Bertemu Yordan Malino Batara-Goa, anggota DPRD Jawa Timur yang datang ke HUT Emas PDI Perjuangan di Jakarta.
Saya mengenalnya saat bergabung di Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Cabang Surabaya. Ikut dalam proses terpilihnya sebagai ketua cabang pada 1999, di sebuah gedung milik pemerintah kawasan Gayungan, Surabaya. Kemudian, saya masuk kabinetnya, sebagai pengurus bidang penerbitan. Saya ber-GMKI dari Universitas Airlangga, Yordan dari Institut Teknologi Sepuluh November. Jurusannya Teknik Industri. Sebelumnya lulusan SMA 5. SMA terbaik di Surabaya. Terdepan di SMA Kompleks.
Lahir beda 10 hari di bulan yang sama dengan saya, Yordan bermarga Toraja. Nama tengah Malino diambil dari sebuah kota wisata di Gowa, di Sulawesi Selatan, yang kerap dipakai sebagai konferensi dan perundingan perdamaian.
Yordan terus melaju. Menikah dengan adik GMKI-nya. . Risma Jenny Mariana Simanungkalit, seolah menjustifikasi organisasi itu dengan plesetan ‘gerakan mencari kawan intim’. Menamatkan Sekolah Pascasarjana UGM, lalu jadi Dosen Pancasila di UK Petra dan Universitas Wijaya Kusuma.
Beberapa kali mencoba peruntungan sebagai calon anggota DPRD Jawa Timur, belum berhasil. Hingga dua tahun lalu dilantik sebagai pengganti antar waktu Armudji, anggota dewan di Jalan Indrapura, yang terpilih jadi wakil wali kota Surabaya.
Duduk di Komisi A membidangi pemerintahan. Brandingnya tak hanya mengayomi kalangan gereja, tapi juga sebagai anggota legislatif yang berjuang untuk kepentingan nasional. Siapa saja yang menderita harus dibela. Tidak lihat suku dan agama. ‘Pancasila Saklawase’ jadi taglinenya.
Semalam kami ngopi. Di Excelso sebuah hotel di Jakarta. Di sela-sela laga timnas Indonesia yang keok 0-2 dari Vietnam di Hanoi. Yordan hadir ke Jakarta untuk peringatan HUT Emas PDI Perjuangan di Kemayoran, 10 Januari 2023.
“Saya minta isteri saya untuk menahan diri dari segala keinginan. Kami mesti berhemat dulu,” ceritanya. Rumah pun ia tak punya. Tinggal di rumah ibunya. Ayahnya, mendiang Ambrosius W. Batara-Goa, dulu anggota DPR RI, juga dari PDI Perjuangan. Pakar pertanian. Dosen Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya. Mobilnya pun Isuzu Panther keluaran tahun 2000. Lungsuran sang Papa saat jadi legislator di Senayan. “Kalah bagus dengan mobil-mobil staf dewan,” candanya. Masih nyetir sendiri.
Ayah seorang puteri ini punya pasukan. Tapi, tidak dibayar mahal. Lebih kepada pengabdian dan pembelajaran pada politik. Ada yang dari GMKI, GMNI, atau mantan mahasiswanya. “Nyaris tidak ada dari mereka yang mengurus persiapan persidangan, membuat daftar pertanyaan saat rapat, dan lain-lain. Semua fokus ngurus rakyat, konstituen, mengelola kelompok-kelompok masyarakat di berbagai titik,” kisahnya.
Ia terus berjuang untuk kesamaan perlakuan yang diterima semua warga negara tanpa memandang agamanya. Dalam kasus penolakan pemakaman bayi non muslim di Menganti Gresik, Yordan, berteriak menyesalkan mengapa masih ada warga yang kesulitan untuk dimakamkan karena beda agama. Menurutnya, seeharusnya pemerintah desa dan pemerintah kabupaten mengantisipasi hal-hal seperti ini.
“Saya mendesak agar tiap desa dan perumahan menyediakan makam umum bagi semua warga semua agama. Jika desa atau perumahan tidak mampu menyediakan, pemerintah daerah setempat perlu menyiapkan tempat pemakaman umum di lokasi yang tidak terlalu jauh dari kediaman warga, agar tidak menyulitkan warga,” kata Yordan.
Memperjuangkan Indonesia yang setara bagi semua, menjunjung Pancasila adalah visi utamanya.
Selamat terus berjuang, masbro Yordan…