Dana Desa mengubah wajah pariwisata pedesaan, bahkan di lokasi-lokasi tersembunyi yang selama ini tak terekspose.
Sudah menjadi hal yang biasa, mainstream, kalau dalam masa liburan kita mengunjungi tempat yang biasa. Ke Jogja, list yang mesti dikunjungi ya Malioboro, Pasar Beringharjo, Keraton, Alun-alun Kidul, Lereng Merapi, Tebing Breksi, Candi Prambanan, atau seperti umumnya orang Jakarta: ke Mal. Ada Jogja City Mall dan Ambarukmo Plaza.
Menghindari anggapan ‘biasa’, kemarin kami mengunjungi lokasi wisata yang sebenarnya juga sudah mulai populer, tapi masih terhitung out of the box. Wisata pinus di Dlingo, Mangunan, Imogiri, Kabupaten Bantul. Jaraknya tak jauh, hanya sekitar 20 kilometer dari pusat kota Jogja ke arah timur, melewati komplek makam raja-raja di Imogiri.
Di kawasan Dlingo, Mangunan dengan ketinggian sekitar 500 meter di atas permukaan laut ini, Anda bisa bebas mengarahkan pandangan bebas ke bawah. Tak salah, kawasan ini disebut sebagai lokasi ‘Negeri di atas Awannya’ Yogyakarta, tak kalah dengan karakteristik unggulan wisata khas serupa di Toraja maupun Wonosobo.
Sebagai daerah wisata yang relatif baru, kawasan Mangunan punya banyak spot. Dari Pintu Langit dan Lintang Sewu di bagian bawah, lanjut ke Jurang Tembelan, Songgo Langit, Kebun Buah, Watu Goyang, Rumah Hobbit, Goa Gajah, hingga Puncak Becici di atas. Masing-masing lokasi hanya berjarak puluhan hingga ratusan meter, diisi dengan aneka tempat menarik untuk foto ‘selfie’ sebagai daya tarik wisata kekinian.
Di tiap lokasi, warga setempat membuat berbagai instalasi yang layak dijadikan lokasi foto nan ‘instagramable’, dari bentuk pintu yang langsung menuju ke alam bebas, cermin ajaib memandang perbukitan, kapal titanic dan pesawat tempur mini, hingga dekorasi-dekorasi indah lain.
Maka, kalau kami pun berpapasan dengan beberapa pasang anak muda yang tengah berpose ‘pre-wedding’ secara murah meriah di sana. Ada juga pasangan lain, yang meski tidak sedang melakukan foto pra nikah, tapi gembira bisa jalan-jalan bareng di lokasi wisata indah dan tak terlalu berisik.
“Lebih enak begini, sepi. Bisa selfie-selfie dengan leluasa,” kata Kefas yang bersama pasangannya, Natasha, datang dari Solo dengan mengendarai motor. Membawa seperangkat kamera manual bertripod, mereka bergantian mengambil gaya di salah satu spot Kebun Buah Mangunan.
Warga desa pun sigap menyediakan berbagai fasilitas. Termasuk hadirnya Dlingo Adventure Community (DAC) yang menyiapkan beragam pilihan rute wisata dengan mobil jip. Harganya bervariasi, antara Rp 350 – Rp 650 ribu, tergantung titik-titik mana saja yang dilewati.
Siang itu, Eli Ratmanto, pengemudi jip yang kami tumpangi, membawa kami melewati kawasan sungai di perkampungan Puncak Becici. Benar-benar seperti off road di tengah desa!
“Tenang saja, keselamatan terjamin,” kata Eli yang dengan ringan tangan bersedia menjadi pemandu dan pengambil gambar di berbagai lokasi wisata tujuan jip itu.
Berdirinya warung makan pun menghadirkan pemasukan tambahan bagi warga. Selain menyajikan makan minum bagi wisatawan, mereka juga menyediakan aneka produk lokal, seperti wedang uwuh dan daun kelor dalam kemasan. Tak mau kalah, warung-warung makan di lokasi wisata ini pun melengkapi diri dengan free-wifi bagi pengunjung.
Dampak Nyata Dana Desa
Pengembangan wisata yang pesat di Mangunan berimbas pada meningkatnya kesejahteraan warga desa. Bahkan, Pendapatan Asli Desa (PADes) dipastikan meningkat drastis hingga tiga kali lipat atau 300 persen dari Rp 24 juta di tahun 2017 menjadi Rp 75 juta pada tahun 2018.
Potensi yang cukup menggembirakan ini menggerakkan pemerintah desa setempat membuka lokasi wisata baru sebagai alternatif wisatawan menikmati beberapa destinasi.
“Kami ingin pengunjung menikmati suasana alam di Mangunan tidak hanya satu tujuan. Beberapa lokasi baru kita buka dengan menawarkan keindahan alam goa, perbukitan, lembah hingga kuliner tradisional,” kata Kepala Desa Mangunan, Poniyat. Karena itulah, berbagai lokasi wisata baru terus dikreasikan di antara hutan pinus itu.
Pemerintah pun tak tinggal diam. Diperbaikinya akses jalan dari Imogiri menuju Mangunan sejauh 7 km dengan lebar 7 meter, menjadi peluang besar menarik wisatawan untuk berkunjung. Proyek infrastruktur ini mempermudah masyarakat menikmati obyek wisata di Mangunan dan sekitarnya.
Desa Mangunan terdiri dari 6 pedukuhan. Setiap pedukuhan memiliki obyek wisata menarik dan telah terbentuk Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis). Di Dusun Cempluk, terdapat obyek wisata Watu Goyang yang saat ini dalam tahap pengembangan.
Menempati tanah kas desa, lokasi ini menawarkan pemandangan alam dan matahari terbenam (sunset). Anggaran yang digunakan untuk perbaikan menggunakan anggaran Dana Desa tahun 2017 sebesar Rp 180 juta, dan Dana Desa tahun 2018 Rp 60 juta.
Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X pun mencanangkan Desa Mandiri Berbudaya. Program ini bertujuan meningkatkan potensi budaya sekaligus pariwisata yang memiliki sejarah Kerajaan Mataram. Pengembangan untuk wilayah Bantul timur, dipusatkan di Makam Raja-raja Imogiri. Lokasi sekitarnya agar menggali potensi untuk mendukung wisata alternatif.
“Sementara kita akan mengembangkan secara mandiri. Kekuatan ekonomi desa yaitu Alokasi Dana Desa (ADD) 2017 sebesar Rp 1,2 miliar dan Dana Desa Rp 900 juta. Tahun 2018 meningkat, ADD 1,2 miliar dan DD Rp 1,1 miliar. Anggaran itu akan dimanfaatkan untuk pembangunan infrastruktur yang menunjang sektor pariwisata. Belum lagi bantuan dari Pemerintah DIY dan Pemerintah Pusat. Kita siap menjadi desa mandiri,” pungkas Poniyat.
Ini persis seperti harapan Jokowi agar alokasi dana desa bisa digunakan untuk mengembangkan potensi yang terdapat di desa. Menurutnya, penggunaan dana desa tak semestinya hanya berkutat di pembangunan infrastruktur semata.
“Desa harus terus berinovasi demi memaksimalkan potensi masing-masing, sehingga Dana Desa menyentuh kepada pemberdayaan ekonomi dan inovasi desa,” kata Jokowi.
Menurut Jokowi, transformasi suatu desa menjadi desa wisata memanfaatkan potensi yang ada di sana harus dicontoh oleh desa lain dengan format berbeda. Termasuk dengan pengembangan ekonomi lokal melalui kewirausahaan.
Libur Lebaran jangan hanya ke mal terus. Saatnya kita menengok wisata alternatif. Apalagi, banyak desa telah bersolek. Memanfaatkan alokasi Dana Desa untuk pengembangan obyek wisata yang ujung-ujungnya menyejahterakan warga desa sendiri. Desa pun jadi magnet baru!
(JJO)
sebagaimana ditayangkan di
https://jokowidodo.app/post/detail/pulang-ke-desa-berwisatalah-ke-tempat-tak-biasa