83 tahun,” kata BJ Habibie di sela-sela pernyataan persnya di Istana Merdeka tadi. Habibie berulangtahun pada 25 Juni, beda 4 hari dari Jokowi yang lahir pada 21 Juni.

Perjalanan hidup Habibie bak roda berputar dengan cepat. Ia begitu dipuja kala menjadi ilmuwan denagn nilai IQ 200, bahkan melebihi kemampuan intelijen Albert Einsten yang memiliki IQ 160, serta menjadi orang Indonesia pertama yang di dianggap mampu mendesain pesawat terbang.

‘Rudy’ –begitu panggilan kecilnya- Habibie kian jadi idola karena ia memilih meninggalkan kenyamanan hidup di Eropa, pulang ke Indonesia demi pengabdian pada bangsa dan negara. Habibie mendirikan berbagai industri strategis, menjadi Menteri Riset dan Teknologi empat periode, dua setengah bulan sebagai wakil presiden sampai ketiban berkah jadi presiden begitu Suharto mundur pada 21 Mei 1998.

Ketika Sidang Istimewa MPR pada 1999 menolak pertanggungjawabannya, Habibie memilih tidak mencalonkan diri lagi pada pertarungan sebagai capres di era pascareformasi. Ia menghilang, menyepi, dan tetap tegar saat sang belahan jiwa lebih dulu berpulang. Habibie menepi dari politik, tapi publik lebih menaruh hormat padanya dengan pilihan hidup seperti itu.

Hari ini, Jokowi kembali menerima dan ‘memuliakan’ Eyang Habibie, tokoh bangsa yang menekankan bahwa persatuan bangsa adalah di atas segalanya. Tidak ada tawar menawar, atau dalam istilah Habibie ‘kartu mati’, kalau bicara soal persatuan Indonesia.

“Saya ucapkan selamat pada Bapak Presiden Jokowi, bahwa Insyaallah beliau bisa melanjutkan program sesuai rencana dan kita semua membantu supaya terasa,” kata Habibie.

“Kita juga sepakat bahwa mengenai persatuan dan kesatuan Bangsa Indonesia, stabilitas dan proses pemerataan, dan masa depan bangsa ini tidak ada tawar menawar. Itu kartu mati dan siapa saja nanti yang akan memimpin dan sedang memimpin, dia tidak memimpin yang memilihnya, dia memimpin seluruh bangsa Indonesia,” ungkap Habibie.

Habibie pun mengingatkan soal kontestasi pilpres yang diselenggarakan tiap lima tahun. Menurut Habibie, hal itu merupakan rutinitas dalam demokrasi.

Habibie pun berbicara soal risiko tinggi di pemilu hanya demi kepentingan seseorang. Ia menegaskan hal itu tidak boleh terjadi.

“Nanti pada pemilu 5 tahun lagi. Come here, tiap orang boleh. Tapi ngapain kita hilang waktu, duit, dan ada risiko tinggi, hanya memperjuangkan kepentingan mungkin seseorang, satu grup,” tegas Habibie.

Jokowi, sang presiden terpilih mengamini pernyataan pendahulunya.

“Ya tadi kan sudah jelas sekali disampaikan oleh Pak Habibie, bahwa urusan persatuan itu sudah tidak ada tawar menawar lagi, saya kira saya tadi saya sepakat,” kata Jokowi.

Terimakasih Eyang, untuk semua petuah dan kebijakannya. Panjang umur, sehat selalu dan teruslah menginspirasi …. (JJO)

Leave a Reply

Your email address will not be published.