Akhirnya, bisa juga touch down di Yogyakarta Internasional Airport. Bandara baru di Daerah Istimewa Ngayogyakarta yang dibangun dengan berbagai dinamikanya. Bandara berkode YIA itu masuk wilayah Kabupaten Kulon Progo. Kalau dulu dari Bandara JOG alias Adi Sucipto hanya butuh maksimal setengah jam sampai di Kota Yogya, kini setidaknya perlu 1,5 jam arah barat untuk sampai di bandara baru nan amat luas ini.
Konon, segala sesuatu yang ada di bumi ini sudah pernah diramalkan sebelumnya.
Saat meletakkan batu pertama pembangunan bandara yang awalnya mau diberi nama New Yogyakarta International Airport (NYIA) di Kecamatan Temon, Kulonprogo, Yogyakarta, pada 27 Januari 2017, Presiden Jokowi sempat mengutip Ramalan Jayabaya terkait masa depan daerah tersebut.
Dalam kesempatan prosesi ‘Babat Alas Nawung Kridha’ atau membuka, membersihkan, merapikan, di Dusun Jangkaran, Desa Jangkaran, Kecamatan Temon, Jokowi mengutip bait dalam ramalan tersebut.
“Sesuk ning tlatah Temon kene bakal ana wong dodolan cam cau ning awang-awang. Tlatah Temon kene bakal dadi susuhe kinjeng wesi. Tlatah saka lor Gunung Lanang lan kidul Gunung Jeruk bakal dadi kutha, Glagah bakal dadi mercusuaring bawono.”
Bila diartikan ke dalam bahasa Indonesia bait itu berbunyi, “Suatu saat di (Kecamatan) Temon akan ada penjual cam cau (cincau) yang berjualan di angkasa. Kawasan Temon akan menjadi rumah burung besi (pesawat). Tempat dari utara Gunung Lanang dan selatan Gunung Jeruk akan menjadi kota. (Desa) Glagah akan menjadi mercusuar dunia.”
Bandara baru Yogyakarta dibangun karena Bandara Adi Sutjipto kurang luas untuk mengangkut penumpang. Selain sudah over kapasitas, bandara di wilayah Sleman itu juga sangat dekat dengan Pangkalan TNI Angkatan Udara yang kerap melakukan aktivitas latihan di sana.
Dan, 28 Agustus 2020 lalu, Presiden Jokowi meresmikan bandara baru YIA di Kulon Progo. “Alhamdulillah Bandara Yogyakarta International Airport (YIA) telah selesai 100 persen. Bandara ini dikerjakan sangat cepat, hanya 20 bulan, cepat sekali,” kata Jokowi.
Jika dibandingkan dengan Bandara Internasional Adisucipto yang memiliki panjang landas pacu (runway) 2.200 meter, maka bandara baru YIA memiliki landas pacu yang jauh lebih panjang yakni 3.250 meter. Karena itu, pesawat berbadan lebar bisa mendarat di Bandara Internasional Yogyakarta.
“Di sana (Adisucipto) hanya untuk pesawat yang narrow body, di sini bisa didarati Airbus A380 dan Boeing 777, pesawat gede-gede bisa turun di sini karena runway-nya 3.250 (meter),” imbuhnya.
Kehadiran pesawat berbadan lebar akan berdampak positif terhadap sejumlah hal, antara lain potensi penumpang lebih banyak, potensi peningkatan wisata dan ibadah haji, peningkatan koneksi di jalur selatan Jawa, serta menambah potensi city pair karena jarak tempuh lebih jauh.
Untuk terminal, bandara baru ini memiliki luas mencapai 219 ribu meter persegi, jauh lebih luas dibandingkan terminal di Bandara Internasional Adisucipto yang memiliki luas 17 ribu meter persegi. Kapasitas penumpang bandara baru pun jauh lebih banyak, yakni 20 juta penumpang per tahun dibandingkan dengan Bandara Internasional Adisucipto yang hanya bisa menampung 1,6 juta penumpang per tahun.
“Ini tugas kita bersama bagaimana mendatangkan 20 juta itu, ini bukan tugas yang ringan,” ungkapnya.
Tak hanya itu, Bandara Internasional Yogyakarta juga didesain memiliki daya tahan terhadap bencana gempa bumi hingga 8,8 magnitudo.
Pembangunan Bandara Internasional Yogyakarta ini menelan biaya sebesar Rp11,3 triliun dengan rincian Rp4,2 triliun untuk pembebasan lahan, dan Rp7,1 triliun untuk konstruksi baik terminal maupun landas pacu.
Pembangunan bandara ini juga disertai dengan pengoperasian AirNav dan sistem peringatan dini tsunami. Dengan beroperasinya AirNav di YIA maka alur penerbangan akan lebih lancar dibandingkan Bandara Internasional Adisucipto. Tower di YIA juga lebih tinggi (39,5 meter) dibandingkan tower di Bandara Internasional Adisucipto (25 meter) sehingga pandangan ATC lebih lebar dan dapat memantau seluruh area pergerakan di bandara.
Jogja Istimewa!