RUBRIK: PERJALANAN
Yerusalem merupakan Kota Suci bagi tiga agama. Kristen karena di sini Yesus mati, bangkit, dan naik. Bagi pemeluk Islam di sinilah sejarah Isra Miraj terjadi. Isra Mi’raj merupakan hari untuk memperingati perjalanan Nabi Muhammad SAW dari Masjid Agung di Mekkah menuju Masjid Al-Aqsa di Yerusalem, yang ditempuh hanya dalam waktu semalam. Dan bagi umat Yahudi, Yerusalem jadi suci karena adanya Wailing Wall alias Tembok Ratapan. Bait Suci ada di Yerusalem, meski kini hancur dan menyisakan 60 meter Tembok Ratapan.
Perjalanan pertama kami hari itu, lewat border Palestina, bus Mercedes Irizar menuju Yerusalem Timur atau Old Jerusalem menuju rumah tempat Perjamuan Kudus atau Last Supper pada beberapa malam sebelum Yesus ditangkap. Anda pasti sudah sering kan lihat lukisan Gusti Yesus dikelilingi 12 muridnya pada perjamuan itu.
Disebut juga ‘Senakel’, artinya ‘Aku Makan’, juga dikenal sebagai ‘Upper Room’. Ruang atas. Tempat ini menjadi semacam ‘markas besar’ dari hari-hari terakhir Yesus hingga perjalanan gereja pertama murid-muridNya.
Senakel, Ruangan Perjamuan Terakhir, sangat dihormati oleh seluruh umat Kristen, sebab di situlah Yesus mengadakan Perjamuan Terakhir menjelang wafatNya sambil mengadakan Sakramen Ekaristi dan Imamat. Menjelang Perjamuan Terakhir, Yesus membasuh kaki para rasulNya.
Di situ pula Yesus yang telah bangkit menampakkan dirinya kepada para rasulNya. Dengan dan tanpa Thomas. Di sini jugalah Roh Kudus turun atas para rasul dan sejumlah anggota gereja masa awal. Peristiwa Pentakosta. Hari kelimapuluh setelah kebangkitan Yesus.
Rumah itu kemudian seperti jadi markas para murid. Beberapa event penting berlangsung di bangunan itu. Juga tatkala berlangsung reshuffle murid ke-12 menggantikan Yudas Iskariot sang pengkhianat yang kemudian mati bunuh diri. Pada waktu itu, Petrus untuk pertama kalinya tampil sebagai pemimpin gereja.
Senakel boleh dipandang sebagai tempat pertama ibadah umat Kristen. Misa diadakan di sini tanpa henti-hentinya sejak zaman para rasul sampai pertengahan abad XVI. Rumah ini secara ajaib ditunjuk Yesus pada muridNya, sebagaimana Ia memberitahukan akan ada keledai yang bisa dipinjam untuk Perayaan Minggu Palem.
Tak jauh di samping rumah itu ada ritus suci lain. Makam Raja Daud. Di beberapa gereja kami harus lepas topi. Tapi untuk masuk King David’s Tomb justru harus pakai tutup kepala. Banyak pemeluk agama Yahudi dari berbagai usia berdoa di sini. Membaca kitab dengan berirama berkali-kali menundukkan kepala hampir 45 derajat.
“Di era kekuasaan Turki, tempat ini jadi masjid. Kemudian sekarang oleh Ministry of Interior dan Ministry of Religious Service Israel ditetapkan sebagai lokasi sejarah,” kata Jeries Farah, guide kami.
Kembali naik bus, kami mengarah ke sisi beda Yerusalem Kota Tua. Kali ini menuju Church of Saint Peter in Gallicantu. Gereja Petrus Menyangkal Yesus. Gallicantu artinya kukuryuk ayam berkokok.
Di lokasi ini pula kami menyaksikan lokasi Tuhan Yesus diturunkan pakai tali dari sebuah lubang kecil, lalu dicambuki di penjara gelap bawah tanah. Joppy Taroreh, tur leader kami dari Holy Global Bintaro, memeragakan adegan itu dengan mencopot ikat panggungnya. Sabuk itu dipukulkan ke tembok batu beberapa kali. Cetar! Cetar!
Di situ kami berdoa. Bersedih dan merinding mengenang deraan, kesakitan, dan pengorbanan itu. Sore sekitar jam tiga kami tinggalkan Gereja Petrus Menyangkal yang kini dikelola oleh ‘Bapa-Bapa Agustinus’, sebuah Ordo Prancis yang didirikan pada tahun 1887 dan dinamakan untuk Maria yang terangkat ke surga.
Kami lanjut ke Gereja Pater Noster tempat Yesus mengajar Doa Bapa Kami. Lokasinya di Yerusalem, lho. Mount of Olive. Bukit Zaitun. Bukan di Bukit Ucapan Bahagia atau Mount of Beautitudes di Galilea. Meski di Kitab Matius letak ayatnya berdekatan dan awalnya saya kira doa itu diajarkan di lokasi yang sama dengan Delapan Ucapan Bahagia.
Inilah doa paling sempurna. Selain diajarkan langsung oleh Allah yang menjadi manusia, Doa Bapa Kami memiliki menu komplet: penyembahan kepada Tuhan, permohonan, dan pengampunan dosa.
Tamannya indah sekali di sini. Ada seorang pelukis tampak menggambar pepohonan di kanvasnya. Masuk ke dalam, tampak ratusan doa Bapa Kami dalam berbagai bahasa. Ratusan. Dari tanah air terlihat Bapa Kami terpatri dalam prasasti Bahasa Indonesia, Jawa, Sunda, Toraja. Biak, Papua Paniai, juga dari Batak Toba. Saya pun berpose di berbagai ukiran doa dari tanah air.
“Dhuh, Rama Kawula Ingkang Wonten Swarga…”